NovelToon NovelToon
Pasutri Bobrok

Pasutri Bobrok

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Nikahmuda / Dikelilingi wanita cantik / Tunangan Sejak Bayi / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rrnsnti

Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

manja

Raja baru saja memasuki gerbang sekolah ketika suara ceria seseorang memanggil namanya. Peti, salah satu temannya, melambaikan tangan dan menghampirinya dengan langkah cepat.

“Hai, Raja! Oh ya, Chilla mana?” tanya Peti dengan antusias, seperti biasa.

Raja menghela napas ringan, wajahnya terlihat sedikit lelah. “Gak tau, gue aja baru nyampe,” jawabnya singkat sambil melirik sekeliling, memastikan Chilla tidak ada di dekatnya.

"Lho, kalian gak bareng ya? Kok tumben?" Peti tampak heran. Biasanya, Raja dan Chilla memang selalu datang bersama, apalagi setelah hubungan mereka semakin dekat.

“Chilla bilang dia ada urusan, jadi dia berangkat duluan,” jawab Raja datar. Dia kemudian melangkah pergi, tidak ingin terlalu lama membahas hal itu.

Namun, Peti yang penasaran tak membiarkan Raja pergi begitu saja. Dia berlari kecil menyusul langkah Raja dan menyodorkan sesuatu dari tasnya.

“Nih, undangan buat lo.” Peti menyerahkan lima undangan tanpa nama di sana. “Itu undangan party ulang tahun gue. Regas sama Tian juga udah gue kasih.”

Raja menerima undangan itu tanpa banyak bicara, hanya mengangguk sebagai tanda terima kasih. Namun, ada satu hal yang langsung terpikir olehnya.

“Chilla datang gak?” tanyanya dengan nada datar, meskipun di dalam hatinya ia sedikit khawatir.

Peti tersenyum lebar, seperti sudah menduga pertanyaan itu. “Of course,” jawabnya santai sambil berbalik meninggalkan Raja.

Belum lama Peti pergi, suara teriakan ceria yang sangat dikenalnya menggema di sekitar halaman sekolah.

“Sayang!!”

Raja sontak berhenti melangkah, wajahnya berubah malu seketika. Teriakan itu berasal dari Chilla, yang tampak berlari kecil menghampirinya dengan senyum mengembang. Pandangan teman-temannya di sekitar langsung tertuju ke arah mereka, membuat Raja semakin tidak nyaman.

Di sisi lain, Chilla tampak tidak peduli. Dia malah dengan santainya menjinjit untuk mencubit kedua pipi Raja, mengundang gelak tawa dari Regas dan Tian, yang tidak melewatkan kesempatan untuk meledek Raja.

“Chilla, udah gue bilang kalau di sekolah lo gak usah panggil gue gitu,” bisik Raja dengan nada memohon. Wajahnya semakin memerah. “Gue malu,” lanjutnya dengan suara yang semakin kecil.

Namun, bukannya berhenti, Chilla malah terlihat semakin gemas. Dia tertawa kecil sambil mencubit pipi Raja lagi. “Ya ampun, lucunya. Rasanya pengen aku cium,” gumamnya, meskipun dia mengucapkannya dengan sangat pelan sehingga Raja tidak mendengarnya.

Raja mengernyit, bingung dengan apa yang barusan dikatakan Chilla. “Lo ngomong apa?” tanyanya, tetapi Chilla hanya tertawa geli.

“Ya udah, gue mau cari Peti dulu ya. Eh, Peti udah kasih lo undangan belum?” tanya Chilla, mengalihkan pembicaraan.

Raja mengangguk pelan. “Udah. Lo sendiri?”

Chilla mengeluarkan undangan yang sama dari dalam tasnya, wajahnya berbinar penuh semangat. “Acaranya nanti malam jam sepuluh, dresscode-nya warna hitam. Nanti kita berangkat bareng ya.”

Namun, Raja langsung menggeleng pelan. “Gak usah, Chilla. Soalnya gue gak datang,” jawabnya datar.

Mendengar itu, wajah Chilla langsung berubah kesal. Dia mengerucutkan bibirnya, tanda dia tidak suka mendengar jawaban itu. “Awas aja kalau gak mau ikut. Gue ngambek sama lo,” ancamnya dengan nada manja.

Raja mendesah kasar, merasa tidak punya pilihan lain. “Gue paling gak suka keramaian, Chilla. Gimana kalau kita di apartemen aja, hm?” usulnya dengan nada lebih lembut, berharap Chilla mau mempertimbangkan.

Namun, bukannya setuju, Chilla malah menatapnya dengan pandangan penuh keyakinan. “Em, menarik sih. Tapi gue milih ke party aja deh. Kapan lagi ke pesta bareng lo? Nanti gue bakal pamerin suami ganteng gue sama orang-orang di sana,” ucapnya dengan nada menggoda.

Wajah Raja kembali memerah, kali ini lebih parah dari sebelumnya. “Chilla, gak usah ikut ya, please,” pintanya lagi dengan nada memohon.

“No, no. Gak boleh nolak. Harus ikut!” jawab Chilla tegas, tidak memberikan ruang untuk Raja menolak.

Raja akhirnya menyerah. Dia mengangguk pasrah, menyadari bahwa tidak ada gunanya berdebat dengan gadis keras kepala seperti Chilla. “Oke,” jawabnya pelan.

Chilla tersenyum lebar, puas dengan jawaban itu. “Bagus. Gue janji kita bakal seru-seruan bareng. Lo bakal suka, Raja,” ucapnya penuh semangat sebelum melangkah pergi mencari Peti.

Raja hanya bisa menghela napas panjang, merasa dirinya tidak akan pernah bisa menang melawan Chilla. Namun, di balik semua itu, ada sedikit senyuman yang tersungging di wajahnya. Meskipun sering dibuat repot oleh Chilla, dia tahu bahwa gadis itu selalu berusaha membuatnya bahagia.

Chilla merasa senang karena berhasil meyakinkan Raja untuk ikut ke pesta. Baginya, malam itu akan menjadi momen spesial untuk memperlihatkan kepada semua orang bahwa pria tampan di sampingnya adalah miliknya.

*****

Raja menatap Chilla yang baru saja keluar dari kamar dengan napas tertahan. Malam itu, penampilan Chilla benar-benar memukau. Gaun hitam pas tubuh yang dikenakannya membalut tubuh langsingnya dengan sempurna, memberikan kesan anggun sekaligus menggoda. Rambut panjang sepinggangnya dibiarkan tergerai bebas, jatuh dengan indah di bahunya. Cahaya lampu memantulkan kilauan lembut di helaian rambutnya, membuat Chilla terlihat seperti seorang bintang.

Raja hanya bisa terpaku. Dalam hati, ia bersumpah, tidak ada gadis lain yang secantik Chilla. Gadis itu benar-benar sempurna. Namun, seperti biasa, hatinya tetap dibayangi keraguan. Perasaannya terhadap Chilla masih menjadi teka-teki yang sulit ia pecahkan. Apakah ini cinta? Atau hanya ketertarikan sesaat?

Sama seperti Raja, Chilla juga merasakan hal yang sama. Ia mati-matian menahan diri agar tidak menerjang Raja saat itu juga. Pemuda tampan yang berdiri di hadapannya benar-benar memikat hati dan pikirannya. Setelan jas hitam yang dikenakan Raja membuatnya terlihat sangat elegan, dengan rambut rapi yang memberi kesan dewasa dan maskulin. Chilla kehilangan kata-kata.

Tanpa berpikir panjang, ia mendekat dan langsung memeluk Raja erat. "Raja, kamu ganteng banget," ujarnya dengan nada penuh kekaguman. Kata-kata itu keluar dengan sendirinya, tidak bisa ia tahan lagi. Mereka sudah sepakat untuk mengubah gaya bicaranya menjadi aku-kamu.

Raja tersenyum kecil mendengar pujian itu. Meski terlihat biasa saja, hatinya bergetar mendengar nada tulus dari suara Chilla. “Kamu juga cantik, Chilla. You look sexy,” ucap Raja tanpa ragu, membuat wajah Chilla seketika memerah.

Chilla merasa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. “Beneran?” tanyanya, meski ia tahu Raja tidak mungkin berbohong. Raja mengangguk pelan, lalu mengulurkan tangan, menggenggam tangan Chilla dengan lembut. Ia menatap tangan kecil Chilla yang tampak tenggelam dalam genggamannya.

“Tangan kamu kecil banget… lembut lagi,” gumam Raja, nadanya terdengar seperti seorang pria yang sedang jatuh cinta tanpa sadar.

Chilla merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menatap tangan mereka yang saling bertautan dan tidak bisa menahan senyum kecil di wajahnya. “Tangan kamu aja yang kegedean,” balas Chilla, mencoba meredakan keheningan yang mulai terasa canggung.

Namun, seperti biasa, Chilla tidak bisa menahan sisi isengnya. Ia menaikkan alis, senyumannya berubah menjadi lebih nakal. “Tangan kamu itu… kemarin pas banget di dada aku,” ucapnya dengan nada menggoda.

Raja yang mendengar itu langsung mendesah kasar. Wajahnya seketika berubah merah, antara malu dan jengkel. Ia mencubit pipi Chilla pelan, mencoba mengalihkan rasa malunya. “Bisa nggak sih nggak usah ngerusak suasana? Kamu cabul banget!” tegurnya, meski ada senyum kecil yang tersungging di bibirnya.

Chilla tertawa kecil, merasa puas dengan reaksinya. “Aku bercanda kok. Tapi beneran, kamu ganteng banget malam ini,” ujarnya sambil kembali menatap Raja dengan penuh kekaguman.

Raja menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak pernah bisa benar-benar marah pada Chilla. “Makasih. Tapi jangan terlalu lebay, ya? Kita harus berangkat,” ucapnya sambil menggandeng tangan Chilla menuju pintu.

Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka dipenuhi dengan kehangatan yang sulit dijelaskan. Meskipun sering dibuat kesal oleh sikap Chilla yang suka bercanda berlebihan, Raja tahu bahwa gadis itu adalah orang yang selalu berhasil membuat harinya lebih berwarna. Di dalam hati, ia menyadari satu hal: meski ia masih ragu tentang perasaannya, ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa kehadiran Chilla di sisinya.

*****

Pesta ulang tahun Peti yang semula penuh dengan keramaian dan tawa kini mulai berangsur-angsur sepi. Jam telah menunjukkan pukul satu dini hari. Para tamu perlahan pulang satu per satu, hingga akhirnya hanya tersisa enam orang di ruangan itu, Regas yang duduk santai dengan Peti, Tian yang sibuk berbicara dengan Alana seorang gadis baru yang terlihat canggung karena belum mengenal mereka semua dan tentu saja Raja yang duduk di sofa sambil membiarkan Chilla bersandar manja di pundaknya.

Chilla tampak lelah, memejamkan matanya sambil memeluk lengan Raja dengan erat. Wajahnya begitu tenang, namun itu justru membuat yang lain terdiam. Pemandangan ini sangat tidak biasa.

"Ngantuk, hm?" Raja bertanya lembut, tangannya perlahan mengusap pipi Chilla dengan penuh perhatian.

"Heum." Chilla hanya menggumam kecil, mengangguk pelan tanpa membuka matanya.

"Mau pulang sekarang?" Raja bertanya lagi, nadanya penuh perhatian.

Peti, Regas, dan Tian langsung saling pandang, wajah mereka dipenuhi ekspresi tidak percaya. Biasanya, Raja akan langsung kesal atau memarahi Chilla jika gadis itu mulai menempel padanya. Tapi kali ini berbeda. Raja terlihat begitu lembut dan sabar.

"Kalian udah jadian, ya?" tanya Regas tiba-tiba, suaranya penuh rasa ingin tahu.

Raja hanya melirik malas. “Gak penting,” gumamnya datar, namun tangannya tetap berada di pipi Chilla, mengusapnya dengan lembut.

"Gak usah kepo!" potong Chilla cepat, meski matanya tetap tertutup. Ia sedikit menggeliat di tempatnya, tapi tidak melepaskan pelukan pada lengan Raja.

"Ya gimana gue gak kepo, sih? Dulu Raja tuh anti banget sama lo, Chilla. Sampai-sampai tiap lo deketin dia, mukanya kayak orang mau muntah. Sekarang malah kayak pasangan mesra. Jangan-jangan lo pake pelet?" Tian berseloroh sambil tertawa kecil.

"Enak aja, musyrik tau," jawab Chilla cepat, membuka matanya sejenak dan menatap Tian tajam. "Udah ah, gue mau pulang. Aku capek, Raja," lanjutnya sambil mengeratkan pelukannya pada lengan suaminya itu.

Raja menghela napas panjang sambil melirik teman-temannya. "Kita duluan, ya," ujarnya, membantu Chilla bangkit dari sofa.

"Eh, tunggu dulu." Peti menatap Raja serius. "Lo hati-hati ya. Jangan sampai Chilla kenapa-kenapa, gue hajar lo kalo dia sampe celaka," ancamnya setengah bercanda.

Raja hanya mengangkat alisnya, tidak menggubris ancaman itu. Ia mengalihkan pandangannya ke Chilla yang kini bersandar padanya dengan mata setengah terpejam. “Ayo, kita pulang,” katanya sambil menggenggam tangan Chilla.

Mereka berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan keempat teman mereka yang masih saling melontarkan canda tawa. Namun, di antara mereka, ada rasa penasaran yang membuncah. Hubungan Raja dan Chilla benar-benar membingungkan.

Di perjalanan pulang, Raja hanya mengendarai mobilnya dengan kecepatan pelan. Chilla yang duduk di kursi penumpang tampak setengah tertidur. Sesekali, ia menyandarkan kepalanya ke jendela, namun kemudian menggeleng pelan dan memindahkannya ke bahu Raja.

"Kamu kenapa sih, Chilla? Capek banget, ya?" tanya Raja sambil melirik sekilas.

Chilla hanya mengangguk kecil. "Aku gak suka pesta lama-lama. Tapi aku suka lihat kamu ada di sana. Jadi aku tahan," jawabnya pelan, matanya masih terpejam.

Raja tersenyum kecil, merasa aneh mendengar jawaban itu. “Kamu tuh aneh,” gumamnya.

"Aneh gimana?" Chilla membuka matanya sedikit, menatap Raja dengan pandangan lelah namun tetap penuh rasa penasaran.

"Ya… kamu suka maksa-maksa aku ikut, tapi kamu sendiri malah capek. Kalau gitu, kenapa gak tidur aja di rumah?" Raja mencoba terdengar logis.

Chilla tersenyum samar. “Karena aku pengen ada kamu di sana. Kan gak seru kalau aku sendirian.”

Raja tidak menjawab. Ia hanya fokus mengemudi sambil mencoba menyembunyikan senyumnya. Di dalam hati, ia tahu, meski sering merasa terganggu dengan sikap manja Chilla, ada sesuatu yang membuatnya sulit untuk benar-benar menolak gadis itu.

Sampai di apartemen, Raja membantu Chilla keluar dari mobil. Gadis itu berjalan perlahan, masih bersandar padanya.

Setelah masuk ke kamar, Chilla langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur tanpa melepas gaunnya. Ia tampak kelelahan dan enggan bergerak, seolah energi terakhirnya sudah terkuras habis di pesta tadi.

Sementara itu, Raja berdiri di sudut ruangan, melepaskan jas yang ia kenakan, lalu menggantungnya dengan rapi di belakang pintu. Tatapannya kemudian beralih ke Chilla yang masih tergeletak malas di tempat tidur.

"Chilla, ayo bangun. Ganti dulu baju kamu sebelum tidur," ujarnya tegas, mendekati Chilla.

Chilla mendesah panjaNg, menggeliat sedikit di atas tempat tidur. "Gantiin, dong," jawabnya manja sambil melirik Raja dengan senyum kecil.

Raja menghela napas panjang, mencoba menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. “Chilla, gak usah manja deh. Kamu bisa ganti sendiri, kan? Ayo, bangun,” ucapnya sambil menepuk pelan kaki Chilla.

Chilla mengerucutkan bibirnya, memasang ekspresi sebal. “Ish, aku tuh udah capek banget, pengen langsung tidur aja. Lagian gak salah juga, kan, kalau kamu bantuin aku ganti baju? Kamu udah pernah lihat semuanya juga. Bahkan kamu udah pernah—"

“Stop!” potong Raja cepat, mengangkat tangan seolah meminta jeda. Matanya menatap Chilla tajam. “Tangan kamu masih berfungsi, kan? Jadi gak ada alasan buat minta aku gantiin baju kamu. Ganti sendiri,” balasnya dengan nada setengah kesal.

Chilla menggerutu pelan, namun tetap mencoba menggoda. “Gak mau. Aku males. Gantiin aja, ya?” ucapnya lagi sambil menarik tangan Raja.

Raja langsung mundur selangkah, menghindar dari godaan Chilla. “Oke, terserah. Kalau kamu gak mau ganti baju sendiri, aku tidur di luar aja,” katanya santai, lalu berbalik seolah benar-benar akan meninggalkan kamar.

"Ck! Iya-iya, aku ganti sendiri,” sahut Chilla akhirnya, bangkit dari tempat tidur dengan enggan.

Raja tersenyum tipis, merasa menang dalam situasi ini. Ia memperhatikan Chilla berjalan ke arah lemari, mengambil pakaian tidurnya, lalu masuk ke kamar mandi sambil terus bergumam pelan. Raja hanya menggelengkan kepala, merasa geli melihat tingkah Chilla yang kekanak-kanakan.

Sementara Chilla mengganti pakaian di kamar mandi, Raja juga bersiap-siap. Ia mengganti setelan formalnya dengan baju santai berupa kaus hitam dan celana pendek. Setelah selesai, ia duduk di tempat tidur, menunggu Chilla keluar.

Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, dan Chilla muncul dengan piyama berbahan satin yang terlihat sederhana tapi tetap membuatnya tampak mempesona. Ia berjalan mendekat, naik ke tempat tidur, dan langsung merapatkan tubuhnya ke Raja.

"Capek banget," gumamnya pelan sambil menyandarkan kepalanya ke dada Raja.

Raja menghela napas panjang, tangannya secara refleks mengusap kepala Chilla, memainkan helai rambut panjang gadis itu. “Ya, kalau capek, istirahat yang benar. Jangan manja-manja terus,” sindirnya ringan.

Chilla mendongak, menatap wajah Raja dengan senyum kecil. "Aku manja sama kamu aja kok. Kalau sama orang lain, aku mandiri banget."

Raja menatapnya dengan ekspresi datar, tapi bibirnya melengkung sedikit membentuk senyuman. “Ya, ya, terserah kamu. Sekarang tidur, jangan banyak ngomong lagi,” ujarnya sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.

Chilla memejamkan matanya, tapi tangannya tetap memeluk erat tubuh Raja. Kehangatan dari tubuh pria itu membuatnya merasa nyaman. Raja sendiri merasa agak canggung, tapi ia membiarkan Chilla menikmati momen itu.

Hening mulai mengisi kamar mereka. Hanya terdengar suara napas Chilla yang semakin teratur, menandakan bahwa gadis itu sudah mulai tertidur. Raja menatap langit-langit kamar sesaat, sebelum akhirnya menutup matanya sendiri, menyadari bahwa malam ini ia merasa jauh lebih tenang dari biasanya.

1
Kelinciiiii
bersyukur ja
Ciaa
ayo lanjut seru juga ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!