Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Dasarnya Bimo yang memang sudah gak ada urat malu, meskipun di hatinya mengakui kalau dirinya salah, tapi sikapnya justru tanpa merasa bersalah sedikitpun. Baginya, Laras hanyalah perempuan miskin yang mudah di bodohi, dan di manfaatkan. Cukup memasang wajah sedikit sedih dan pura pura minta maaf, Bimo berpikir Laras akan kembali memaafkannya dan mau menerima dirinya lagi.
"Kamu masak apa, aku lapar?" Bimo menatap Laras yang tengah sibuk dengan ponselnya.
"Lihat saja di dapur, itupun kalau kamu tidak punya malu." Ketus Laras tanpa menoleh sama sekali.
"Maksud kamu apa bicara seperti itu, hah?" Bentak Bimo yang tersinggung dengan jawaban istrinya.
"Pikir saja sendiri, itupun kalau otak kamu masih bisa berfungsi dengan baik." Kembali Laras menjawab dengan ketus. Kebenciannya pada Bimo sudah mendarah daging, rasa di hatinya untuk lelaki itupun sudah lama mati seiring sikap Bimo yang terus saja bersikap semaunya.
"Apa kamu pikir aku gak bisa beli makanan enak, aku punya uang dan bekerja. Bukan kayak kamu yang bisanya cuma main hape dan rebahan, dasar pemalas!" Maki Bimo tanpa punya perasaan, mendengar ocehan suaminya yang menurutnya sudah sangat keterlaluan, membuat Laras mengangkat wajahnya. Menatap tajam dengan wajah merah padam. Api kebencian dan dendam semakin membara di hati Laras.
"Kamu pikir anakmu makan batu, hah? Kalau aku gak kerja banting tulang, apa anakmu bisa makan, bisa tetap sekolah dan tercukupi kebutuhannya? Mikir itu pakai otak, bukan dengkul!" Sahut Laras dengan dada kembang kempis.
"Emang kamu bisa kerja apa, paling juga ngemis minta bantuan dari pemerintah, nunggu bantuan PKH. Jangan kamu pikir aku gak tau kalau kamu dapat bantuan dari pemerintah setiap bulan. Orang modelan kamu juga bisa kerja apa, males saja kerjanya!" Sahut Bimo dengan wajah mengejek, mendengar ocehan suaminya yang tak ada akhlak membuat Laras meradang.
"Sana, tanya ke rumah pak RT, tanyakan apa aku dapat bantuan PKH. Jangan asal jeplak saja mulutmu yang gak pernah sekolah itu. Aku kerja apa juga kamu gak bakalan paham. Harusnya kamu malu, jadi suami tidak mampu mencukupi tapi sok sok an nikahi pelacur, menjijikan!" Sungut Laras yang tak mau kalah, tak lagi mau diam saat harga dirinya kembali di injak injak oleh laki laki yang masih bergelar suaminya itu.
"Lebih baik kamu pergi dari rumahku, dari pada kedatanganmu membuat otakku mendidih. Lagian disini kehadiran kamu tidak ada yang menginginkannya." Sambung Laras dengan senyum mencemooh.
"Kurang ajar, miskin saja belagu kamu!" Sentak Bimo yang bukannya pergi tapi malah masuk dan menuju ke arah dapur. Matanya berbinar melihat ada banyak makanan yang kelihatan lezat. Perutnya yang sudah keroncongan langsung meronta-ronta minta di isi. Dengan semangat dan tak tau malu, Bimo langsung mengambil piring dan mengisi nasi serta lauk pauk yang membuatnya sedari tadi terus meneguk ludah.
Laras yang muak melihat tingkah suaminya, memilih pergi ke sekolah untuk menjemput Luna. Meskipun masih dua puluh menit lagi baru bel pulang. Dari pada di rumah kepalanya akan semakin pusing melihat tingkah Bimo yang sangat membuat Laras tidak nyaman.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Ayah ada dirumah, Bu?" Tanya Luna tak percaya, saat Laras memberitahu kepulangan Bimo pada putrinya.
"Iya, Luna mau beli apa sebelum kita pulang?" Tanya Laras yang selalu membagi rejekinya untuk menyenangkan putrinya.
"Mau beli yogurt sama susu kotak boleh kan, Bu?" Sahut Luna yang kembali antusias, padahal sempat berwajah masam saat mendengar kepulangan ayahnya.
"Boleh, beli juga jajan yang lainnya, Alhamdulillah ibu dapat rejeki lebih hari ini." Sahut Laras dengan hati yang terus mengucapkan syukur. Melihat putrinya bahagia dan ceria adalah obat dari segala rasa sakitnya.
Setelah membeli beberapa cemilan untuk Luna, Laras kembali melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan lambat. Rasa malas dan muak bertemu dengan Bimo membuatnya tidak mau pulang ke rumah. Tapi Laras tidak ingin egois, bagaimanapun Luna juga berhak bertemu ayahnya. Meskipun Kaluna juga tidak menyukai kehadiran ayah kandungnya, bagaimanapun Laras tidak tau isi hati anaknya.
"Cantik, sudah pulang sekolah? Ayah kangen loh." Sambut Bimo yang tersenyum lebar melihat kedatangan putrinya. Luna bahkan tidak bereaksi apapun, wajahnya datar tanpa ada senyuman sedikitpun.
"Wah, jajannya banyak banget. Ayah minta dong." Kembali Bimo membuka suara untuk mencari perhatian anaknya, namun lagi lagi Luna hanya diam saja tak menanggapi. Gadis yang baru beranjak remaja itu dengan cepat melangkah masuk ke dalam kamarnya, lalu dengan cepat menutup pintunya. Laras hanya diam acuh tak acuh melihat pemandangan di depan matanya. Bukan salah Luna sepenuhnya jika mengabaikan ayahnya, karena memang selama ini Bimo lah yang tak pernah perduli dengan putrinya.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..