Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Off Road
"Mbak Runi, jangan jauh - jauh dari aku. Nanti kalau mbak hilang, aku di cincang sama Mas Abi." kata Agil sebelum mereka memulai perjalanan.
"Tenang aja, Gil. Amaan." jawab Runi sembari mengacungkan jempolnya.
Ia bersama Agil dan lima teman Agil sudah berada di jalan masuk Tracking.
"Nanti kita lewat hutan, sungai kecil, jalan berlumpur juga. Mbak Runi hati - hati loh ya!" Lagi, Agil mengingatkan. Ia cukup ketar ketir membawa Runi dalam perjalanannya kali ini.
Bukan karena Runi tak bisa mengendarai motor, Agil sudah melihat sendiri bagaimana skil dokter cantik itu dalam melewati jalanan menuju ke area track. Tapi dia takut akan di omeli Abi nantinya jika sampai Runi terluka. Agil sendiri tak pernah tau bagaimana di perjalanan nanti.
"Gil, ini motor Mas Abi enak banget di pakenya. Beda sama motor di rumah." Celetuk Runi.
"Ya iyalah mbak. Ini motor bukan sembarang motor." Jawab Agil.
"Terus apa? Gak mungkin bisa meringkik kan?" gurau Runi.
"Kuda kali mbak, meringkik." ujar Agil sembari mengikuti suara kuda. Tak ayal hal itu membuat semua orang tertawa.
"Punya pak Sekdes itu motor mahal bu dokter, harganya saja hampir seratus lima puluh juta." Timpal salah satu rekan Agil.
"Hah? Serius? Ada motor trail harga segitu?" tanya Runi.
"Ya itu, yang mbak kendarai." jawab Agil.
"Wuaaahhh luar biasa memang pak Sekdes!" Runi geleng - geleng kepala.
"Wajar, mbak. Mas itu duitnya gak berseri, kalo beli kayak gitu mah kecil. Coba mbak minta yang lebih mahal, pasti di beliin Mas." Agil mulai mengkompori.
"Ada yang lebih mahal lagi?" tanya Runi yang kaget.
"Adalah mbak!" jawab Agil bersemangat.
"Gak mau ah, sayang uangnya." jawab Runi yang membuat Agil mencebik.
"Ayolah jalan keburu hujan." Ajak salah satu rekan Agil. Mereka pun memulai perjalanan mereka.
Runi tampak menikmati perjalanannya. Hampir semua medan, mampu ia kuasai. Andai saja dia tau dari lama, pasti dia akan sering ikut Agil bermain motor trail. Sayangnya, kemarin - kemarin ia sangat sibuk mengurus balai kesehatan.
Kini mereka berhenti di dekat sebuah air terjun kecil yang pemandangannya sangat memanjakan mata. Runi, Agil dan rekan - rekannya turun dari motor untuk minum dan membasuh wajah.
"Baru tau kalau ada air terjun ini. Huwaaaa bagus banget! Airnya segeer" Girang Runi.
"Refreshing terbaik sih ini! Telat banget taunya! Padahal udah satu setengah bulan di sini." Imbuh Runi kemudian.
"Makanya sering - sering main sama aku, mbak. Kalo sama Mas Abi, taunya cuma kerjaan aja." Goda Agil.
"Tapi lebih seru sama Mas Abi. Udah terlanjur nyaman soalnya." Jawab Runi sembari menjulurkan lidahnya, meledek Agil.
"Dasar, dokter bucin! Padahal aku gak kalah ganteng lho, mbak! Gak malu - maluin lah kalo di ajak jalan." kata Agil.
"Heh! Bocah gemblung! Kowe arep nikung Mamasmu ta? Arep di untal opo arep di dadekne pakan boyo kowe? (Heh! Anak setres! Kamu mau nikung Mamasmu to? Mau di makan apa mau di jadikan makanan buaya kamu?)" Ledek rekan Agil yang membuat mereka tertawa.
"Yo ra mungkin to, cah! Aku lho iseh pingin urip. Gur melas karo calon iparku iki. Bendino di pakani kerjanan karo bapak lan anake. (Ya gak mungkin to, bro! Aku lho masih mau hidup. Cuma kasihan sama calon iparku ini. Setiap hari di kasih makan kerjaan sama bapak dan anaknya.)" Gelak Agil.
"Lha yo apik to, nduwe kerjanan. Timbang kowe pengangguran, mung mbebani wong tuwo tok! (Lha ya bagus to, punya kerjaan. Dari pada kamu pengangguran, cuma membebani orang tua saja.)" Sahut rekan Agil yang lain.
"Jiiiangkrriikkk! Asem tenan." Ujar Agil yang memecah tawa Runi juga rekan - rekannya.
Jalur off road yang menantang, membuat Runi semakin bersemangat. Baik jalanan berbatu maupun jalanan licin berlumpur, berhasil ia libas. Hujan yang mulai turun pun tak mengurangi semangatnya menaklukkan track.
"Mbak. itu tanjakan terjal, kalau gak bisa, aku boncengin saja, licin soalnya." Tawar Agil.
"Aman, Gil. Tenang aja!" Jawab Runi percaya diri saat melihat tanjakan tanah licin yang sangat terjal.
"Tenan e mbak? Lunyu lo iku. Aku iki sing wedi mbak Runi kepleset. (Beneran mbak? Licin lo itu. Aku ini yang takut mbak Runi kepleset.)" Khawatir Agil.
"Coba dulu, Gil. Penasaran soalnya." keukeuh Runi.
"Wes karepmu lah, mbak. (Sudah terserah lah, mbak.)" pasrah Agil pada akhirnya.
Agil mengajak rekan - rekannya turun dari motor dan berjaga di sekitar tanjakan. Ia benar - benar takut kalau calon kakak iparnya itu jatuh.
"Mbak, hati - hati! Kalau gak mampu, buang aja motornya, mbak Runi lompat dari motor." Titah Agil.
"Nanti motor Mas Abi rusak?" tanya Runi.
"Biarin aja, yang penting mbak selamat. Mas juga gak bakal marah kalo mbak Runi yang rusakin motornya." kata Agil yang di jawab acungan jempol oleh Runi.
Ternyata tak hanya Agil, kelima rekannya pun tampak tegang melihat Runi yang sedang mengambil ancang - ancang.
"Nekat tenan cewek e Masmu, Gil. Dene ra ngerti po, nak Mas Abi gualak pol! Dene seng arep nanjak, aku seng ndredek. (Nekat banget pacarnya Masmu, Gil. Dia gak tau apa, kalau Mas Abi galak banget! Dia yang mau menanjak, aku yang gemeteran.)" ujar salah satu rekan Agil.
"ssssttt!!! Menengo, ojo nggawe aku tambah ndredek. Ket mau aku yo sar ser wisan. (Ssstttt! Diemlah, jangan bikin aku tambah gemetaran. Dari tadi aku ya dag dig dug udahan.)" sahut Agil.
"Jalan Gil!!" seru Runi tepat sebelum ia mulai menanjak.
Awalnya terlihat mulus, namun, saat hampir sampai di atas, Runi tiba - tiba oleng dan braaaakkkkkk! Runi jatuh terpental, sementara motor yang ia kendarai meluncur bebas siap menimpa dirinya.
"Duh Gusti! Mbak Runi. Kan tenan to, opo leh ku muni! Modiaaarr aku! (Ya Allah! Mbak Runi. Kan benar apa kataku! Mati aku!)" seru Agil sembari berlari, berusaha menangkap Runi yang terperosok ke bawah.
Untung saja rekan - rekannya yang berjaga berhasil meraih dan menahan motor trail yang Runi kendarai hingga tak sampai menimpa tubuh Runi.
"Mbak, mbak gak apa - apa mbak?" tanya Agil panik.
Sementara Runi tampak santai walaupun tubuhnya belepotan tanah berlumpur.
"Aman Gil! Tapi lututnya agak nyeri karena kebentur." jawab Runi.
"Ealah, mbak... Mbak. Hampir aja jantungku silaturahmi sama ginjal saking kagetnya. Itu kalau mereka gak berhasil nahan motornya, wes alamat, jelas jadi MIE AGIL CINCANG aku!" omel Agil.
"Hahahahaha! Maaf ya, bikin khawatir." kata Runi yang justru tertawa tanpa dosa.
"Penasaran, Gil. Kalo udah coba gini kan jadi tau rasanya. Jadi pingin coba lagi." Imbuh Runi.
"Gak usah nyari mati ya, mbak. Masalahnya aku yang mati, bukan Mbak Runi. Gak ada coba lagi! Tuh motornya udah di naikin temenku ke atas. Ayo mbak Runi naik sama aku!" titah Agil tak mau di bantah. Kejadian barusan cukup membuatnya hampir mati berdiri karena cemas.
"Hehe ok!" Runi menurut karena melihat wajah cemas Agil dan lima rekannya.
Setelah sampai di garis finish, mereka langsung kembali ke rumah masing - masing karena hujan gerimis yang sedari tadi mengguyur tak kunjung berhenti.
...****************...
"Loh bu, motor trail pada kemana?." Tanya Abi pada bu Lastri saat melihat motornya dan motor Agil tak ada di tempatnya.
"Di bawa Agil sama genduk off road, nang." jawab bu Lastri.
"Haa? Apa bu? Runi yang bawa? Kok ibu izinin to? Nanti kalau kenapa - kenapa gimana?" Omel Abi yang tiba - tiba panik.
"Kowe ki, nang. Ojo terlalu ngekang ngono kuwi. khawatir oleh, tapi ojo terus opo - opo gak oleh, melas genduk! Mengko nak genduk e ora betah karo kowe piye? (Kamu ini, nak. Jangan terlalu mengekang seperti itu. Khawatir boleg, tapi jang lalu apa - apa gak boleh, kasihan genduk! Nanti kalau genduknya gak betah sama kamu gimana?)." Nasihat bu Lastri.
"Njih, bu." Jawab Abi pasrah, walaupun keresahan tak bisa ia tutupi.
"Lha kuwi wis do teko. (Lha itu, sudah pada sampai.)" Ucap bu Lastri.
Baik bu Lastri maupun Abi, sama - sama keluar rumah untuk melihat kedatangan Agil dan Runi.
"ASTAGHFIRULLAH, YA ALLAH GUSTI! PARINGONO SABAR SING KATAH KAGEM HAMBAMU NIKI!. (Astaghfirullah, Ya Allah gusti! Berikanlah kesabaran yang besar untuk hambamu ini!)" Ujar Abi saat melihat Runi dan Agil yang hanya bisa cengar cengir.