Menyukai seseorang adalah hal yang pribadi. Zea yang berumur 18 jatuh cinta pada Saga, seorang tentara yang tampan.
Terlepas dari perbedaan usia di antara keduanya, Zea adalah gadis yang paling berani dalam mengejar cinta, dia berharap usahanya dibalas.
Namun urusan cinta bukanlah bisa diputuskan personal. Saat Zea menyadari dia tidak dapat meluluhkan hati Saga, dia sudah bersiap untuk mengakhiri perasaan yang tak terbalaskan ini, namun Saga baru menyadari dirinya sudah lama jatuh cinta pada Zea.
Apakah sekarang terlambat untuk mengatakan "iya" ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANUVER CINTA~PART 6
Zea menjejerkan 3 lembaran uang yang udah mateng-mateng, menguarkan aroma-aroma kerjasama terselubung di depan dashboard dengan maksud memberi bonus bersyarat pada pak Cokro, wanginya tuh enak, manis, meski tak seperti mangga harumanis.
"Tuh pak, nikmat Tuhan mana lagi yang bapak dustakan, 300 ribu buat bapak jajan...ngga usah pulang, Zea kasih bapak tiket nonton bioskop deh, atau bapak mau ke Ancol? Ketemu si manis di jembatan gituh misalnya?" tawar Zea layaknya sales wi-fi yang lagi door to door.
Zea mengatupkan kedua tangannya di depan memohon seperti gerakan berdo'a, "ya pak ya....please--please! Mamih ngga akan tau kalo bapaknya ngga pulang duluan, biar nanti kalo mamih nelfon bapak, jawab aja lagi nemenin Zea di rumah Clemira, jam 5 nanti kita ketemu di depan markas besar tempat Cle tinggal," mohonnya.
"Aduh non, nanti saya yang kena diomelin ibu. Kalo sampe di pecat mau makan apa keluarga saya," tolaknya.
"Ahhh, bapak----" Zea merengek.
"Saya takut non Ze kenapa-napa kaya yang sudah-sudah, mana ngga punya SIM." jelasnya lagi, pak Cokro cuma bisa ngelus dadha dengan kelakuan anak jaman sekarang, ya...termasuk anak majikannya itu.
Mentang-mentang anak horang kaya, rata-rata tuh... banyak tingkahnya. Zea tak ubahnya remaja tanggung yang sedang senang-senangnya meng-explore hal baru, mencari jati diri dan senang melakukan hal yang menurutnya menantang serta hal keren versi dirinya.
Untungnya ia bukan anak menteri tukang korup dan ia cinta damai, jarang membully teman sendiri meski tak jarang berlaku usil. Meski hedon tapi halal, hasil jerih payah sang papa dan mama mengembangkan bisnis.
Wajah Zea berubah menyedihkan mirip anak ngga dikasih jajan setaun ketika mendapatkan penolakan dari pak Cokro, ia benci dengan penolakan.
"Oke, kalo bapak tetep mau ikut kemanapun Zea pergi buat ngawal. Tapi Zea mau ada di kursi stir..." wajahnya berubah drastis menjadi sengit bercampur sinis plus bau karbit, ia memasukan kembali uang miliknya ke dalam saku baju seragamnya.
Tanpa mau penolakan lagi, Zea mengusir pak Cokro dari kursi kemudi, memintanya mundur ke kursi belakang.
"Aduh non, jangan non..." ucapnya namun tak urung ia menurut karena paksaan Zea.
Zea masuk ke bangku pengemudi setelah berhasil meng-eliminasi pak Cokro, yang sayangnya terlalu baik itu.
Zea memang sewadidaw itu, tak tanggung-tanggung, ia meminta mobil dengan tipe cabriolet untuknya pulang pergi kemanapun termasuk untuk sekolah. Yang kalo pake itu kadar kegantengan atau kecantikan seseorang nambah 300 persen.
Tiit!
Zea membunyikan klakson mobil meminta beberapa siswa lain menyingkir dari jalanannya termasuk suara klakson itu ia tujukan pada sohibnya, "Cle!"
Ia memencet tombol membuat atap mobil itu terbuka ke belakang, meski mini-minian cooper, namun mobil mewah itu terlihat begitu mahal di jalanan, spesies yang memakai pun terbilang langka, dan mungkin bisa dinobatkan sebagai kaum hedon yang hakiki, dan salah satunya adalah Zea.
Clemira menoleh ke belakang, "njirrrr! Auto cantik kaya Lisa dong gue naik beginian!" ujar Clemira melihat Zea di belakang kemudi mobil, padahal keluarganya pun bisa dibilang orang tajir melintir di negara ini, tapi abi Ray lebih suka membekalinya dengan pengawal berkuda besi jenis bebek atau mobil sejuta umat yang merakyat, tak seperti Zea yang bermandikan harta nan manja.
"Naik sist!" pinta Zea, menaikan kacamata hitamnya sehingga itu bertengger di atas kepala dengan cantiknya.
Clemira menjatuhkan pandangan pada pak Cokro yang nyempil di pojokan belakang mobil mirip penampakan.
"Dasar sableng!" Clemira menggelengkan kepalanya.
"Non," angguk pak Cokro tersenyum getir pada Clemira.
Clemira masuk ke kursi samping pengemudi, "lo apain pak Cokro sampe sawan gitu, ya ampunnn...bapak nyempil di pojokan, ngga kapok pak, ngasih stir sama nih orang?!" tawa Clemira. Zea memandang supirnya sambil terkekeh, "engga gue apa-apain, abisnya pak Cokro disuruh senang-senang malah kekeh ngikut, ya udah..."
Clemira memakai sabuk pengamannya, "lo yakin mau nyetir? Jangan gegabah, gue ngga mau mati muda, Milah!" ujar Clemira membuat decakan tercipta dari mulut Zea, Clemira memang otak cetek! Dibilangin ngga suka pake panggilan Jamilah, ia malah sengaja selalu memanggilnya dengan nama Jamilah.
"Zea Cle! Zea! No Jamilah! Please deh, taun milenial gini udah ngga jaman nama Jamilah--- lagian mami sama papi apa-apaan lagi, pake ngasih nama ada Jamilahnya!" manyun Zea menarik tuas yang digenggamnya sejak tadi lalu menginjak pedal gas.
Clemira terkekeh, "lo yang be go peak! Jamilah tuh cantik artinya!" toyor Clemira.
Ia sama gilanya seperti Zea, Clemira memang sudah ijin pada Ray untuk pulang bersama Zea yang akan bertandang ke rumah biru melepaskan seatbeltnya lalu tanpa aba-aba naik ke atas kursi dan duduk di sandarannya, ia merentangkan kedua tangan merasakan sapuan angin siang di ibukota yang panas, biar kaya di pelem-pelem bollywood.
"Huuuu!" seru Clemira excited, beberapa siswa sekolah yang cukup mengenal mereka saling bertegur sapa, siapa pula yang tak mau disapa oleh duo cewek kece badai di sekolah mereka ini.
"Cle, Ze!"
"Hm," angguk singkat Clemira dan Zea.
Si al betul pak Cokro diciptakan diantara kedua gadis ini, "non, aduhhh jangan gitu nanti jatuh gimana..." ia menggaruk kepalanya, Clemira menoleh ke belakang bersama dengan surai rambut yang berterbangan tak karuan karena Zea membawa mobil melesat membelah jalanan ibukota.
"Jatuh mah ya ke bawah pak." Jawab Clemira.
Zea ikut tertawa, "kamvrett emang. Ya iyalah ke bawah! Ngga papa pak, tenang aja, dia mah anak prajurit tangguh, udah biasa lah menantang maut gini!"
Si al---sungguh si al, bisa-bisa pak Cokro punya penyakit jantung jika begini terus.
"Wooohhhooo!" seruan Clemira ketika Zea menginjak pedal gas dan menaikan speedometer mobilnya.
"Aduh non Ze, jangan kenceng-kenceng, nanti kena tilang! Takut nabrak juga kaya waktu lalu!" jerit pak Cokro beradu dengan angin, tapi kedua gadis ini malah tertawa tergelak, dasar gadis gadis saravvvv!
"Ngga apa-apa pak. Santai aja kaya di pantai, selow kaya merk sendal...low...low...low..." jawabnya. Boro-boro santai kaya di pantai, pak Cokro sudah komat-kamit beristighfar, bukan apa-apa, anaknya 2 masih kecil-kecil, ia takut jika nanti majikannya tau kalau ia lalai akan amanah dan berujung dipecat.
Beberapa belas menit, jarak yang ditempuh Zea. Mereka sudah berada di depan markas biru. Ia sudah paham betul jika masuk kesini sudah pasti akan melewati pos serambi depan.
"Om," sapa Clemira diangguki oleh tentara yang berjaga. Siapa pula yang tak mengenal si flying dutchman yang sekarang sudah memiliki pangkat cukup tinggi di kesatuan.
"neng Cle," angguk mereka mendapati Clemira di bangku samping pengemudi.
Gerbang terbuka lebar agar mobil bisa masuk, Zea kembali menginjak pedal gas secara perlahan memasuki komplek militer, tak seperti tadi di jalanan.
"Masih gini-gini aja!" imbuh Ze, membuat Clemira menaikan alisnya, "maksud L?"
"Sejauh mata memandang, gue berasa lagi di Pandora..."
"Hahaha, dasar ga waras! Terus mau lo apa? Polkadot? Minion? Atau Fairytopia?" tanya Clemira.
"Ungu terong kek, sarikaya gitu," fokusnya tetap pada jalanan, menurunkan kembali kacamatanya menuju ke arah blok jajaran rumah perwira di area depan.
Terlihat rumah yang tidak sebesar rumah Zea namun pula tidak kecil.
Clemira turun duluan dari mobil dengan menggendong ransel kecilnya dan berlari masuk, "assalamu'alaikum!"
Sementara Zea memasukan terlebih dahulu mobil ke dalam carport dimana disana ada mobil dinas Rayyan dan 2 buah motor.
"Saya nunggu di mobil aja non," ujar pak Cokro diangguki Zea yang menaikan kembali atap agar tertutup kembali.
"Iya, nanti Zea kirimin sajen...mau masuk juga ayok aja pak, takutnya nanti bosen di dalem mobil, bisa-bisa bapak mateng kaya tape..." kekehnya, pak Cokro hanya mengulas senyuman, "engga non, tenang aja."
"Ze! Masuk!" Clemira menyembulkan kembali kepalanya ke arah luar rumah meminta temannya itu masuk.
"Iya." Zea turun dari mobil dan mencangklok tasnya di sebelah pundak.
"Tante Eyiiii!" teriaknya masuk, "assalamu'alaikum!"
Langkahnya terhenti di gawang pintu rumah untuk membuka sepatunya.
"Wa'alaikumsalam."
Zea membungkuk hingga membuat kacamatanya jatuh ke lantai, "eh," ujarnya memungut.
"Hay cantik, tumben baru kesini lagi?!" Eyi menyapanya, Zea mendongak, ia cukup terkejut karena ternyata dirinya kini sedang diperhatikan beberapa orang, bukan hanya Eyi saja.
Ia tersenyum lebar sampai-sampai matanya menyipit ketika mengenal seseorang lagi disana, "eh ada abang ganteng!"
Saga dengan tanpa ekspresi menatap Zea, bocah ini lagi....
.
.
.
.
.