Bian, seorang pria berusia 30-an yang pernah terpuruk karena PHK dan kesulitan hidup, bangkit dari keterpurukan dengan menjadi konten kreator kuliner. kerja kerasnya berbuah kesuksesan dan jadi terkenal. namun, bian kehilangan orang-orang yang di cintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D.harris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Hari itu, Bian sedang memantau kedainya yang semakin ramai. Usianya hampir menginjak 40 tahun, rambutnya yg agak panjang sedikit memutih di ikat model man bun. Fisik bian juga masih terlihat fit karena ia rajin olah raga. bian sudah lama setahun berhenti merokok. Semua ia lakukan agar bisa selalu menjaga sabda. semangatnya tetap tinggi untuk menjaga bisnis dan membesarkan Sabda.
Di salah satu sudut kedai, matanya tertuju pada seorang wanita yang duduk sambil memeriksa laptopnya. Rambut hitamnya tergerai rapi, kulitnya sawo matang, wajahnya anggun, dan senyumnya tenang saat berbicara dengan seorang rekannya. Wanita itu terlihat berbeda dari pelanggan biasanya.
Bian teringat momen pertama kali ia bertemu dengan Nada. Hatinya terasa hangat, meski juga bercampur rasa rindu.
Setelah wanita itu selesai berbicara dengan rekannya, Bian mendekat untuk memastikan semuanya baik-baik saja. “Selamat siang, apa kopinya sesuai selera?” tanyanya ramah.
Wanita itu menatapnya dengan senyum sopan. “Sangat enak. Suasana kedai ini juga nyaman sekali,” jawabnya.
“Terima kasih. Saya pemilik kedai ini, Bian,” kata Bian sambil mengulurkan tangan.
“Rissa,” jawab wanita itu, menjabat tangan Bian. “Saya pemilik toko roti strawberry di daerah Canggu.”
Bian mengangguk. “oh, Toko roti terkenal itu, ya? Saya sering dengar namanya. Terima kasih sudah mampir ke sini.”
Rissa tertawa kecil. “Kebetulan sedang mencari inspirasi. Kedai ini punya nuansa yang pas untuk itu.”
Setelah pertemuan itu, Bian tak bisa mengabaikan bayangan Rissa. Ada sesuatu tentang wanita itu yang mengingatkannya pada Nada, tetapi juga memberinya rasa penasaran yang baru.
Beberapa hari kemudian, Bian memberanikan diri untuk mengunjungi toko roti Rissa. Toko itu kecil namun penuh dengan aroma manis dan suasana hangat. Rissa tampak sibuk melayani pelanggan, tetapi matanya berbinar saat melihat Bian.
“mas bian! ada yang bisa di bantu?” tanyanya sambil menghampiri.
“Saya penasaran. Mau lihat toko roti yang sering disebut-sebut orang,” jawab Bian dengan senyum.
Rissa tertawa kecil. “Senang sekali anda mampir. Mau coba beberapa roti spesial kami?”
Bian mengangguk, lalu mereka berbincang sambil menikmati roti dan kopi. Percakapan mereka terasa ringan, penuh tawa, tetapi juga dalam. Bian merasa nyaman berada di dekat Rissa, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.
Namun, di sisi lain, bayangan Nada masih menghantui. Ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia siap membuka hatinya lagi?
......................
Ide kerja sama antara Bian dan Rissa muncul begitu alami. Di suatu sore, ketika Rissa mampir ke kedai, mereka berbincang panjang lebar tentang bisnis.
“mas, bagaimana kalau kita buat menu paket kopi dan roti?” usul Rissa. “Roti kami cocok sekali dengan kopi dari kedai kamu.”
Bian mengangguk, merasa ide itu menarik. “Bisa jadi peluang besar. Kita coba, ya? Aku akan buat promosi di media sosial.”
Mereka memutuskan untuk membuat menu paket bernama "Double date" terdiri dari kopi pilihan dan roti spesial buatan Rissa. Dengan kreativitas Rissa dan pengalaman Bian dalam memasarkan produk di media sosial, promosi mereka langsung menarik perhatian.
Beberapa hari kemudian, pesanan menu paket itu melonjak. Kedai Bian dan toko Rissa sama-sama menikmati keuntungan besar dari kolaborasi tersebut.
......................
Kesibukan kerja sama membuat Bian dan Rissa sering bertemu. Meski usia mereka terpaut cukup jauh—Bian hampir 40 dan Rissa baru 25—mereka merasa nyaman satu sama lain.
Suatu malam, setelah menutup kedai, Bian dan Rissa duduk di teras kedai sambil berbincang.
“Kamu benar-benar pekerja keras, ya, Rissa,” kata Bian, mengagumi semangatnya.
Rissa tersenyum kecil. “Saya masih belajar banyak, kok. Tapi mas… saya juga kagum sama kamu. Membesarkan Sabda sendirian sambil membangun bisnis? Itu luar biasa loh.”
Bian terdiam sejenak. “Kadang aku ngerasa lelah, tapi Sabda selalu jadi alasan untuk terus maju. Dan kamu, rissa… terima kasih ya sudah membantu aku menemukan semangat baru"