Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggil Mama
"Hei bocah... Panggil aku dengan panggilan mama!" ucap Arlin memberi perintah.
Setelah Aldo keluar dari kamar tadi, Arlin mencoba mencari topik pembicaraan agar suasananya tak terlalu canggung. Namun yang namanya jiwanya merupakan jiwa Lili sehingga apa pun yang keluar dari mulutnya tak sinkron dengan apa yang dipikirkannya. Inginnya ia berucap lembut agar bocah cilik ini bersimpati dan luluh padanya namun yang keluar malah seperti ucapan perintah.
Sedangkan Kei sendiri sedari berada di rumah sakit hingga kini merasakan ada sesuatu yang aneh pada wanita didepannya ini. Dulunya setiap ia dekati selalu omelan dan bentakan yang ia dapatkan hingga ia ketakutan terus memilih menjauh. Namun sekarang malah mamanya itu ingin selalu mengajaknya berbicara dan dekat dengannya.
"Apa cih? Naneh..." ucap Kei dengan perasaan anehnya.
"Maafkan mama. Mama tahu kalau mama banyak salahnya denganmu,..."
"Nemang, nyanyak cekali calahna." ucap Kei memotong ucapan dari Arlin.
Ucapan dari Arlin itu langsung dipotong oleh Kei membuatnya mengerucutkan bibirnya. Lili mengutuk Arlin yang mungkin kini sedang bersenang-senang di alam sana. Sedangkan dirinya harus terjebak dalam rangga Arlin yang ternyata mempunyai banyak masalah terutama tingkahnya yang minus. Ingin dirinya saja yang pergi dari dunia ini toh dia sudah tak ada yang mau mengharapkannya kembali.
Kecuali sahabat dan kekasihnya yang mungkin saat ini tengah bersedih karena dirinya mengalami koma. Walaupun ia juga tak yakin apakah raganya itu masih hidup atau tidak saat ini, namun dari penjelasan Arlin asli dalam mimpinya tentu keyakinannya begitu kuat. Ia bisa kembali ke dalam tubuh aslinya setelah misinya selesai. Dan nanti saat kakinya ini sudah bisa berjalan, ia akan menemui sahabat juga kekasihnya itu untuk memberitahu bahwa ia hidup dalam raga oranglain.
"Ya makanya maafkan mamamu ini. Mama janji akan berubah bahkan menemanimu bermain, jalan-jalan di mall, dan memasakkan makanan untukmu." ucap Arlin dengan tatapan memelasnya.
Kei yang mendengar hal itu langsung menatap mata mamanya yang kini menampilkan raut sendunya. Kei tak ingin percaya begitu saja dengan perubahan mamanya. Ia hanya takut jika nanti harapannya dijatuhkan saat ia sudah mulai terbiasa dengan perhatian dari sang mama. Namun keyakinan yang ia dapat dari dalam mata mamanya membuat Kei menganggukkan kepalanya walaupun sedikit ragu.
Arlin yang melihat anggukan kepala dari Kei itu sontak saja langsung kegirangan hingga refleks memeluh tubuh kecil anaknya. Arlin juga langsung menciumi pucuk kepala Kei berulangkali membuatnya tak sadar kalau kini Kei sudah tersenyum tipis. Sedangkan keduanya juga tak menyadari adanya seseorang yang sedari tadi mencuri dengar didepan pintu kamar.
"Perlakuanmu bahkan sudah berubah pada anak kita. Kapan perasaanmu berubah menjadi cinta padaku?" gumam seseorang yang masih berdiri didepan pintu yang tak lain adalah Aldo.
***
"Ehemmm... Ini makanannya." ucap Aldo sambil berdehem.
Menghiraukan perasaannya yang kini tengah kacau balau, Aldo memilih untuk segera masuk dalam kamar. Saat masuk, mereka tak menyadari akan kehadiran dirinya karena masih asyik berpelukan. Mendengar suara deheman itu segera saja keduanya melepaskan pelukannya itu kemudian menatap polos kearah Aldo.
"Ini makanannya." ucap Aldo yang kemudian meletakkan nampan berisi makanan diatas ranjang.
Aldo segera berjalan menjauh dari ranjang setelah meletakkan makanan itu. Ia kembali duduk di sofa yang kini langsung disibukkan dengan laptop didepannya. Sedangkan Kei dan Arlin langsung memakan makanan yang ada didekatnya.
"Ini..." ucap Arlin sambil meletakkan sendok berisi nasi didepan mulut kecil Kei.
Tentunya Arlin tahu kalau Kei juga belum makan siang karena memang ikut menunggunya di rumah sakit. Arlin terus menyuapi secara bergantian dirinya dengan anaknya itu. Keduanya seakan menikmati kebersamaan itu tanpa menghiraukan kehadiran Aldo yang ada disana.
Aldo yang melihat keduanya asyik dengan kegiatannya pun hanya bisa mendengus kesal. Ia tak menyangka jika keakraban antara keduanya itu ternyata membuatnya iri. Ada rasa iri di hatinya saat melihat keduanya begitu akrab membuatnya juga ingin merasakan hal itu.
"Hole habis." ucap Kei sambil bertepuk tangan walaupun raut wajahnya masih lah datar tanpa senyuman.
Namun ini merupakan perkembangan yang sangat pesat. Pasalnya selama ini Kei jarang sekali menunjukkan apa yang disukainya dan bertingkah layaknya anak kecil seperti ini. Aldo yang melihatnya tentu langsung tersenyum tipis namun Arlin masih tampak kebingungan.
"Kalau senang makanannya bisa habis itu harusnya senyum gini dong." ucap Arlin sambil menarik garis senyum didekat bibir anaknya dengan kedua tangannya.
"Wah... Anak mama tambah tampan lah ini kalau senyum begini." seru Arlin dengan hebohnya.
Padahal Kei hanya tersenyum dengan dipaksakan karena kedua tangan mamanya itu masih berada didekat bibirnya. Tanpa sadar sudut bibirnya berkedut karena tak menyangka dengan seperti ini sudah membuat mamanya senang.
"Buat lah mama amnesia selamanya, Tuhan. Biar dia sayang sama Kei seterusnya seperti ini." batin Kei dengan menatap mata mamanya yang terus berbinar cerah.
Bahkan Kei sampai berdo'a pada Tuhan agar mamanya hilang ingatan seterusnya agar bisa menyayangi dirinya seperti ini. Ingin rasanya ia menangis dalam pelukan sang mama karena terlalu bahagia, namun gengsinya begitu tinggi. Sedari kecil yang harus mandiri dan berpikir dewasa tentu mengubah sifatnya hingga berbeda dengan anak-anak lain yang seusianya.
***
Setelah keduanya makan siang tadi, mereka segera istirahat dengan tidur siang bersama. Sedangkan Aldo sendiri masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai dosen untuk membuat soal-soal kuis mahasiswanya.
"Kok mahasiswaku yang kemarin mengumpatiku itu nggak berangkat kuliah dua hari ini? Tak ada ijin juga, apa dia pusing karena revisi skripsi. Wah bisa dituntut nih aku kalau sampai membuat mahasiswaku depresi." gumam Aldo saat kini ia melihat daftar bimbingan mahasiswa yang skripsi.
Sebenarnya dia tak hanya membimbing satu mahasiswa saja yang seperti Lili ketahui. Namun ia membimbing delapan mahasiswa yang tujuhnya merupakan anak program karyawan. Hanya Lili sendiri yang mahasiswa dari program reguler yang semua skripsinya berada dibawah bimbingannya.
Memang berita tentang kecelakaan yang Lili alami itu sudah menyebar ke seluruh kampus. Namun hanya Aldo sendiri yang sepertinya kurang update pasalnya lebih fokus pada istrinya yang baru saja sadar dari koma.
"Ah... Mungkin belum selesai revisi makanya nggak berangkat. Orangnya aja malas begitu." lanjutnya.
Aldo segera melanjutkan kembali pekerjaannya sedangkan tanpa ia sadari ada seseorang yang mendengar gumaman dari Aldo. Dia adalah Arlin yang tentunya terkejut mendengar semua ucapan Aldo. Terlebih Aldo bilang kalau dia pemalas sehingga revisinya tak kunjung selesai. Ingin rasanya ia mengumpati Aldo didepan wajahnya namun ia sadar kalau kini tengah berada dalam raga istri dosennya itu.