Bercerita tentang seorang permaisuri bernama Calista Abriella, yang telah mengabdi pada kekaisaran selama 10 tahunnya lamanya. Calista begitu mencintai Kaisar dan rela melakukan apa saja untuknya, namun cinta tulus Calista tak pernah berbalas.
Sampai suatu peristiwa jatuhnya permaisuri ke kolam, membuat sifat Calista berubah. Ia tak lagi mengharap cinta kaisar dan hidup sesuai keinginannya tanpa mengikuti aturan lagi.
Kaisar yang menyadari perilaku Calista yang berbeda merasa kesal. Sosok yang selalu mengatakan cinta itu, kini selalu mengacuhkannya dan begitu dingin.
Akankah sifat Calista yang berbeda membuat kaisar semakin membencinya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kleo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Pertengkaran
Calista berjalan santai di istana, ia memandang bunga-bunga indah yang bermekaran, setelah tadi baru saja selesai melihat putranya berlatih.
“Kenapa baru sekarang aku melihat indahnya bunga di taman ini, dulu kenapa aku tak merasakan hal yang sama, ya, padahal sering sekali aku melewati jalan ini,” Keluh Calista.
Di tengah asyiknya memandang bunga, Selene bersama dua pembantunya lewat di depan Calista.
“Kami mengucap salam pada permaisuri kekaisaran!” ucap dua pembantu Selene.
Hal itu membuatnya Calista segera berdiri dan merapikan gaunnya, lalu berdiri khas permaisuri dengan tangan di depan.
“Pagi, Calista. Bagaimana kabarmu? Apakah sekarang kau baik-baik saja, setelah kejadian itu?” tanya Selene dengan senyum licik.
“Seperti yang kau tahu gadis rendahan, aku masih baik-baik saja,” balas Calista yang seketika membuat raut wajah Selene berubah.
“Beraninya kau menyebutku gadis rendahan, apa kau tak pernah belajar dari pengalaman yang kau punya!”
“Oh, tentu saja, aku belajar caranya menjadi gadis licik sepertimu!” jawab Calista lagi dengan wajah dingin dan suara yang keras, membuat dua pelayan di belakang Selene menunduk ketakutan.
“Aku heran, kenapa kau bisa menduduki status sebagai permaisuri. Sedangkan asal-usul putramu saja tidak jelas, dan kau mengakuinya sebagai putra kaisar? Sungguh kau wanita menjijikkan!” ucap Selene dengan wajah mengejek.
Mendengar perkataan Selene, amarah Calista tak terbendung, ia langsung menjambak rambut Selene dan menamparnya berkali-kali.
‘Praaak...!’
‘Praak...!’
‘Praak...!’
Suara tamparan yang begitu nyaring, dan Selene yang tak berdaya karna rambutnya di pegang erat oleh Calista. Membuat dua pelayannya segera melapor akan pertengkaran yang terjadi.
“Dengar! Jangan pernah sekali-kali kau menyebut putraku dengan mulut kotormu itu, apalagi menyebut yang tidak-tidak tentangnya!” teriak Calista.
“Kau meragukan anak yang jelas-jelas putra kaisar, sudah cukup kau membuatku hampir meregang nyawa, dan kini kau ingin menjelekkan putraku, aku tak memaafkanmu Selene!”
“Lepas! Lepaskan rambutku!” rengek Selene.
“Dan satu hal lagi yang perlu kau ingat! Jangan main-main denganku Selene. Apa kau mengira aku tak bisa berbuat macam-macam denganmu, jika aku mendengar satu kata tentang putraku lagi, maka aku akan membuatmu berada tiang pancang, Selene!”
Calista langsung mendorong Selene begitu saja, di mana ia terjatuh tepat di hadapan Kaisar. Leonardo pun segera membantunya berdiri.
Ya, setelah mendengar keduanya bertengkar, Kaisar beserta rombongannya segera pergi menuju tempat. Melihat Selene yang menangis dan penuh lebam, membuat kaisar geram.
Ia berjalan mendekat ke arah Calista, tapi Calista segera mengangkat lengannya.
“Berhenti! Berhenti mendekat! Kukatakan berhenti mendekat, Yang Mulia!” sergah Calista, dengan nafasnya yang masih tak beraturan. Langkah Leonardo pun terhenti.
“Saya tak menjamin keselamatan Anda di dekat saya, Yang Mulia. walau Anda seorang ahli pedang, tapi saya orang yang nekat!” ucap Calista yang mencoba mengatur nafasnya.
“Apa yang terjadi denganmu Calista, kenapa kau memukul Selene?” tanya Leonardo pelan.
“Dia meragukan putraku, dia meragukan Theodore sebagai putramu. Aku tak akan memaafkan seseorang yang telah menjelekkan putraku!” teriak Calista.
“Lalu kau menamparnya? Hanya karna itu? Sikapmu itu tak mencerminkan seorang permaisuri , Calista!” gertak Kaisar.
“Sudah cukup! Sudah cukup Anda berbicara tentang peraturan istana jika Anda sendiri tak pernah mematuhinya!”
“Calista kau itu seorang__”
“Anda masih membelanya, Yang Mulia? Berarti Anda juga meragukan putraku? Anda meragukan Theodore?” tanya Calista yang memotong perkataan Kaisar.
Pertanyaan Calista seketika membuat kaisar terdiam, ia tak bisa berkata apa pun. Masih yang di tempat yang sama, mata Calista yang penuh amarah itu perlahan berubah sendu menatap Leonardo.
Melihat suaminya yang terdiam, Calista tertawa hampa “Sudahlah, Yang Mulia. Percuma saya membicarakan apa pun pada Anda. Karna di mata Anda saya tak pernah benar. Pusat segala kesalahan adalah saya, bukan begitu?”
Calista meninggalkan Taman dengan melepas mahkota di atas kepalanya dan melemparkannya ke arah Kaisar, deting suara mahkota itu pun memecah kesunyian.
Semua mata yang melihat, menatap Calista yang pergi, dan bersamaan dengan mahkota yang hancur, Kaisar merasakan sakit di dadanya, Leonardo tak bisa berkata apa pun, wajah sendu Calista selalu terbayang di benaknya.
“Yang Mulia, tubuhku sakit!” keluh Selene.
“Pelayan bawa dia ke kamar, dan panggilkan tabib istana untuknya!”
Sesampainya di kamar, Calista menyuruh para pelayannya untuk keluar.
“Daisy, Elisha, Alie, tolong tinggalkan kamarku, aku butuh waktu sendiri,”
Melihat sikap Tuannya yang tak karuan, ketiganya mengerti jika baru saja terjadi masalah, dengan segera ketiganya meninggalkan kamar.
Calista yang sendirian, mulai menutup tirai jendela, dan mematikan lilin. Di tengah kegelapan ia meluapkan rasa kekesalannya. Ia duduk bersandar di samping ranjang, menyesuaikan nafasnya yang masih saja tak beraturan.
“Ayolah, Calista ini bukan apa-apa!”
“Kau pasti bisa!”
“Jangan menangis!”
...****************...
Di istana pangeran, Theodore disibukkan dengan tugas yang di berikan sang guru untuknya. Tapi entah mengapa sejak tadi ia terus mengerjakan tugasnya dengan tergesa, wajahnya pun menampakkan kekhawatiran.
Ya, setelah mendengar kabar sang ibu, Theo jadi tak tenang, ia sama sekali tak fokus akan pekerjaannya, dan ingin sekali pergi menemui sang ibu.
“Bagaimana keadaan ibu sekarang? Aku berharap dia baik-baik saja,”
Sekian lama berkutat dengan tugas dan malam telah tiba, Theo akhirnya selesai. Ia segera merapikan kertas-kertasnya dan pergi dari istana pangeran ke istana putih, tempat di mana Calista tinggal.
Hatinya yang tak tenang membawa langkahnya begitu cepat, hingga ia sampai di pintu kamar sang ibu. Theo tak serta merta masuk, ia melihat dari jendala betapa gelapnya ruangan itu.
Perasaan Theo semakin berkecamuk, apa yang terjadi dengan ibu kesayangannya? Apakah ia baik-baik saja? Kebimbangan itu membulatkan langkah Theo untuk masuk. Dan benar saja, ruangan itu gelap, hening, dan hanya suara tirai yang tertiup angin yang terdengar.
Theodore mengamati seluruh ruangan, ia mencari sosok sang ibu, yang ternyata duduk bersandar di atas ranjangnya. Menyadari kehadiran putranya, Calista menoleh.
“Theo, kau datang menemui ibu? Ayo, kemarilah, duduk di samping, ibu,” Panggil Calista lirih.
Theodore segera menghampiri sang ibu, ia duduk di tepi ranjang sambil menatap lekat Calista.
“Ibu, kau tak papa. Tidak ada yang terluka kan? Ibu baik-baik saja kan?” tanya Theodore.
Diberikan banyak pertanyaan oleh putranya, Calista tersenyum sambil mengelus rambut Theodore. “Lihatlah Ibu baik-baik, saja. Ibu hanya sedikit lelah, Theo. Makanya ibu memilih untuk tidur lebih awal,” Kilah Calista.
“Benar ibu tidak papa? Aku begitu khawatir tentangmu, setelah mendengar kabar itu, Bu,” balas Theo.
“Jangan khawatir, ibu baik-baik saja, Theo. Sekarang kembalilah ke kamarmu, kau harus istirahat, besok kau harus mengikuti banyak kelas, kan?”
“Ibu, bisakah aku tidur bersamamu, aku takut sendirian, aku selalu bermimpi buruk karnanya,” ucap Theodore.
“Tidak papa, Theo. Selama ibu ada di sini, kau tak akan bermimpi buruk,” Calista bergeser dari posisi awalnya, menyisakan tempat yang sekiranya cukup untuk Theodore.
“Ayo, kemarilah, kau ingin tidur bersama ibu kan?” tanya Calista memastikan.
Theodore tersenyum senang, ia segera merebahkan tubuhnya di samping sang ibu. Calista menarik selimut dan menimang putranya itu. Ketika melihat wajah Theodore yang tertidur pulas, ada rasa tenang yang dirasakan Calista, perasaan yang tadinya berkecamuk pun seolah mereda begitu saja.
Calista mengucup kening putranya, dan ikut tertidur di malam yang dingin itu.
sblmnya aku mendukung Aaron, skrg males banget