NovelToon NovelToon
Pesona Istri Titipan

Pesona Istri Titipan

Status: tamat
Genre:Tamat / Hamil di luar nikah / Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:381.7k
Nilai: 4.8
Nama Author: Wiji

"Shaka! Nimas sedang hamil anakku. Tolong nikahi dia, jaga dia seperti kau jaga orang yang kau cintai. Ada darahku yang mengalir di janin yang sedang di kandung. Terima kasih."

Itu adalah amanah terakhir dari Bryan, Kakak dari Shaka. Sejak saat itu Shaka benar-benar menjalankan amanah dari sang Kakak meskipun ia sendiri sudah memiliki kekasih yang ia pacari selama dua tahun.

Tidak mudah bagi Shaka saat sedang menjalani apa yang sudah di amanahkan oleh Bryan. Berbagai tentangan dari sang kekasih dan juga kedua orang tuanya tak bisa ia hindari.

Mampukah Shaka menjalani bahtera rumah tangga dengan wanita yang bahkan belum ia kenal? Sampai kapan Shaka kuat menjalankan amanah yang di limpahkan padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Kamu Ingkar Janji, Bryan

Seperti yang dikatakan oleh Shaka kemarin. Nimas berusaha tepat waktu, pukul sembilan ia sudah siap dengan berbagai rentetan tas yang ia bawa. Hanya sedikit pakaian tas masuk ke dalam tasnya. Sengaja ia tak membawa semua karena ia hanya memiliki dua tas dan tak terlalu besar.

Sudah mendekati pukul sembilan pagi dan tanda-tanda kedatangan Shaka ternyata sudah ada. Nimas sudah melihat mobil Shaka dari kejauhan dan melaju ke arahnya. Entah kenapa jantungnya berdetak semakin tak karuan. Kegugupan juga melanda ketika mobil Shaka semakin dekat dan akhirnya sampai di halaman.

"Apa kamu menungu lama?"

"Tidak, aku baru saja duduk di teras."

"Baiklah, ayo ikut aku. Biarkan tas itu aku yang bawa. Jangan angkat yang berat. Itu nggak boleh dilakukan perempuan yang sedang hamil, kan?"

Nimas menundukkan kepala malu. Ia sangat malu ada orang lain yang mengetahui keadaan dirinya. Ini hanya adiknya Bryan yang mengetahui, belum kedua orang tuanya dan juga kedua orang tua pria itu.

"Nggak apa-apa. Jangan bersedih, nanti Kak Bryan juga akan sedih kalau melihat kamu seperti ini. Yuk!" Shaka sekali lagi mengajak Nimas untuk ikut dengannya.

Pria itu benar-benar memperlakukan Nimas dengan baik, bahkan terlalu baik. Meskipun Shaka harus membayar mahal untuk apa yang ia lakukan, ia tetap memperlakukan baik gadis yang membuat dirinya di amuk oleh setiap orang.

Nimas merasa terharu dan tersanjung, di perlakuan baik oleh calon adik iparnya membuatnya sedikit tenang. Ia berharap kedua orang tuanya juga akan memperlakukan sama. Mungkin mustahil, tapi boleh berharap, kan?

Mobil melaju begitu semua barang dan Nimas sudah masuk mobil. Sesekali Nimas melirik ke arah Shaka yang nampak sekali bahwa ia sehabis menangis. Wajah dan matanya begitu sembab. Ingin bertanya, tapi ia sungkan, mereka belum kenal dan hanya bertemu dua kali. Tak elok rasanya jika menanyakan hal sensitif.

Hening.

Shaka dan Nimas tenggelam dalam dunianya sendiri. Ingin bicara pun rasanya entah topik apa yang akan menjadi bahasan mereka. Hingga sebuah suara yang memecah keheningan terdengar di telinga Shaka.

Huek.

Nilam sudah semaksimal mungkin menahan untuk tidak mual, tapi nyatanya ia tak bisa menahan terlalu lama. Suara yang bisa saja mengganggu orang lain itu akhirnya terdengar di telinga Shaka.

"Kamu mual? Mau muntah? Aku akan menepikan mobil kalau mau muntah."

"Nggak, mual aja. Nggak ada apapun yang bisa aku muntahkan. Maaf aku membuat kamu tidak nyaman." Nimas merasa tidak enak.

"Kamu belum makan? Aku akan cari restoran kalau begitu." Shaka melihat sekeliling, barangkali ada rumah makan atau apapun yang bisa mengganjal perut Nimas. Mendengar ucapan Nimas yang mengatakan tidak ada apapun yang bisa ia muntahkan membuat Shaka berpikir, gadis itu belum makan apapun.

"Bukan belum sarapan, aku sudah mencoba makan, tapi perutku nggak bisa nerima. Aku mual makan apapun."

"Aku punya coklat, makanlah. Kalau yang ini aku yakin nggak bikin mual." Shaka menyodorkan camilan yang selalu tersedia di mobil. Kebiasaan Raisa yang mulutnya tak bisa diam membuat Shaka menyetok camilan di mobil.

"Terima kasih. Apa kamu akan bawa aku ke rumah?" Nimas berusaha mencairkan suasana. Rasanya tidak enak jika harus saling diam sepanjang perjalanan.

"Sebelum ke rumah, kita akan mampir ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Sebentar lagi kita akan sampai."

Shaka membawa Nimas ke rumah terakhir Bryan. Shaka sudah menyiapkan hati dan mental jika harus menenangkan Nimas yang pasti akan syok, terkejut, dan terpukul atas meninggalnya Bryan. Sama seperti halnya keluarganya juga terpukul kehilangan salah satu anggota keluarganya.

"Kita sudah sampai." Shaka mengajak Nimas turun dan hal itu membuat Nimas mengerutkan kening menjadi beberapa lipatan.

Nimas bingung, kenapa ia dibawa ke pemakaman, siapa di antara keluarga Bryan yang meninggal? Apa ini yang membuat Bryan tak bisa dihubungi seharian? Keluarganya sedang berduka? Nimas sedang menerka-nerka apa yang terjadi. Berpikir bahwa kemarin adalah hari berkabung bagi Bryan membuat Nimas merasa bersalah karena sempat berpikir yang tidak-tidak.

"Shaka, siapa yang meninggal?"

"Sebentar lagi kita akan sampai. Kamu bisa tahu siapa yang akan kita kunjungi ini."

Beberapa langkah setelah obrolan singkat itu, mereka sampai di rumah Bryan.

"Kenapa berhenti?"

"Kita sudah sampai." Shaka menjawab dengan mata yang sudah kembali berembun.

Baru kemarin rasanyaa Shaka dan kakaknya bertengkar karena sang Kakak yang tidak mau berbagi pakaian dengannya, tapi sekarang sudah tidak ada lagi Kakak yang akan ia ganggu. Tidak ada dan tidak akan pernah ada.

Nimas refleks mengalihkan pandangan pada batu nisan yang tak jauh darinya. Jantung yang seketika berhenti berdetak dan nafas yang terasa sesak adalah gambaran yang pas untuk apa yang di rasakan Nimas saat ini. Seakan tidak ada udara yang masuk ke dalam rongga paru-parunya, Nimas semakin merasakan sesak yang terasa menyakitkan.

"Bryan," ujar Nimas dengan sangat lirih.

Gadis itu terduduk dengan lesu, ia masih diam tak bergeming. Rasanya untuk menangis histeris pun sangat sulit ia lakukan. Pipinya dibasahi oleh deraian air mata, namun tak terdengar isakan dari mulutnya. Terdengar hening dan Shaka tahu, menangis dalam diam dan tanpa mengeluarkan suara adalah sakit yang tidak ada tandingannya. Hal itulah yang ia rasakan semalaman.

Shaka ikut berjongkok di samping Nimas. Ia memberanikan diri untuk memberikan sentuhan di pundak gadis itu. Ia mungkin belum merasakan kehilangan kekasih untuk selamanya, tapi ia berusaha untuk memahami dan memberikan kekuatan sebisa mungkin untuk wanita yang terpaksa harus ia nikahi.

"Kalau mau nangis, nangis aja. Jangan di tahan. Ini akan menyakitkan. Aku minta maaf jika aku langsung memberitahumu seperti ini. Aku berpikir akan menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu ini. Tapi, setelah aku pikir-pikir lagi, tida ada waktu yang tepat untuk sebuah kabar duka. Sampai kapanpun waktu tidak akan pernah bisa memahami duka seseorang. Aku harap kamu kuat, Nimas."

"Apa yang terjadi Shaka?"

"Kak Bryan mengalami kecelakaan kemarin pagi. Almarhum meninggal satu jam setelah di bawa ke rumah sakit. Dan Kak Bryan sempat mengatakan soal kamu pada kami, Kak Bryan minta aku untuk menggantikan dia sebagai suamimu."

Nimas yang semula menunduk seraya mengelus nisan di depannya seketika menoleh ke arah Shaka. Matanya menerah dan guratan duka tercetak jelas di wajahnya.

"Tidak. Aku tidak mau, biarkan aku saja yang menanggung ini sendirian. Aku tidak mau mengorbankan perasaan siapapun. Tinggalkan aku sendirian di sini Shaka. Aku akan menemani Bryan. Di takut gelap, dia pasti ketakutan di dalam sana. Aku akan di sini. Kamu bisa pulang." Nimas mengatakan itu dengan tegar, berkali-kali ia mengelap pipinya yang basah karena air mata yang tak kunjung berhenti turun.

"Kamu udah ingkar janji ke aku, Bryan. Kamu kemarin janji apa sama aku, hm? Kamu akan datang dengan membawa tanggung jawab. Tapi kamu malah pergi ninggalin aku? Kalau aku tahu kemarin adalah pertemuan kita yang terakhir, aku tidak akan mengizinkan kamu pulang. Kenapa kamu nggak ngasih aku kesempatan untuk memeluk jasad kamu, kenapa?" Nimas menjatuhkan dirinya ke tanah, memeluk gundukan tanah yang masih basah dan tangisnya pecah di sana.

1
Ratih Hermansyah
part ini mengandung bawang/Sob/sedih jg jadi bryan
Ahmad Nashrullah
aneh,,,,,berzina,,,,meninggalkan aib n anak tak bernadab ke dirinya mo metong malah meninggalkan wasiat g genah,,,,,anehhhh
Yani Mulyani
Biasa
Ogi Ngatama
baik
Marlina Pardede
p
Erlinda
nimas ini super super goblo..hadeeeh sorry Thor aq stop sampai disini
Erlinda
yg aq ga ngerti kenapa author nya selalu menciptakan sosok wanita bodoh dan lemah disiksa dan dilecehkan jujur aq yg sudah ratusan membaca novel online ini baru 7 novel yg luar biasa karakter cewek nya.ga lebay ga bodoh .ini seperti sinetron ku menangis deh
Erlinda
ya Allah dasar mertua iblis semoga kau mati ditabrak mobil sampai hancur berkeping keping..
Erlinda
si nimas ini kenapa sih kok keras kepala banget ga nurut kata suami .lama lama benci jg aq dgn sikap nimas yg bodoh bin tolol ini
Erlinda
hei pak Malik itu adalah calon cucumu darah daging Bryan ..jadi orang kok seperti ga punya hati..ntar klo cucumu udah lahir dan besar jgn kau akui dia cucumu .seperti kebanyakan novel
Sri Sunarti
,lanjut
Dafila Nurul
bagus ceritanya tp banyak typo nya.
ayu irfan
Bu Marisa tega, pdhal ke cucu sendiri lo😢
ayu irfan
Shaka, kamu langka.
Susi Andriani
cintanya saka bikin aku baper😃😃😃
Susi Andriani
semangat mas saka💪💪💪
Susi Andriani
owalah ibu ibu jadi ibu itu ya mbok jangan jahat
Susi Andriani
mau aja aku mencekik ibunya saka
fifid dwi ariani
trus ceria
fifid dwi ariani
trus sehar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!