Nia terpaksa menikah dengan Abizar untuk balas Budi. Karena suatu alasan Nia harus merahasiakan pernikahannya termasuk keluarganya. Orang tua Nia ingin menjodohkan Nia dengan Marcelino. Anak dari teman papanya.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Abizar dan Nia ? Siapakah yang akan di pilih oleh Nia ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadis Scorpio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah
Seorang wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan anggun menyambut kedatangan Abizar dan Nia dengan senyum di wajahnya.
"Selamat datang, nak." wanita yang bernama Aidiah itu memeluk hangat Nia sehingga bisa menghilangkan sedikit ketengan yang sedang dia rasakan. "Terimakasih, Bu." Nia membalas pelukan Ibu Abizar.
Dapat Abizar lihat binar kebahagiaan di wajah ibunya saat memeluk Nia. "Selamat malam, Bu." Ibu bergantian memeluk Abizar. "Mari masuk, nak." Ibu berjalan sambil mengandeng tangan Nia masuk kedalam rumah, sedangkan Abizar membawa tas dan juga koper yang mereka bawa.
"Kakak !" seru seorang gadis yang baru saja keluar dari kamar berlari dan langsung memeluk Abizar, tapi detik berikutnya Abizar melepaskan tangan yang memeluk tubuhnya. "Ish, kakak pelit. Dipeluk aja ga mau." omel Melia, adik perempuan Abizar satu satunya.
Pandangan Melia kini beralih kepada wanita di sebelah ibunya. "Halo, kak. Pasti pacarnya kak Abi, ya ?" tanya Melia dengan tersenyum dan Nia membalas dengan senyuman yang kaku lalu mengangguk. "Iya. Nia." Wanita itu mengulurkan tangannya kepada Melia terlebih dahulu.
"Melia" gadis itu menyambut tangan Nia.
"Mari, nak. Kita makan. Ibu tau kalian pasti belum sempat makan malam." Ibu berjalan ke ruang makan mendahului mereka semua. Abizar menahan tangan Nia saat hendak mengikuti Ibu dan Melia. "Hati-hati bicara sama Melia. Dia suka ingin tahu segalanya." bisik Abizar membuat Nia menjadi gugup karena posisi mereka yang sangat dekat.
Pagi harinya Abizar dan Nia melangsungkan pernikahan dengan hanya mengundang tetangga dekat rumah ibunya, karena semuanya di lakukan secara dadakan.
Menjelang siang, semua tamu undangan sudah pulang. Melia mengantarkan Nia ke kamar Abizar untuk beristirahat. Nia yang baru saja merebahkan tubuhnya di tempat tidur, terlonjak kaget saat pintu di buka dari luar dan menampilkan sosok laki-laki yang tidak lain adalah suaminya, Abizar.
"Maaf. Aku tidak tau kau ada di dalam." kata Abizar merasa tidak enak.
"Tidak, seharusnya aku yang minta maaf karena sudah masuk ke kamar mu." Nia berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.
"Mau kemana ?" tanya Abizar.
"A-Aku mau ke, itu. .." jawab Nia tergagap karena dia sendiri bingung mau ke mana. Nia mau kembali ke kamar Melia tapi barang-barangnya semua sudah di pindahkan ke kamar Abizar.
"Kemana ?" Abizar mengulangi pertanyaannya. Abizar tau saat ini Nia sedang merasa gugup karena terlihat dari ekspresi wajah Nia dan di matanya Nia terlihat sangat imut dengan pipi yang merona.
"Mau, mau ke.."
"Disini saja. Ada yang mau aku tanyakan." Abizar memotong perkataan Nia. Dia menepuk tempat tidur menyuruh Nia duduk disebelahnya.
Nia masih berdiri di depan pintu "Nanya apa ?"
"Apa yang kalian bicarakan tadi malam ?" Nia mengerutkan kening mendengar pertanyaan Abizar.
"Tidak ada." jawab Nia. Abizar hanya mengangguk karena tidak yakin apa yang Nia katakan, mengingat sikap adiknya yang selalu kepo dengan urusan orang pasti banyak yang ditanyakan Melia kepada kakak iparnya.
Malam harinya ibu membawa Abizar dan Nia makan malam di cafe miliknya. Disana juga sudah ada Melia yang memang setiap malam membantu ibunya di cafe karena di siang hari Melia kuliah.
"Kalian yakin mau pulang ke Jakarta besok ?" tanya Ibu memastikan. Ibu berharap agar Abizar dan Nia bisa tinggal untuk beberapa hari lagi di sini.
"Iya, Bu. Abi harus menyelesaikan pekerjaan di kantor sebelum berangkat." jawab Abizar.
"Kasihan Nia, belum sempat jalan-jalan di sini." Ibu tersenyum hangat dan memegang tangan Nia membuatnya merasa senang karena dia diterima dengan baik oleh keluarga Abizar.
"Kak Nia tinggal aja di sini, biar kak Abi pulang sendiri. Jadi kita bisa jalan-jalan." Saran Nia yang mendapatkan pelototan tajam dari Ibu.
"Ya ga bisa gitu, Mel. Seorang istri itu harus selalu mendampingi suaminya." terang Ibu.
"Bisalah, Bu. Kan cuma beberapa hari. Ya kan, kak ?" Melia meminta persetujuan kakaknya. Melia yang masih polos ternyata tidak mengerti maksud perkataan ibunya. Sedangkan Abizar dan Nia yang sudah tahu maksud perkataan ibu hanya saling menatap.
"Gimana, kak ?" Nia baru tersadar dan mengalihkan pandangannya kepada Melia.
"Eh iya, Kakak juga harus pulang karena izinnya cuma dua hari. Jadi besok lusa sudah harus masuk kerja." jawab Nia jujur karena dia memang meminta izin dua hari kepada pemilik butik tempatnya bekerja.