Dunia Yumna tiba-tiba berubah ketika sebuah video syur seorang wanita yang wajahnya mirip dengan dirinya sedang bercinta dengan pria tampan, di putar di layar lebar pada hari pernikahan.
Azriel menuduh Yumna sudah menjual dirinya kepada pria lain, lalu menjatuhkan talak beberapa saat setelah mengucapkan ijab qobul.
Terusir dari kampung halamannya, Yumna pun pergi merantau ke ibukota dan bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan penyiaran televisi swasta.
Suatu hari di tempat Yumna bekerja, kedatangan pegawai baru—Arundaru—yang wajahnya mirip dengan pria yang ada pada video syur bersama Yumna.
Kehidupan Yumna di tempat kerja terusik ketika Azriel juga bekerja di sana sebagai HRD baru dan ingin kembali menjalin hubungan asmara dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Arundaru mencondongkan tubuh, mengetuk meja sambil tersenyum lembut. “Dengar, Yumna. Kamu nggak rugi apa pun. Rumah itu jauh lebih aman dari kost-an mu sekarang. Nggak ada orang yang berkeliaran di depan kamar kamu.”
Yumna langsung tahu maksudnya. Azriel.
Wanita itu menggigit bibir, tidak bisa menyangkal bahwa ia semakin tidak nyaman tinggal serumah kost dengan mantan suaminya. Apalagi pria itu akhir-akhir ini mulai berani mengetuk pintu, menawarkan bantuan, atau sekadar menanyakan hal-hal kecil.
Pak Gunawan memberikan map berisi foto rumah dan surat keterangan. “Bangunannya bersih, ada dua kamar, ada halaman kecil, dan boleh dikostkan lagi kalau suatu saat kamu tidak tinggal di situ.”
Akhirnya, Yumna mengangguk kecil. “Baik, Pak. Saya terima kalau memang ini kebijakan perusahaan.”
Arundaru tersenyum puas. Pak Gunawan pun tampak lega.
***
Pindahan dilakukan dua hari setelah keputusan itu. Sebuah mobil pick-up berhenti di depan kost dan beberapa pekerja membantu memuat barang-barang Yumna yang tidak terlalu banyak, tapi cukup membuat halaman kost ramai.
Yumna sibuk memilah satu per satu, menunjukkan mana yang harus diangkat lebih dulu. Arundaru berdiri di dekat motor, sesekali membantu mengangkat kotak yang berat.
“Yang itu jangan ditindih, Mas!” seru Yumna setengah panik.
Arundaru menoleh sambil tertawa. “Iyaaa, aku tahu. Ini kan koleksi buku kamu yang katanya ‘jangan sampai penyek sedikit pun’. Tenang, aku jaga.”
“Aku serius!” Yumna cemberut, tetapi ekspresinya justru membuat Arundaru terpesona.
Di sela aktivitas pindahan itu, langkah kaki seseorang mendekat cepat. Azriel. Ekspresinya terkejut, alisnya terangkat tinggi.
“Yumna, kamu mau ke mana?” tanya Azriel suaranya bergetar, antara panik dan tidak percaya.
Yumna memaksa senyum kecil. “Mau pindah ke rumah baru, Pak Azriel.”
“Rumah baru?” Azriel mendekat, matanya menatap barang-barang yang sudah ditumpuk rapi. “Tiba-tiba sekali.”
Arundaru yang baru selesai menata kardus di pick-up menatap Azriel dengan tatapan dingin. “Program karyawan berprestasi dari kantor. Yumna dapat rumah dari perusahaan.”
Azriel menghela napas panjang, suaranya terdengar getir. “Kamu nggak bilang apa-apa ke aku.”
Yumna menahan diri untuk tidak terpancing. “Aku memang nggak berkewajiban bilang sama Anda, Pak.”
Jawaban itu membuat Azriel terdiam. Ia menggenggam pinggir pintu kost, menahan emosinya.
“Yumna kalau kamu butuh bantuan apa pun, bilang ke aku dulu. Kamu tahu aku di sini, dekat dengan kamu,” ucap Azriel pelan, hampir seperti memohon.
Arundaru melangkah maju sedikit, posisinya tepat di depan Yumna. “Terima kasih, tapi mulai sekarang aku yang akan bantu Yumna.”
Azriel menatap Arundaru dengan sorot yang susah diterjemahkan. Ada cemburu, marah, sekaligus kecewa.
Yumna buru-buru memecah ketegangan. “Pak Azriel, aku pergi dulu. Banyak yang mesti diberesin.”
Yumna mengambil tas kecilnya lalu berjalan ke arah mobil pick-up. Arundaru mengikuti dari belakang, sengaja memberi sinyal bahwa Yumna tidak sendirian lagi.
Azriel hanya berdiri mematung, menatap kepergian mereka, rahangnya mengeras seperti menahan sesuatu yang hampir pecah.
Saat Yumna naik ke motor Arundaru, ia menoleh sebentar ke arah kost. Ada perasaan lega, sekaligus sedikit sedih. Dia tinggal di sana sudah tiga tahun dan banyak meninggalkan kenangan.
Namun, genggaman lembut Arundaru di tangannya membuat Yumna menoleh.
“Kamu aman sama aku,” ucap Arundaru pelan, suaranya stabil namun mengandung janji.
Yumna mengangguk. “Ayo, Mas. Kita pergi.”
Arundaru menyalakan motor dan mereka melaju meninggalkan kost, meninggalkan masa lalu, dan memasuki babak baru yang lebih aman, meski belum tentu lebih mudah.
Satu hal pasti Arundaru tidak akan membiarkan siapa pun mengusik wanita yang kini menjadi pilihannya.
Azriel belum siap melepaskan apa yang pernah menjadi miliknya, walau ia sendiri yang menghancurkan semuanya.
Setelah mobil pick up menurunkan barang-barang, Arundaru langsung menggulung lengan kemejanya. Angin sore menerpa wajahnya, membuat beberapa helai rambutnya terangkat pelan. Yumna yang baru menurunkan dus buku-bukunya mendesah kecil, napasnya terengah karena lelah.
“Letakkan di ruang tamu saja dulu, biar kita berdua yang menata nanti,” ucap Arundaru sambil mendekat. Dia meraih satu dus besar dari tangan Yumna, seolah beratnya tak seberapa bagi tubuhnya yang tegap dan berotot.
Yumna mengangguk. “Terima kasih, aku kira akan sendirian menata barang-barangku ini. Ternyata pacar aku sangat pengertian sekali.”
Arundaru tersenyum miring. “Kalau aku yang bantu, pasti beres. Lagipula, aku senang lihat kamu sibuk. Menggemaskan.”
Yumna mendelik kecil, tapi pipinya merona. “Jangan gombal. Kita belum menikah.”
“Kita kan pacaran, boleh dong bilang pacarnya menggemaskan,” sahut Arundaru ringan.
Mereka masuk ke dalam rumah. Rumah kecil itu masih berbau cat, dengan sinar matahari sore menembus jendela dan jatuh di lantai kayu. Yumna memandang ke sekeliling, tak percaya ia bisa tinggal di tempat seaman dan senyaman itu. Semua berkat Arundaru.
Saat Yumna melangkah mundur, tanpa sengaja kakinya menginjak plastik pembungkus. “Eh—Mas Arun!”
Pletak!
Yumna terpeleset. Arundaru refleks meraih pinggangnya. Tubuh mereka jatuh ke sofa yang masih terbungkus plastik.
“Aduh ....” Yumna memejamkan mata, kedua tangannya memegang dada Arundaru karena terkejut.
Arundaru menahan tubuhnya agar tidak sepenuhnya menindih Yumna. Napas mereka saling mengenai, begitu dekat hingga dada Yumna berdebar hebat.
“Kamu nggak apa-apa?” bisik Arundaru, suaranya rendah dan serak.
“A—aku ... nggak apa-apa,” jawab Yumna dengan suara kecil.
Tatapan mereka bertemu. Dalam jarak sedekat itu, Yumna bisa melihat jelas bulu mata Arundaru, garis rahangnya, bahkan aroma parfumnya yang maskulin dan menenangkan.
“Apa ada yang sakit?” tanya Arundaru dengan suara pelan seperti bisikan.
Yumna melirik ke arah kakinya. Namun, tidak benar-benar sakit.
Lalu, kejadian tak terduga itu terjadi, keduanya menoleh pada saat bersamaan.
Jreng.
Bibir mereka saling menempel. Pelan, hangat, mengejutkan.
Yumna membeku.
Arundaru pun terdiam sejenak, lalu perlahan mengerakan wajahnya sedikit. Bukan untuk menjauh, malah jarak itu membuatnya tak tahan.
“Maaf. Aku—”
Belum sempat Yumna menyelesaikan kalimatnya. Arundaru kembali menautkan bibirnya. Kali ini ciumannya perlahan, dalam, penuh hasrat yang tertahan.
Seketika tubuh Yumna melemas. Tangannya secara naluriah menggenggam kerah kemeja Arundaru. Bibir mereka saling melumat, beradu lembut, dan terasa memabukkan.
Arundaru mencium dengan cermat, seperti seseorang yang sudah lama ingin menyentuh tapi terus menahan diri. Di sela napas, Arundaru berbisik, “Kamu bikin aku lupa janji buat nggak nyosor sembarangan.”
Yumna menepuk bahunya pelan, wajah panas memerah. “Jangan ngomong gitu, kamu yang mulai.”
Arundaru tertawa kecil. “Kalau gitu jangan salahkan aku kalau tergoda lagi nanti.”
Yumna mendorong dadanya pelan. “Sudah, kita masih harus beresin barang.”
Arundaru berdiri, tetapi sebelum Yumna bangkit, dia mengulurkan tangan. “Sini, biar aku bantu.”
Yumna menggenggam tangannya dan berdiri, tapi ketika hendak mengambil dus di lantai, tubuh mereka kembali beradu karena keduanya membungkuk bersamaan.
“Eh—Mas Arun!” Yumna terkesiap ketika wajah mereka kembali berdekatan.
***
Sambil menunggu bab selanjutnya, yuk, baca juga karya temanku ini.
Modus mas Arun moduusss 😂😂😂
semoga keluarga Arun bisa menerima Yumna