Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06
Khalisa terlonjak saat menyadari Ghani menatap ke arahnya yang sesang mengamati lelaki itu. Malunya kepergok Ghani, tapi tampang lelaki itu minim ekspresi.
"Duduklah, sebentar lagi masak." Tanpa ada ucapan selamat pagi atau sekedar basa-basi. Oh ya selama tiga hari di hotel pun tak pernah disapanya. Kami sangat sedikit bicara, jatah bicara dua puluh ribu kata Khalisa jadi mubajir ketika menjadi istri Ghani.
Khalisa menurut, duduk di meja makan sambil menunggu Ghani menyiapkan makanan.
"Boleh aku membantu?"
"Aku tak ingin kamu menyentuh apapun." Ghani menghidangkan nasi goreng spesial pada dua buah piring. Spesial karena dimasakin suami, kemudian membuatkan susu.
"Aku bisa membuat susuku sendiri kalau boleh." Gelengan kepala sebagai jawabannya. Khalisa sampai heran kenapa Ghani tidak mengijinkannya melakukan apapun.
"Lalu untuk apa aku menjadi istrimu, seorang istri harusnya melayani suaminya dengan baik." Ucapan lancang keluar dari mulut Khalisa karena sudah tidak tahan diam. Ghani malah mengacak rambut Khalisa sambil tersenyum jahat.
"Bukankah aku butuh kamu hanya untuk mendapatkan harta, bukan untuk melayaniku."
"Sehina itukah aku di matamu Gha, begitu menjijikannya kah aku sehingga tidak pantas menjadi istrimu." Hati yang rapuh sudah tak mampu menahan perasaan yang membuncah dalam dada sangat menyakitkan. Lagi-lagi mata ini sangat cengeng, airnya mengucur begitu saja seperti menggunakan remot kontrol.
Jari Ghani dengan lembut menyentuh pipi Khalisa. Menyeka air mata yang tidak mau berhenti merembes. Desiran hangat ikut mengalir di hati.
Ini kali kedua Ghani menyentuhnya. Pertama kali saat selesai ijab kabul lelaki itu mengecupnya di kening. Hanya hal seperti ini pun rasanya sangat berkesan untuk Khalisa. Walau sadar tidak boleh menggantungkan harapan yang terlalu tinggi.
"Jangan menangis lagi, makanlah, sudah laparkan?"
Khalisa mengangguk lemah, "Aku pulang aja hari ini ya, Gha."
"Kamu lupa seorang istri tidak boleh keluar tanpa izin suami."
"Baiklah."
Khalias menghapus sisa air mata yang sudah membuat matanya pagi ini membengkak. Kemudian melahap nasi goreng dan menghabiskan segelas susu. Khalisa mengurung diri kembali ke kamar setelah selesai makan.
Sekilas dia melihat senyuman Ghani mengembang. Jahat sekali Ghani membuatnya dalam posisi seperti ini.
Sisil : Selamat pagi Nyonya Ghani Faizan, apakabar pagi ini?
Sapa Sisil saat Khalisa membaca chat yang masuk di grup rempong.
Buruk. Ingin sekali Khalisa membalas seperti ini, namun mengurungkannya. Tak menghiraukan sapaan mereka.
Marsya : Nyonya Ghani sedang sibuk melayani Tuan😁.
Ira : Melayani apa dilayani nih?😄
Marsya : Pastinya dilayani, Nyonya mana bisa masak😀.
Puas mereka meledek, tak taukah hati Khalisa selalu menangis meratapi nasib menjadi istri Ghani Faiza.
Sisil : Tidak akan jadi masalah gak bisa masak, kalau sudah jadi Nyonya.
Ira : Lalu kita dikacangin, Kha cuma read chat kita.
Ira dengan menohok, sengaja menyindir Khalisa.
Sisil : Lagi nemenin tuan yang manja kali, jadi cuma bisa baca gak bisa ngetik jarinya 😃.
Setelah membaca chat yang tak penting itu, Khalisa meletakkan kembali ponselnya ke meja. Menanggapi chat mereka hanya akan membuat hati menjadi tambah sakit.
Khalisa melahap brownis yang tersisa separo dari kotaknya. Masih ada dua kotak yang belum disentuh, buat nanti kalau kelaparan. Sekarang sih gak lapar, cuma lagi kesal aja.
Ghani masuk ke kamar, tiba-tiba merebut kotak brownis. "Kamu sudah makan, minum susu. Nanti aja makan ini." Sekarang kalimatnya terdengar lebih lembut.
Tau dari mana Ghani kalau dia lagi makan brownis, jadi bisa pas jam masuk kamarnya.
"Tidak baik, itu terlalu banyak kandungan gulanya." Tangan Ghani menyapu lembut bibir Khalisa yang masih tersisa brownis. Lelaki itu membuatnya seperti anak kecil, seperti Ghani memperlakukannya dulu.
Hangat kembali menjalari tubuh ini dengan debaran jantung yang tidak menentu. Hanya perlakuannya yang seperti ini sudah dapat menghangatkan jiwa Khalisa yang kesepian.
Khalisa menangkap tangan Ghani, menggenggam dengan kedua tangan kecilnya dengan erat. Meletakkan di atas hidung mancungnya, menahan dan menciuminya.
"Gha, maafkan aku jika ada kesalahanku padamu, please jangan hukum aku seperti ini. Sangat sakit Gha." Ghani mensejajarkan tubuhnya, memilih posisi duduk di samping istrinya. Tangan kirinya menarik kepala Khalisa menjadi bersandar di bahunya.
Khalisa melepaskan tangan Ghani dari genggamannya. Merengkuh pinggang Ghani dengan melingkarkan kedua tangan di sana. Meski detak jantungnya menjadi tak normal Khalisa tidak peduli. Atau aliran darahnya menjadi memanas biarkanlah.
"Aku pinjam tubuhnya sebentar Gha." Lirih Khalisa, Ghani diam. Begini pun tidak masalah bagi Khalisa asal bisa memeluknya. Melegakan segala kegundahan yang dirasakan hatinya. Tangan Ghani mengusap lembut tangannya yang melingkar dipelukan lelaki itu. Khalisa dapat merasakan sentuhan suaminya karena sedang menggunakan piyama lengan pendek.
"Sekarang sudah tenang?" Tanya Ghani setelah cukup lama memberikan pelukannya, sangat tenang. Namun Khalisa tidak mengucapkannya, hanya menganggukkan kepala. Lalu mengurai pelukan itu. Meski masih ingin di peluk.
"Aku di kamar kalau perlu sesuatu." Ghani membelai puncak kepalanya lalu beranjak pergi meninggalkan Khalisa kembali sendirian. Sebuah misteri tingkah lelakinya ini. Khalisa tersenyum merasakan dadanya sudah tidak terlalu sesak seperti tadi. Hanya dengan seperti itu dia sudah bahagia.
Kha : Sangat baik.
Khalis membalas pesan emak-emak rempong yang suka kepo. Suasana hatnya sudah lebih baik sekarang.
Ira : Baru nongol ia, habis ngapain Cin?
Sisil : Maklum pengantin baru masih anget-angetnya, kalau pagi sukanya nempel.
Ira : Kayak perangko.
Marsya : Kalau sekarang kayak kouta internet, hp tanpa kouta gak berguna seperti aku tanpamu... eaa..
Kha : Heboh sendiri deh.
Khalisa ikut cekikikan gak jelas.
Kha : Ingat anak bu, udah mandi belum, udah dikasih asi, udah dikasih makan, udah diantar sekolah.
Ocehnya panjang lebar.
Ira : Kalau abang udah dikelonin neng?
Marsya : Pasti udah dong Ra, makanya baru nongol.
Sisil : Bayangin deh sekarang pasti mukanya memerah sambil senyum-senyum sendiri.
Marsya : Belah durennya gak diceritain rasanya gimana nih?
Aishh makin gak jelas yang dibahas emak-emak ini. Mereka kayak lagi lomba aja balap-balapan ngetik, cepat banget balasnya.
Kha : Kebalik nih, abang dong yang kelonin eneng bu.
Sisil : Abang emang suka bikin eneng deg-degan deh sejak duu, jaman ingusan juga udah tau gimana rasanya senam jantung.
Marsya : Hahaha, bahagia banget dong yaa, ihh jadi pengen juga deh.
Kha : Ingat udah punya anak bu.
Ira tenggelam gak nongol lagi mungkin dia lagi ngurusin anak dan suaminya.
Marsya : Gak bisa diganti kayak punya mu ya Kha 😆.
Sisil : Emang segitiga bermudamu yang bisa digonta ganti 🤣
Kha : 🤣🤣🤣
Marsya : Ngarepnya sih 😄
Semakin lama temenan sama mereka semakin gak jelas. Gak tau aja mereka apa yang terjadi dengannya, rumput tetangga emang selalu lebih hijau. Senyuman merekah dari bibir Khalisa.
Semoga Ghani mau membuka hatinya sedikit saja. Khalisa takut mengecewakan ayah dan ibu juga papa mama mertua. Meskipun mereka tidak tau apa yang sedang dia rasakan, mengemis cinta dari Ghani.