Suami Rahasia

Ella tiba di rumah jam sepuluh lewat. Ada sedikit rasa takut ketika terlambat pulang. Keberanian untuk masuk ke rumah tidak seperti keberanian keluar dari rumah tadi. Ella duduk di bangku kayu di teras itu. Dia berencana masuk ke rumah setelah Zico dan Karina tertidur. Tapi baru saja. Ella duduk, pintu rumah sudah terbuka. Zico berdiri di depan pintu itu dengan bertolak pinggang.

"Masuk," perintah Zico tegas. Ella berdiri dan masuk ke rumah melewatkan tubuh Zico yang masih bertolak pinggang di depan pintu itu. Ella merasa lega. Karena kakinya kini sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Kenapa melalaikan tugasmu?" tanya Zico membuat Ella berbalik dan menatap Zico.

"Aku hanyalah seperti benalu di rumah ini. Jadi sepantasnya lah aku bersikap seperti benalu," jawab Ella.

"Aku tidak mau tahu. Yang penting besok pagi harus ada sarapan dan malam ada makanan untuk dimakan," kata Zico dengan suara setengah berteriak. Tidak ingin berdebat didengar tetangga tengah malam. Ella membalikkan tubuhnya dan masuk ke kamar tanpa menjawab perkataan Zico.

Di kamar. Ella merenungkan status sebagai istri pertama dari Zico. Sampai batas kesabaran, Ella akan berusaha bertahan walaupun dia sangat yakin bahwa cepat atau lambat dirinya akan menjadi mantan istri bagi Zico. Biarlah Karina menganggap dirinya bodoh. Tapi Ella berpikir, segala sesuatu yang dikerjakan dengan tulus akan mendatangkan kebaikan. Entah cepat atau lambat. Ella berharap bisa merasakan nikmatnya hidup berumah tangga.

Pagi hari, seperti biasanya. Ella kembali menyediakan sarapan di meja makan. Yang berbeda kali ini. Dia tidak ikut menikmati sarapan tersebut. Ketika dia hendak berangkat ke kantor. Dia melihat suami dan madunya sudah duduk sarapan. Sepasang suami istri itu terlihat lahap memakan sarapan yang disediakan oleh Ella. Mereka tidak menyadari jika Ella sudah berdiri dekat mereka.

"Mas Zico, aku sudah memasak untuk makan malam kalian. Nanti malam tinggal menghangatkannya saja," kata Ella. Dua manusia itu spontan menatap Ella yang sudah berbalik dan melangkah menuju pintu. Zico merasa heran tidak biasanya Ella melewatkan sarapan pagi apalagi mengatakan jika sudah memasak makan malam mereka. Zico cepat cepat menghabiskan sarapannya.

"Kenapa terburu buru mas?" tanya Karina. Zico memasukkan sarapan itu ke mulutnya seperti sudah terlambat untuk pergi ke kantor.

"Ada meeting pagi ini. Pak manager meminta aku untuk memimpinnya," jawab Zico kemudian dia mengambil gelas dan minum.

"Antar aku ke depan sayang," kata Zico lagi. Dengan manja Karina bergelayut di lengan Zico menuju pintu. Karina mempercayai apa yang barusan dikatakan oleh suaminya. Zico buru buru mengeluarkan mobilnya dari garasi. Tanpa memanaskan mesin terlebih dahulu. Zico langsung tancap gas meninggalkan pekarangan rumahnya.

"Ella, masuklah!. Aku bisa memberi kamu tumpangan sampai simpang," kata Zico setelah berhasil mengejar Ella. Ini tujuannya buru buru keluar dari rumah. Melihat Ella tidak sarapan bersama mereka. Pikiran Zico penuh tanda tanya. Ketika menyadari jika motor Ella masih rusak, Zico berpikir masih bisa mengejar Ella.

Ella mendengar dan mengetahui jika yang orang yang ingin memberikan tumpangan kepadanya adalah sang suami. Tapi Ella terus berjalan tanpa menoleh ke arah mobil Zico yang juga berjalan pelan. Ella memperlakukan Zico seperti orang yang tidak dikenalnya.

"Ella, masuklah," kata Zico. Zico sudah keluar dari mobilnya dan menarik tangan Ella. Tapi Ella menepis tangan itu. Dan terus berjalan.

"Kenapa tidak sarapan tadi," tanya Zico lagi. Ella muak mendengar pertanyaan itu. Ella berhenti dan menatap tajam wajah suaminya.

"Kalau selama ini kamu menganggap aku seperti benalu. Maka mulai hari ini aku berhenti jadi benalu dalam kehidupan kalian," kata Ella.

"Apa maksud kamu?" tanya Zico.

"Mari kita bercerai. Maka tidak ada lagi benalu dalam kebahagiaan kamu," kata Ella. Zico sudah menatap Ella dengan tajam.

"Apa kamu ingin papamu meninggal. Jangan egois kamu Ella," kata Zico marah.

"Seperti pernikahan kita tidak diketahui oleh rekan kerjaku dan rekan kerjamu. Perceraian kita juga bisa tidak diketahui oleh kedua orang tua kita masing masing," jawab Ella tenang.

"Kita memang akan bercerai. Tapi tunggu waktunya. Tetaplah lakukan kewajiban kamu sebagai istriku," kata Zico sambil menarik tangan Ella untuk masuk ke dalam mobilnya. Ella berontak. Sakit hati yang digoreskan oleh Zico membuat Ella tidak ingin untuk duduk di mobil suaminya.

"Aku tidak mau naik mobil kamu. Aku tidak ingin mendapat julukan benalu materialistis setelah ikut denganmu," kata Ella sambil melepaskan tangannya dari Zico. Hingga Ella terlepas dari Zico. Ella berlari kencang menjauh meninggalkan Zico.

Zico tertegun. Kata benalu yang diucapkan tadi malam kepada Ella menjadi alasan bagi Ella tidak ikut sarapan. Ditambah lagi tumpangan yang ditawarkan ditolak mentah-mentah karena alasan tidak mau disebut lagi sebagai benalu. Zico memandangi Ella yang semakin menjauh. Kemudian Zico masuk ke dalam mobilnya. Zico masih berdiam di belakang setir itu. Dia ingin Ella terlebih dahulu tiba di simpang baru kemudian dia menjalankan mobilnya.

Ella tiba di kantornya lebih cepat dari biasanya. Ella juga sudah membeli sarapan sebelum masuk ke kantor. Sebelum rekan rekannya yang lain bermunculan. Ella terlebih dahulu mengisi perutnya. Hingga jam kantor masuk tiba. Ella melakukan pekerjaannya dengan baik. Seperti biasanya. Ella kini sudah duduk di depan laptop dengan tumpukan kertas. Ella dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya. Hingga yang mereka sebut atasan sudah berdiri di dalam ruangannya.

"Ella, saya sudah berkeliling dari ruangan demi ruangan. Hanya kamu yang saya lihat agak santai. Bisakah kamu membantu saya?" kata pak Andi sang pimpinan yang sangat disegani di kantor ini. Pak Andi adalah asisten pemilik perusahaan yang sangat jarang ke kantor ini.

"Membantu apa pak. Kalau saya mampu. Saya siap membawa bapak," kata Ella sopan.

"Ikut ke ruangan saya," perintah pak Andi. Ella mengangguk hormat dan mengikuti langkah pria berumur lima puluhan itu.

"Tolong kamu antar dokumen ini ke rumah pak Bima untuk ditandatangani. Setelah itu bawa kembali dokumen ini ke kantor," kata pak Andi sambil menyodorkan dokumen itu kepada Ella.

"Pak, kalau boleh tahu. Pak Bima itu siapa. Dan saya tidak tahu alamatnya," tanya Ella bingung.

"Pak Bima adalah putra dari pak Bintang. Beliau yang akan menjadi pemimpin semua perusahaannya termasuk tempat kita bekerja. Beliau kurang sehat. Sehingga kita harus mengantar dokumen jika kita butuh tanda tangannya. Supir pribadinya yang akan mengantar dan menjemput," kata pak Andi. Ella hanya mengangguk saja.

Seperti perkataan pak Andi. Ella dijemput oleh seorang supir. Sepanjang perjalanannya.Pikirannya membayangkan seperti apa sebenarnya Bima itu.

"Silahkan Bu," kata supir setelah mereka berhenti di depan halaman rumah yang sangat luas. Ella turun dari mobil dan mengikuti langkahnya supir menuju ke ruang. Tapi sayangnya. Sang supir tidak bersedia menemani Ella sampai masuk ke dalam rumah.

Ella masuk ke dalam rumah setelah terlebih dahulu mengagumi keadaan rumah. Perpaduan warna yang pas. Bisa membuat Ella mengagumi rumah tersebut.