NovelToon NovelToon
Ellisa Mentari Salsabila

Ellisa Mentari Salsabila

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Pengganti / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / Keluarga
Popularitas:753
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

"Syukurlah kau sudah bangun,"

"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"

"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”

Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.

"Ha-- Hachiiih!!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ellisa pulang

Dalam perjalanan mengantar Ellisa pulang, Ellisa duduk di kursi belakang bersama Elmira yang tampak ceria.

Sam sesekali melirik mereka melalui kaca spion, tak bisa mengabaikan keakraban yang terjalin antara Ellisa dan bayi mungil itu.

"Kalo ada apa-apa, kamu bisa menyusui Elmira di belakang. Itu lebih aman daripada duduk di depan," kata Sam, matanya tetap fokus pada jalan di depannya.

Ellisa mengangguk sambil menepuk punggung Elmira dengan lembut. "Baiklah. Terima kasih."

"Jadi, sekarang kasih tahu aku, di mana alamat rumahmu?" tanya Sam, mencoba memastikan arah tujuan.

Ellisa menjawab pelan, "Aku nggak tahu."

Sam menoleh sekilas, bingung. "Gimana bisa kamu nggak tahu alamat rumahmu? Trus aku harus mengantarmu ke mana?"

Ellisa tersenyum tipis sambil memainkan tangan kecil Elmira yang melambai-lambai. "Kembalikan saja aku ke tempat saat kamu menemukanku."

"Enteng banget kamu bicara," gumam Sam, sedikit frustrasi. Ia menggelengkan kepala, tak habis pikir.

Ellisa hanya tertawa kecil sambil mengalihkan perhatian kembali pada Elmira. Bayi itu menggeliat dalam gendongannya, mencoba meraih dagu Ellisa.

"Hei, Elmira. Kamu lucu banget, ya," ujar Ellisa lembut, suaranya dipenuhi kehangatan.

Sam berusaha untuk tidak terganggu, tapi semakin lama ia memerhatikan mereka lewat kaca spion, perasaannya makin campur aduk.

Ada sesuatu dalam cara Ellisa memperlakukan Elmira yang membuatnya teringat pada sosok ibu sejati—sesuatu yang ia rasa belum pernah Elmira dapatkan sejak kehilangan kedua orang tuanya.

Namun, keheningan di dalam mobil membuat Sam merasa sedikit gelisah. Ia akhirnya berkata dengan nada lebih lembut, "Dengar, Ellisa. Aku cuma mau memastikan kamu sampai dengan aman. Jadi, tolong pikirkan lagi, apa ada tempat tertentu yang bisa kutuju untuk mengantarmu?"

Ellisa menghela napas panjang, tatapannya menunduk ke Elmira. "Aku nggak punya tempat lain. Yang aku tahu, aku harus kembali ke tempat di mana kamu membawaku."

Sam mendesah berat. Ia tidak tahu apakah frustrasi karena jawaban Ellisa yang samar atau karena ia mulai merasa terikat pada dua makhluk di kursi belakang.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia menginjak pedal gas, memutuskan untuk membawa Ellisa kembali ke tempat di mana ia menemukannya.

"Semoga ini bukan keputusan yang salah," batin Sam.

Sesampainya di tempat di mana Ellisa ditemukan pingsan sebelumnya, Sam menginjak rem perlahan dan menoleh ke belakang. "Ini tempatnya, kan?"

Ellisa memandang keluar jendela, matanya langsung tertuju pada bangunan sederhana dengan tulisan besar di atas gerbang: Panti Asuhan Cahaya Mentari.

Dia mengangguk. "Iya, itu pantinya. Bisa antar aku sampai ke dalam?"

Sam mendesah. "Kenapa nggak bilang dari tadi? Aku kan bisa langsung belok kanan. Sekarang malah harus mutar balik. Lihat tuh, jalanan rame banget," gerutunya, sambil melirik kendaraan yang lalu lalang tanpa henti.

Ellisa tidak berniat membalas omelan Sam. Sebaliknya, ia fokus menenangkan Elmira yang mulai rewel di gendongannya. Bayi itu menggeliat dan mulai menangis pelan.

Dengan hati-hati, Sam menunggu celah di tengah arus kendaraan untuk menyebrang.  Jalan itu besar dan sibuk, jauh dari lampu lalu lintas.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya dia melaju maju, melirik Ellisa sekilas melalui kaca spion. "Kamu santai banget, ya. Padahal aku yang stres ngurusin jalanan ini," gumamnya.

"Aku percaya kok sama kamu," balas Ellisa ringan.

Sam mendengus, tapi sedikit tersenyum mendengar jawabannya.

Sesampainya di persimpangan, dia berbelok menuju gerbang panti. Seorang satpam membuka gerbang perlahan, menatap mobil mereka dengan tatapan penasaran.

Bangunan panti terlihat sederhana, dengan dinding bercat putih yang mulai pudar. Namun, suasana di dalamnya terasa hidup. Anak-anak batita bermain di halaman kecil, tertawa riang meski fasilitas yang mereka miliki tampak minim.

Ada ayunan kecil, bola-bola plastik berserakan, dan beberapa anak saling berkejaran bersama pengasuh panti lainnya.

Ellisa mengamati pemandangan itu dengan mata berbinar. "Ini tempatku. Tempat aku tinggal. Juga... ini rumahku. Terima kasih sudah mengantarku." Dia membuka pintu mobil dan turun dengan hati-hati, lalu menyerahkan Elmira pada Sam.

Sebelum Ellisa melangkah pergi, Sam memanggilnya. "Ellisa."

"Aku... aku akan mengantarmu masuk ke dalam," ucap Sam dengan sedikit gugup. "Setidaknya, aku bisa menjelaskan sedikit tentang apa yang terjadi kemarin. Mungkin, ibu panti khawatir denganmu."

Ellisa mengangguk pelan. "Em, baiklah."

Ellisa melangkah lebih dulu, sementara Sam mengikuti di belakangnya, menggendong Elmira yang mulai menggeliat tak tenang.

Saat mereka masuk ke ruangan kepala panti, Ellisa disambut dengan penuh haru oleh seorang wanita tua yang mengenakan kain batik sederhana.

Wanita itu adalah Bu Ningsih, kepala panti yang telah menerima kehadiran Ellisa saat usianya 15 tahun.

Mata Bu Ningsih tampak berkaca-kaca ketika melihat Ellisa. "Ellisa..." panggil Bu Ningsih dengan suara bergetar. Ia langsung menghampiri dan memeluk Ellisa erat-erat.

"Syukurlah kamu kembali. Ibu sangat khawatir. Kamu tiba-tiba menghilang, tidak ada kabar sama sekali."

Ellisa tersenyum kecil, meski ada rasa bersalah di matanya. "Maaf, Bu Ningsih. Saya nggak bermaksud bikin Ibu cemas."

Seorang pria paruh baya, Pak Herman, yang merupakan suami Bu Ningsih, mempersilakan Sam duduk di ruang tamu.

"Mari duduk dulu. Saya siapkan teh hangat," katanya ramah.

Setelah semua duduk, suasana sedikit lebih tenang. "Ellisa, kenapa kamu bisa keluar dari panti, nak? Bukankah Ibu sudah bilang, jangan keluar sendirian, bahkan untuk sebentar? Ibu takut terjadi sesuatu padamu."

Ellisa menunduk sedikit, merasa bersalah. "Saya tidak bermaksud membuat Ibu khawatir. Tapi... saya baik-baik saja sekarang, Bu. Pak Sam sudah menolong saya."

Bu Ningsih mengalihkan pandangannya ke Sam. "Terima kasih banyak ya, Pak Sam. Kamu sudah membawa pulang Ellisa."

Sam mengangguk sopan, "Sam saja, Bu. Tidak perlu panggil saya Pak."

Pak Herman mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Sam. "Terima kasih ya, Nak Sam. Kamu sudah banyak membantu kami."

Senyum Sam tipis, sementara Elmira di gendongannya mulai menggeliat lebih aktif. Bayi itu meraih tangan kecilnya ke arah Ellisa, celotehnya mulai terdengar.

"Sepertinya dia minta gendong," ujar Sam sambil tersenyum kecil, sedikit lega bisa memecah suasana.

Ellisa dengan lembut mengulurkan tangan. "Biar saya yang menggendongnya," katanya sambil mendekati Sam.

"Shh shh shh, cup cup..."

Sam menyerahkan Elmira dengan hati-hati. Begitu berada di pelukan Ellisa, bayi mungil itu langsung diam, matanya berbinar dan senyum kecil muncul di wajahnya.

Bu Ningsih memperhatikan interaksi mereka. "Ellisa memang sangat pandai soal bayi. Dia bahkan melebihi dari seorang ibu."

Ellisa tersenyum kecil, "Saya hanya melakukan apa yang biasa saya lakukan di sini, Bu."

Sam mencuri pandang ke arah Ellisa, merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari kata-katanya. Tapi ia memilih diam, membiarkan suasana berjalan alami.

Pak Herman akhirnya membuka suara. "Nak Sam, apakah Ellisa bercerita apa yang terjadi padanya? Kami benar-benar ingin tahu."

Sam menghela napas. "Sebenarnya, saya juga nggak tahu banyak. Saya hanya menemukannya pingsan di jalanan saat hujan deras. Jadi, saya membawanya ke rumah dan merawatnya sebentar sebelum akhirnya mengantarnya ke sini."

Bu Ningsih menatap Ellisa penuh perhatian. "Ellisa, apa kamu benar-benar baik-baik saja sekarang? Kalau ada sesuatu, katakan pada Ibu. Ibu hanya ingin kamu aman."

Ellisa mengangguk pelan. "Saya baik-baik saja, Bu. Terima kasih sudah khawatir."

1
Serenarara
Tolong selametin Esa dok. Esa aset berharga bagi banyak wanita. /Whimper/
Serenarara
Nah loh, masih idup nggak tuh adiknya? Takutnya kalian santai-santai, jasad adiknya udah dikubur di belakang asrama lagi.../Scream/

BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/
Miu Nh.: lah, jadi horor donk kak ceritanya.

Itu sebenarnya adekny Kak Esa udh ada di dpn mata. Cuman, di depan mata siapa 🤭 coba tebak...

oke, aku meluncur ke Poppen~
total 1 replies
Serenarara
Salah bgt nyelesain masalah dengan maaf2an lbh dulu. Selesain dulu akar masalahnya, validasi mana yg benar, koreksi mana yg salah. kalo udah pada tau salahnya baru suruh minta maaf. kalo gini mah cm lama2in dendam doang.
Miu Nh.: Masalah dan kenakalan Alana masih belum bisa selesai. Kesalahan Sam krna dia lebih memilih jalur 'instan' itu dgn harapan tak ingin masalah itu terulang lagi.

Dan Sam tidak bisa dibenarkan disini. Bahkan Esa lebih membela Alana dn Alana juga gk mau disuruh minta maaf gitu doank.

Terima kasih kak udh mau kritis mengikuti cerita aku 🤗
total 1 replies
Tara
wah bisa menyusui tanpa punya suami dan masih perawan..mantap...itu keberuntungan atau kutukan...🤔🫣👏
Miu Nh.: Hallo kak 🤗 terimakasih bintangnya...
ugh, bagi Ellisa sendiri itu kutukan 🥲
total 1 replies
Bu Kus
kelebihan yang luar biasa
Miu Nh.: Hallo kak 🤗 terima kasih udah ngikutin cerita ini, semoga lanjut baca terus...
total 1 replies
Serenarara
Kok idenya unik.
Miu Nh.: Hallo kak 🤗 semoga sukka...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!