NovelToon NovelToon
Menjemput Cahaya

Menjemput Cahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.

Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.

Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.



**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29_Ada apa?

Hari ini Santi sudah boleh pulang, jadi Adam datang untuk menjemputnya.

Di dalam kamar rumah sakit, Riri sedang sibuk merapikan barang-barang Santi. Peralatan makan dan gelas yang digunakan Santi selama di rumah sakit sudah ia kumpulkan dan ia masukkan ke dalam plastik, dan ia letakkan di atas meja kecil. Ia juga memastikan semua pakaian Santi masuk ke dalam tas tanpa ada yang tertinggal.

"Assalamualaikum," ujar Adam begitu memasuki ruangan.

"Wa'alaikumussalam, Ustadz," jawab Riri dan Santi hampir bersamaan.

Adam melangkah mendekat, matanya menelusuri keadaan Santi. Gadis itu masih terlihat sedikit pucat, tapi jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya, "sudah selesai beberesnya, Ri?" tanyanya pada Riri.

"Sudah, Ustadz," jawab Riri sopan.

Adam lalu mengalihkan pandangannya ke Santi, "kamu bisa jalan sendiri, atau butuh bantuan?"

Santi mencoba menggerakkan kakinya sedikit, lalu mengangguk pelan, "saya bisa jalan sendiri, Ustadz. Tapi Riri harus membantu saya," ujarnya dengan suara lirih.

"Ya sudah, Riri papah dia," ujar Adam. Setelah itu, ia meraih tas berisi pakaian Santi yang tadi diletakkan Riri di atas kursi, begitupula dengan gelas dan piring yang ada di dalam plastik.

Jadi tangan kanannya membawa tas Santi yang berisi pakaian, dan tangan kirinya menenteng plastik yang berisi peralatan makan.

Mereka pun berjalan perlahan meninggalkan rumah sakit. Langkah Santi masih belum sepenuhnya stabil, tapi ia berusaha untuk tetap tegak. Meskipun kakinya masih terasa sedikit nyeri, ia tidak ingin terlalu merepotkan orang lain.

Saat mereka sampai di parkiran, Adam dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Santi.

"Hati-hati," ujarnya ketika melihat Santi hendak masuk ke dalam mobil.

Setelah memastikan Santi duduk dengan nyaman, Adam berjalan ke belakang mobil untuk memasukkan tas ke dalam bagasi. Kemudian, ia masuk ke kursi pengemudi dan mulai menyalakan mesin mobil.

Selama perjalanan menuju pesantren, suasana di dalam mobil cukup hening. Santi lebih banyak diam, sesekali melirik ke luar jendela, menikmati pemandangan yang selama beberapa hari ini tidak ia lihat. Riri yang duduk di sampingnya juga tidak banyak berbicara, hanya sesekali menanyakan apakah Santi merasa pusing atau butuh sesuatu.

Begitu sampai di pesantren, Adam langsung memarkirkan mobil di halaman depan.

"Kita sudah sampai," ujarnya sembari mematikan mesin mobil.

Dengan dibantu oleh Riri, Santi berjalan menuju rumah Bu Nyai. Dan Adam berjalan lebih dahulu, sambil menenteng tas dan plastik tadi.

Begitu mereka sampai di rumah, Bu Nyai Halimah langsung menyambut dengan raut wajah penuh kehangatan.

"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Bu Nyai.

Santi segera menundukkan kepalanya dengan takzim, lalu menjawab dengan suara pelan, "Alhamdulillah, sehat, Bu Nyai."

Bu Nyai tersenyum, tangannya dengan lembut memegang bahu Santi, "Alhamdulillah, nak Santi."

Santi tampak sedikit tidak enak hati. Ia menatap Bu Nyai dengan ekspresi bersalah, "Santi mau minta maaf, Nyai. Beberapa hari ini Santi tidak bisa membantu mengurus dapur umum."

Bu Nyai Halimah langsung menggeleng, "kamu ini bicara apa, Santi? Kamu sedang sakit, jadi wajar kalau tidak ikut membantu di dapur umum."

Santi mengangguk pelan, "terima kasih banyak atas pengertiannya, Bu Nyai."

Bu Nyai tersenyum lembut, "ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu. Jangan terlalu banyak bergerak dulu sampai kamu benar-benar sembuh seratus persen. Urusan dapur jangan kamu pikirin dulu, pokoknya kamu tidak boleh bekerja dulu. Yang penting jangan lupa sholat lima waktu saja," ujar Bu Nyai Halimah.

"Baik, terimakasih banyak, Bu Nyai," ujar Santi patuh.

Bu Nyai kemudian menoleh ke Riri, "ya sudah, Riri, antarkan dia ke kamarnya."

"Baik, Bu Nyai," sahut Riri segera.

Sedangkan Adam sudah memanggil dua orang santri putri untuk membawa perlengkapan Santi tadi menuju kamar Santi.

Dengan sedikit tertatih, Santi berjalan menuju kamarnya, dibantu oleh Riri.

Sesampainya di depan kamar, Santi mengetuk pintu pelan sebelum masuk, "Assalamualaikum."

"Wa’alaikumussalam," sahut Fatimah yang sedang duduk di atas kasurnya.

Santi melangkah masuk dengan hati-hati. Di ruangan itu hanya ada Fatimah, sementara Alea dan Zahra masih berada di dapur.

"Santi... ayo masuk pelan-pelan," ujar Fatimah. Ia segera bangkit dan meraih tangan Santi dari Riri, lalu membantunya berjalan menuju tempat tidur.

"Terima kasih banyak, Ri. Kamu sudah sangat baik sama aku, sudah menjaga aku selama di rumah sakit," ujar Santi dengan tulus.

Riri tersenyum, "sama-sama, San. Itu juga atas perintah Bu Nyai Halimah dan Kiyai Nasir. Kamu harusnya berterima kasih kepada mereka."

Santi tersenyum tipis, "pasti."

"Ya sudah, aku pamit dulu," kata Riri sambil melirik Fatimah.

"Terima kasih banyak, Ri," ucap Fatimah.

Tak lupa Santi dan Fatimah juga berterima kasih kepada dua orang santri putri yang tadi ditugaskan oleh Adam untuk membawakan perlengkapannya ke dalam kamar.

"Sama-sama, Mbak. Assalamualaikum," ujar Riri sebelum keluar dari kamar.

"Wa’alaikumussalam," jawab Fatimah dan Santi hampir bersamaan.

Begitu Riri pergi, Santi merebahkan tubuhnya di kasur. Ia menghela napas panjang, merasakan kenyamanan yang sudah lama tidak ia rasakan.

"Kamu sudah makan?" tanya Fatimah.

"Sudah, tadi di jalan," jawab Santi sambil tersenyum kecil.

Fatimah mengangguk, lalu mendekat ke sisi tempat tidur Santi. "Kamu sudah tahu siapa pelakunya?" tanyanya pelan.

Santi menggeleng. "Enggak tahu, dan enggak mau tahu juga, Mbak. Santi anggap ini sebagai penghapus dosa-dosa kecil Santi, jadi Santi ikhlas."

Fatimah menatap Santi dengan kagum. "Ya Allah, Santi. Mulia sekali hatimu."

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamar mereka. Tak lama kemudian, Zahra berdiri di ambang pintu.

"Santi...." serunya dengan nada penuh semangat.

"Kamu kapan sampainya?" tanya Zahra antusias.

"Iya, tadi kami tidak lihat, loh. Padahal kami tadi lewat jalan depan," sahut Alea, yang berdiri di samping Zahra.

"Baru saja," jawab Santi sambil tersenyum.

"Dijemput sama siapa?" tanya Alea penasaran.

"Ustadz Adam, ya?" celetuk Zahra dengan mata berbinar.

Fatimah melotot ke arah Zahra dan Alea. "Kalian berdua ini, tidak lihat Santi sedang tidak sehat? Sempat-sempatnya ngecengin dia sama Ustadz Adam."

"Ya, enggak apa-apa kali, Mbak," ujar Zahra sambil tertawa kecil. "Siapa tahu jodoh, kan?"

"Bener, nggak?" tanyanya sambil menyikut Alea.

"Bener," sahut Alea sambil terkikik.

*****

Hari ini adalah hari pembukaan kursus jahit di pesantren Darussalam. Ros Scarf membawa satu karyawan yang akan mengajari para santriwati.

"Aku enggak enak ninggalin kamu sendiri di sini, San," ujar Fatimah.

"Iya, aku juga," tambah Zahra, begitu pula dengan Alea.

"Tidak apa-apa. Kalian pergi saja. Aku tidak apa-apa kok sendirian di sini," jawab Santi.

Akhirnya, ketiga temannya pergi ke aula untuk menghadiri acara pembukaan kursus jahit.

Santi berbaring di kasurnya, mendengarkan suara dari luar yang mulai ramai. Namun, ia tidak menyangka ada suara ketukan pelan di pintu.

"Tok... tok..."

Santi mengira itu teman-temannya yang kembali untuk mengambil sesuatu. Tanpa berpikir panjang, ia bangkit dan langsung membuka pintu. Namun, begitu melihat siapa yang berdiri di depan pintu, tubuhnya menegang.

"Us-tad..." suara Santi bergetar.

Adam berdiri di ambang pintu dengan ekspresi sulit ditebak.

Santi menelan ludah. Bukankah seharusnya Adam berada di aula? Dan setahunya, pengasuh putra tidak pernah datang ke asrama putri.

Ada apa ini?

1
Susi Akbarini
ya ampun sebenarnya Ros jga tahu Fahri...
tqpi kenapa ia cuek gtu..
apa yg membuatnya begitu..
atau emang orangnya gak mau gr..

klo gtu..
fahri harus swgera nembak.

biar Ros tau kalo fahri suka ama Ros..
❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
laahhhh..
Fahri harusnya sat set cari no wa Ros..
bisa tanya Adam kan..
kenapa Ros punya firasat gak enak..
aoa dia jga ada rasa ama Fahri ...

klao iya..
kenapa kesannya dia cuek seolah gak ibgat mereka pernah temenan saat SMA..

Adam..
Adam..
kok gak muncul2..
kangen ini..
😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
waduhhh..

Adam amna Adam.

kok gak munvil..
kangen ini..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
ngaku aj Fahri klao Ros cinta pertama dan terakhirmu..
biar abi dan umimu pergi melamar Ros...
❤❤❤❤❤❤
0v¥
thor udah lama ngak up up
Susi Akbarini
jeng3..
klao sampai ketahuan gmna ya..
aoa mereka akan langsung dinikahkan?

apakah adam tidak kecewa saat tau santi gak perewan???
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
waaahh..

fahri bisa salah paham.

pasti ros yg dikira mau dijodohkan ama dia..
pasti fahri langsung terima..

atau ris yg akhirnya sadar ada rasa ke fahri saat tau fahri mau dijodihka ama sahabatnya...

penasarannn....
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kak...

kok lama gak up..
kangen ama adam dan santi...
❤❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalao suka halalin aja..
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
sayang di pesantren gak ada cctv..

myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalo suka ama santi..
halalin aja.

😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
adam terciduk..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
bakal ketahuan ga ya.....
Lianali
cerita yang penuh makna.
Susi Akbarini
Adam ..
dingin..
menghanyutkan..

❤❤❤❤❤❤😉
Susi Akbarini
sebagai mantan penikmat wanita.

pasti Adam.paham Santi punya daya tarik pemikat..

mudah2an..
Adam.mau halalin Santi lebih dulu...
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
oalah..
mudah2an karena sama2 pendosa..
jadi sama2 mau neryonat dan menyayangi..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
tatapan Adam seperti menginginkan Santi..
Santi jadi gak kuat..
😀😀😀❤😉❤
Susi Akbarini
mungkin Adam ada rasa ama Santi.

atau jgn2 Dam pernah tau Santi sblm mereka ktmu di bus.

mungkinkah hanya Adam yg tulus mau nikahi Santi..
mengingat ibu Adam kan udah meninggal.. .
jadi gak ada yg ngelarang seperti ibu Fahri..
❤❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
ada yang panas nih.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!