NovelToon NovelToon
Menjemput Cahaya

Menjemput Cahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

SPESIAL RAMADHAN

Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.

Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.

Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.



**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27_Perasaan yang Mulai Bergetar

"Assalamualaikum," ucap Adam saat memasuki ruangan rumah sakit itu. Hanya ada Santi dan Riri di sana. Kemarin malam, Riri yang merupakan salah satu santri wanti di pesantren Darussalam diperintahkan untuk menggantikan Fatimah, Zahra, dan Alea untuk menjaga Santi. Sebab Fatimah, Zahra, dan Alea harus kembali ke pesantren untuk mengurus dapur.

"Wa’alaikumussalam, Ustadz," jawab Santi dan Riri bersamaan.

"Kamu boleh keluar," ujar Adam kepada Riri dengan nada datar.

"Baik, Ustadz," ucap Riri menunduk, kemudian melangkah pergi meninggalkan ruangan.

Hati Santi mulai berdebar kencang, bukan karena perasaan berbunga-bunga, tapi lebih karena rasa takut yang tiba-tiba menyerangnya. Dada sesaknya seolah dihimpit oleh sesuatu yang tak kasat mata. Tangannya yang berada di atas selimut perlahan mengepal, meremas kain dengan erat, berusaha meredam kegelisahan yang mulai menguasai tubuhnya.

Ia menunduk dalam-dalam, tak berani menatap Adam terlalu lama. Napasnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menahannya di tenggorokan. Ruangan yang tadinya terasa luas, kini seakan menyempit, membuatnya semakin tidak nyaman.

Pikirannya berkecamuk. Ia sadar, Adam adalah keponakan Kiyai Nasir—orang yang seharusnya bisa ia percayai. Tapi tetap saja, berada berdua dengan seorang pria dalam situasi seperti ini membuatnya merasa terpojok. Ketakutan yang muncul bukan karena Adam melakukan sesuatu yang mencurigakan, melainkan karena nalurinya berteriak agar ia tetap waspada.

"Bagaimana kabarmu, Santi?" tanya Adam pelan.

"Alhamdulillah, baik, Ustadz," sahut Santi canggung, bahkan hampir terbata.

Adam menghela napas pelan, menatap Santi dengan sorot mata penuh pertimbangan.

"Pelakunya belum juga ketahuan," ujar Adam memberitahukan tanpa diminta.

"Pelaku apaan, Ustadz?" tanya Santi tidak mengerti.

"Ya, pelaku yang membuat kamu sampai begini," ujar Adam.

Santi terdiam, lalu mengalihkan pandangannya ke jendela. Sinar mentari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai, menerangi wajah pucatnya.

"Sudahlah, Ustadz, tidak perlu dicari tahu. Mungkin itu bukanlah sesuatu yang disengaja. Biarkan saja," ucap Santi lirih.

Mendengar ucapan itu, Adam semakin yakin bahwa Santi adalah gadis yang baik. Berbeda jauh dengan gadis-gadis klub malam yang selama ini ia temui.

"Oh ya, Ustadz Fahri tidak tahu kan soal insiden ini?" tanya Santi khawatir. Ia tahu betul bagaimana Fahri. Ia tidak ingin pria itu mengkhawatirkan dirinya.

Seketika ekspresi wajah Adam berubah menjadi tidak suka.

"Sebenarnya kamu ada hubungan apa sih dengan Ustadz Fahri?" tanyanya dengan nada datar.

Santi terdiam. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya menyukai Fahri. Betapa tidak tahu dirinya jika ia sampai jatuh hati pada pria sesempurna itu.

"Ustadz Fahri itu sudah saya anggap seperti keluarga saya, Ustadz. Saat di Jakarta, kami tidak punya siapa-siapa. Hidup terlunta-lunta, dan Fahri serta orang tuanya lah yang menolong saya dan adik-adik saya. Saya berutang budi banyak kepadanya," ujar Santi jujur.

Barulah wajah Adam mengendur. Ia mengangguk paham.

"Ustadz Fahri sudah diberitahu oleh Kiyai Nasir, tapi Fahri tidak bisa datang menjenguk kamu ke sini, karena beliau ada urusan lain," ujar Adam.

Fahri yang mengetahui insiden Santi sebenarnya merasa khawatir. Namun, jika uminya tahu bahwa ia ingin menjenguk Santi, pastilah beliau tidak akan senang, mengingat Fahri baru beberapa hari yang lalu menjenguknya. Akhirnya, ia hanya bisa berdoa agar Santi segera pulih dan mempercayakan pesantren untuk merawatnya.

"Alhamdulillah," ucap Santi lega. Setidaknya kali ini ia tidak merepotkan Fahri.

"Selamat pagi," sapa seorang perawat yang datang dengan membawa nampan berisi makanan.

"Pagi juga, Bu," sahut Adam.

"Ini sarapannya, dan ini obatnya," ujar perawat, menyerahkan satu tablet obat.

"Terima kasih, Bu."

"Sama-sama."

Ibu perawat pun pergi. Adam mengulurkan tangan, memutar pemutar di ujung tempat tidur Santi agar sandarannya naik, sehingga ia bisa duduk lebih nyaman. Setelah itu, ia mengambil nampan makanan dari atas nakas.

"Kamu makan dulu ya," ujar Adam, membuka plastik penutup makanan itu.

"Biar saya makan sendiri, Ustadz," ucap Santi ketika melihat Adam hendak menyuapinya.

"Kamu belum begitu pulih, jadi biar saya saja yang menyuapi kamu," ucap Adam.

Ia mengangkat sendok dan menyodorkannya ke mulut Santi.

"A..." ucapnya seperti tengah menyuapi anak kecil.

Santi merasa ragu, namun perlahan membuka mulutnya dan menerima suapan Adam.

"Ustadz, biarkan saya makan sendiri. Saya bisa," ujar Santi kembali.

"Sudah, jangan banyak bicara. Cepat habiskan makanan ini agar kamu cepat pulih," ucap Adam masih dengan sabarnya menyuapi Santi.

Layaknya wanita pada umumnya, Santi tidak bisa mengelak, ia sudah baper dengan perlakuan Adam kali ini. Ia merasa Adam tidak semenakutkan yang ia kira selama ini.

"Terima kasih banyak, Ustadz," ucap Santi setelah selesai makan.

"Terima kasih untuk apa?" tanya Adam.

"Karena Ustadz sudah mau menjenguk dan menyuapi saya," ujar Santi.

Adam tersenyum tipis, "ya, sama-sama. Santai saja."

Perlahan, Adam mendekat ke wajah Santi. Santi sontak menegang dan refleks memundurkan wajahnya.

"Ada sisa nasi, belepotan," ujar Adam ringan, lalu mengambil tisu dan menyapukan perlahan di sudut bibir Santi. Setelah itu, ia kembali duduk normal.

Santi yang sempat ketakutan segera beristighfar dalam hati.

"Nah, sekarang saatnya minum obat," ucap Adam, lalu meletakkan nampan di atas nakas dan mengambil segelas air putih serta tablet obat. Ia menyerahkannya pada Santi, dan membantunya untuk menelan obat itu.

"Terima kasih, Ustadz," ucap Santi setelah meneguk air terakhir.

"Ah, kamu ini, selalu saja mengucapkan terima kasih," ujar Adam, disertai senyum tipis di bibirnya.

Sejenak mereka terdiam. Adam terus memandangi wajah Santi, sementara gadis itu merasa tidak nyaman dan memilih menundukkan wajahnya.

"Ya sudah, saya mau pulang dulu. Kamu cepat sehat ya," ujar Adam akhirnya.

"Baik, Ustadz."

"Assalamualaikum."

"Wa’alaikumussalam."

Setelah Adam keluar dari ruangan, ia menyuruh Riri masuk kembali.

"Jaga dia baik-baik," pesan Adam kepada Riri.

"Baik, Ustadz," jawab Riri patuh.

Adam meninggalkan rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Begitu sampai di mobilnya, ia membuka pintu dan duduk di dalam. Ia bersandar, menutup mata, lalu mengusap wajahnya perlahan.

"Arghh, mana mungkin aku suka dengan gadis itu," gumamnya frustasi.

Dalam hati, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Adam, kamu harus tahu batasan. Jika dirimu tidak baik, maka berbuatlah yang tidak baik di luar pesantren. Jangan dalam lingkup pesantren. Ingat, sekarang para santri dan santriwati memanggilmu Ustadz. Sebuah gelaran yang sangat sulit untuk disandang. Mau tidak mau, kamu harus mencerminkan sosok seorang Ustadz. Bukan seorang pria yang biasanya pergi ke klub malam seperti saat di luar negeri dulu," gumamnya kepada dirinya sendiri.

Setelah merasa lebih tenang, Adam menghela napas panjang, lalu menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan kawasan rumah sakit.

1
Susi Akbarini
kalao suka halalin aja..
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
sayang di pesantren gak ada cctv..

myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalo suka ama santi..
halalin aja.

😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
adam terciduk..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
bakal ketahuan ga ya.....
Lianali
cerita yang penuh makna.
Susi Akbarini
Adam ..
dingin..
menghanyutkan..

❤❤❤❤❤❤😉
Susi Akbarini
sebagai mantan penikmat wanita.

pasti Adam.paham Santi punya daya tarik pemikat..

mudah2an..
Adam.mau halalin Santi lebih dulu...
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
oalah..
mudah2an karena sama2 pendosa..
jadi sama2 mau neryonat dan menyayangi..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
tatapan Adam seperti menginginkan Santi..
Santi jadi gak kuat..
😀😀😀❤😉❤
Susi Akbarini
mungkin Adam ada rasa ama Santi.

atau jgn2 Dam pernah tau Santi sblm mereka ktmu di bus.

mungkinkah hanya Adam yg tulus mau nikahi Santi..
mengingat ibu Adam kan udah meninggal.. .
jadi gak ada yg ngelarang seperti ibu Fahri..
❤❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
ada yang panas nih.....
Diana Dwiari
ah.....jangan2 Ros adalah gadis yg diinginkan fahri
0v¥
kenapa klo fahri ama santi, kenapa umi nya fahri tidak setuju, jgn karena masa lalunya santi kelam, semua dimata Allah sama klo benar 2 mau tobat di jalan Allah,
Susi Akbarini
duuhhhhh....
jadi penasarannn...
siapa akhirnya jodoh Santi..
❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
waduuuhhhh..
saingan terberat Santi datang..
😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
berasa nonton film ayat2 cinta..
😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
Adam
Susi Akbarini
mungkinkah mereka berjodoh???
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
bukan orang baik yg bagaimna?
jadi penasarannn..
❤❤❤❤❤❤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!