Stella ditalak sang Suami, usai mereka melakukan malam pertama. Ketidakpercayaan sang suami membuat sang ayah murka dan mengusirnya dari rumah.
Stella terpuruk. Lalu, datanglah seorang pria penolong yang rela menerima kelebihan dan kekurangannya. Namun sang pria ternyata juga pemaksa.
Mungkinkah Stella mau kembali bersama sang mantan? Ataukah dia akan memilih hidup bersama pria yang selama ini menunggu cintanya?
Simak kisah rumit kehidupan Stella dalam PENJARA CINTA untuk STELLA, Happy reading😍😍😍 jangan lupa like, share n komennya ya.... semoga suka😍😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rini sya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan
Dengan lembut, dokter cantik ini pun membantu Stella menyamankan posisi duduknya. Menyelimuti kedua kaki Stella agar wanita ini merasa aman.
"Aku obati lukanya ya!" bujuk sang Dokter dengan name tag bertuliskan Salsa Fransiska.
Salsa tahu, jika Stella pasti sedang membaca namanya. Sebab, Salsa tahu jika mata Stella tertuju pada name tagnya.
"Kenapa? Kamu pengen tahu namaku ya?" Dokter Salsa tersenyum.
Stella menatap sekilas pada Salsa. Kemudian Salsa tersenyum. "Namaku Salsa, aku temannya Mas tampan ini. Dia namanya Juan. Dia pria yang nolongin kamu. Jadi kamu nggak usah takut ama dia. Dia baik kok," bujuk Salsa lagi.
Stella melirik Juan. Sepertinya wanita ini sangat-sangat waspada dengan seorang pria. Mungkin pengalamannya berurusan dengan prialah yang membuatnya benci laki-laki.
Stella masih belum mau tersenyum. Menjawab pertanyaan mereka saja masih terasa berat. Entahlah, sepertinya suaranya telah habis oleh tangisan yang ia lakukan beberapa hari yang lalu. Ia hanya menatap takut pada kedua orang yang sedari tadi menjaganya.
"Juan, mana cream yang aku titipin kemarin?" tanya Salsa. Dengan cepat Juan pun mengambilkan kotak obat yang dititipkan Salsa padanya beberapa hari yang lalu.
Salsa mengambil cream penghilang lebam dan mengoleskan tipis pada luka-luka Stella. Wanita ayu ini hanya menurut, meski sesekali ia mengaduh sakit.
"Sakit ya?" tanya Salsa lembut.
Stella mengaguk.
"Tahan sedikit ya, semua akan baik-baik saja. Kamu boleh cerita apapun nanti setelah kamu sembuh heeemmm." Salsa kembali menyelimuti tubuh Stella, setelah mengoleskan obat itu pada kaki yang penuh luja terebut.
"Ada lagi yang kamu rasakan selain luka-luka ini?" Salsa kembali duduk di sisi ranjang dan memegang tangan wanita ayu ini.
"Jangan takut ya, aku pasti akan merawatmu sampai sembuh." Salsa menyibak rambut Stella dan mulai mengobati luka lebam yang ada di wajah wanita ayu ini.
"Kamu cantik sekali, aku boleh tahu nama kamu nggak?" rayu Salsa.
Stella menatap ke arah Juan. Sepertinya ia memang takut pada Juan.
"Kalau kamu belum siap kasih tahu nama kamu, aku nggak akan maksa, tapi aku berharap kamu bakalan kasih tahu nama kamu. Kalau kamu udah siap nanti, Hemmm," bujuk Salsa lagi.
Stella masih bergeming. Masih teguh pada pendiriannya. Yang tak ingin membuka jati dirinya pada siapapun termasuk pada kedua orang yang telah menyelamatkannya ini.
"Apakah masih ada yang sakit selain ini?" tanya Salsa. Stella menjawab dengan menunjukkan luka-luka yang ada di seluruh tubuhnya. Dari lengan, kaki dan juga punggungnya.
"Perih," ucap Stella lirih. Salsa mengerti, pasti luka semua luka yang tercipta di seluruh tubuh wanita ini pasti perih. Terlebih sabetan yang membekas di tubuh Stella terhitung parah.
"Iya aku tahu. Percayalah semua pasti akan sembuh," Salsa membantu merapikan rambut Stella dan mengecek infus yang tertancap pada lengan Stell.
"Napasmu sudah nggak berat, aku lepas oksigennya ya dan bernapaslah seperti biasa." Salsa terlihat begitu baik padanya, namun tetap saja hati Stella masih belum percaya. Ia takut mereka akan mencari rumahnya dan akan mengantarkannya pulang. Stella takut itu. Sangat-sangat takut.
"Habis ini kamu makan ya, minum obat, terus istirahat. Biar cepet sembuh ... ya," ucap Salsa memberi nasehat. Stella mengangguk. Kemudian, dokter cantik ini berpamitan dan mengajak Juan keluar untuk membicarakan sesuatu.
***
Di sisi lain ... pertengkaran sengit terjadi antara Anti dan juga suaminya, Jovan. Yang tak lain adalah orang tua Stella. Anti tak terima dengan perlakuan Jovan pada sang putri. Wanita paruh baya ini akan menuntut Jovan ke pengadilan jika putrinya tidak ditemukan. Apa lagi dalam keadaan tidak selamat.
"Ingat baik-baik Jovan, jika terjadi sesuatu pada putriku. Jangan harap kamu bisa bernapas bebas. Aku beri waktu kamu seminggu. Jika dalam waktu seminggu dia tak kembali dalam pelukanku maka, tak ada kata maaf bagimu!" ancam Anti geram.
Bukannya takut, Jovan malah tertawa.
"Apa kamu pikir aku takut dengan wanita-wanita tak bermoral seperti kalian hah!" jawab Jovan tanpa dosa.
"Kalau aku wanita tak bermoral lalu mengapa kamu nggak mau menceraikan aku Jovan. Aku lelah hidup dengan pria tak punya hati sepertimu. Jovan! Kau dengar!" teriak Anti kesal.
Jovan terlihat tak peduli, ia malah meninggalkan Anti sendiri, masuk ke ruang kerja serta menguncinya dari dalam.
Antie tak mau hidup seperti ini. Ia pun merapikan barang-barangnya berniat pergi untuk mencari putri yang ia sayangi.
Bersambung ...
halooo Thor. ini yg pertama kali aq mampir di novelmu.