15 tahun berlalu, tapi Steven masih ingat akan janjinya dulu kepada malaikat kecil yang sudah menolongnya waktu itu.
"Jika kau sudah besar nanti aku akan mencarimu, kita akan menikah."
"Janji?"
"Ya, aku janji."
Sampai akhirnya Steven bertemu kembali dengan gadis yang diyakini malaikat kecil dulu. Namun sang gadis tidak mengingatnya, dan malah membencinya karena awal pertemuan mereka yang tidak mengenakkan.
Semesta akhirnya membuat mereka bersatu karena kesalahpahaman.
Benarkah Gadis itu malaikat kecil Steven dulu? atau orang lain yang mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiny Flavoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05 - Ketiban sial
Benar, Rimba memang duduk di kursinya, tapi pikirannya berlari kabur entah kemana. sepanjang penjelasan yang diberikan oleh Steven di depan kelas tak lagi Rimba dengarkan. ia hanya berharap kelas itu cepat selesai dan ia bisa menghilang dengan cepat.
"Rim! hey, Lo mau kemana sih? buru-buru amat," panggil Ellena saat melihat Rimba buru-buru keluar kelas setelah perkuliahan selesai.
"Sori, gue ada perlu!" balas Rimba tanpa menoleh kembali ke arah Ellena.
"Perlu apaan?" tanya Ellena namun tak ada tanggapan lagi Rimba yang sudah raib entah kemana.
Ellena dan Arini masih betah duduk dikursinya, memandang takjub sang dosen yang masih sibuk membereskan lembar kertas jawaban mahasiswa, dari soal yang ia berikan sebagai tes awal pertemuannya barusan.
Steven tak sadar, banyak perhatian tertuju padanya. wajah dingin Steven yang penuh kharisma, ketampanan yang langka, juga hidung mancung sempurna yang bak dilukis begitu hati-hati oleh penciptanya. outfitnya yang mengesankan seorang lelaki gentle yang sangat rapi, rambut coklat elegan, sungguh mahakarya yang sulit dilewatkan oleh para mahasiswi yang masih betah duduk dikelas padahal jam kuliah sudah selesai dua menit yang lalu.
.
Rimba melarikan diri ke kantin. Ia mendinginkan hati dan pikirannya dengan memesan milkshake strawberry kesukaannya. Sendiri ia duduk di meja kantin, sampai seseorang datang duduk tanpa permisi dihadapannya.
"Nggak ada kuliah lagi?" tanya Marvin begitu santai dan tak merasa punya dosa apa-apa. Matanya menatap Rimba, seakan sorot mata itu menyiratkan rasa rindu yang begitu dalam.
"Apaan sih? Bisa nggak ngeliat gue-nya nggak kaya gitu? kita udah putus ya, jadi Lo nggak usah deket-deket gue lagi!" ujar Rimba lalu membuang mukanya, jengah.
"Kenapa? Aku nggak pernah nganggap kita putus, serius."
"Seriously? dasar gila!" umpat Rimba sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah ketahuan selingkuh didepan mata, lelaki itu masih percaya diri bahwa hubungan mereka baik-baik saja?
Dugong satu ini, ingin rasanya Rimba menyiram wajah sok tampan dihadapannya dengan air comberan, tapi sayangnya nggak ada selokan terbuka dikampus ini. Rimba lalu melirik milkshake strawberry dihadapannya. Sempat berniat menyiramnya ke muka Marvin tapi urung. Mana mungkin Rimba rela membuang Milk shake harga 15 ribu ke muka laki-laki playboy macam Marvin. Keenakan!
"Pergi nggak dari sini!" usir Rimba kemudian.
"Nggak!" sahut Marvin masih betah nempel di kursinya.
"Lo maunya apa sih?" tantang Rimba. Namun Lelaki itu terlihat malah mesam-mesem tidak jelas dan malah bikin Rimba mual melihatnya. "Oke, Lo nggak pergi, biar gue yang pergi!" ucapnya menggebrak meja lekas pergi, gadis itu akhirnya meninggalkan lelaki yang pernah disayangi dulu. Tepatnya sebelum Marvin kepergok tengah berciuman panas dengan sahabatnya sendiri, Angela.
.
Rimba tengah menanti ojek online yang sudah dipesan sebelumnya. Ia berdiri ditrotoar depan kampus agar si ojol mudah menemukan dirinya disana.
"Fiuhh! panas banget, mana nih di babang ojol?" gumamnya bermonolog sendiri sambil membuka aplikasi di ponselya memantau perjalanan ojol pesanannya.
Tiba-tiba,
SREETTT!!
Ponsel Rimba dirampas dua orang pemuda naik motor yang melintas didepannya.
"Eh, JAMBRET!!" teriak Rimba sekencang-kencangnya.
Rimba berlari mengejar motor itu, tangannya sudah menjangkau grip pegangan yang ada dibelakang jok motor si pelaku. Gadis itu mencoba menghentikannya, nahas ia malah terseret beberapa meter dan akhirnya terjatuh. Sementara si jambret sudah ngibrit jauh entah kemana, tak terkejar.
Semua orang yang ada disekitar sana menolong Rimba yang tersungkur dijalan. Tangan kanannya terluka saat ia terjatuh mengenai aspal.
"Aww!" Rimba kali ini meringis kesakitan. Mungkin lukanya rada dalam dari yang sebelumnya waktu nabrak mobil Steven.
"Rimba, Lo nggak apa-apa?" tanya seseorang yang ternyata teman kampusnya yang kebetulan melintas.
"Hape gue, Hape gue dijambret orang!" lirih Rimba yang malah memikirkan nasib ponsel out of date-nya itu.
"Kita balik ke kampus ya, aku obatin disana," kata temannya tak ingin lagi menanggapi ocehan Rimba yang masih memikirkan barangnya yang hilang, bukan nyawanya.
Saat akan memapah Rimba dengan sekuat tenaga, berhentilah sebuah mobil besutan Eropa berwarna merah tepat didepannya. Ternyata dia Steven yang baru saja keluar dari gedung kampus dan melihat kerumunan banyak orang. Steven kaget saat tau lagi-lagi itu Rimba.
"Kenapa?" tanya lelaki itu setelah turun dan melihat kondisi sang gadis.
Seorang warga lalu menceritakan kejadiannya kepada Steven. "Oh jadi dia ngejar jambret sampai kaya gini?" gumamnya pelan.
"Tolong bawa ke rumah sakit Mas, kasian," pinta seorang warga yang menolongnya disana.
"Saya akan membawanya ke rumah sakit. Bisa bantu dia naikin ke mobil?" ujar Steven lalu membukakan pintu penumpang mobilnya.
"Eh, apaan nih? gue nggak mau ke rumah sakit!" tolak Rimba berontak. 'Apalagi sama orang ini!' batinnya.
"Tapi Lo terluka cukup parah, Rim. Lo harus ke rumah sakit ini," kata temannya itu.
"Enggak-enggak! Gue nggak mau!" tolak gadis keras kepala itu.
"Mau tangan kamu di amputasi?" kata Steven.
Rimba yang awalnya terus menolak akhirnya terdiam sesaat. "Bapak jangan nakut-nakutin saya!" ucapnya jadi kepikiran. 'Amputasi? amit-amit'
"Itu benar. Ketika ada jaringan di tubuh kita mati, infeksi akan masuk ke dalam dan menyebar ke bagian tubuh lain kalau tidak segera diobati. Lihat, tanganmu terluka cukup parah," jelas Steven.
Rimba jadi sedikit ketakutan juga dengan penjelasan sang dosen tamu itu. Terlintas dalam benaknya jika dia harus kehilangan satu tangan, harapan untuk jadi dokter dan membeli motor baru pupus sudah.
Rimba pasrah dan menanggalkan kebenciannya dulu saat lelaki perparas dewa itu membawanya menuju rumah sakit. Selama di perjalanan tak ada obrolan apa pun yang keluar dari mulut masing-masing. Gadis itu memilih memalingkan pandangannya ke luar dibalik kaca pintu mobil yang tertutup rapat karena ber-AC.
Tibalah mereka di Saint Joseph Internasional Hospital.
Rimba mengerjapkan kedua matanya saat sadar dirinya berada didepan rumah sakit elite ini.
"Kok kesini?" tanya Rimba.
Steven mengernyit heran. "Rumah sakit kan?"
"Iya tapi kenapa rumah sakit ini?" protes Rimba.
"Kenapa?" Steven malah balik bertanya.
"Pokoknya Gue nggak mau. Gue nggak mau ke rumah sakit! titik" sahut Rimba keceplosan bicara tidak formal. Dia bingung harus menjelaskannya bagaimana kepada sang dosen. Intinya dia takut tidak mampu membayar tagihan pengobatannya nanti.
"Kamu jangan ke kanak-kanakan gitu dong! kita udah sampai disini trus mau ngapain?" ujar Steven mulai jengah.
"Saya mau diobatin, tapi nggak mau dirumah sakit ini," kali ini Rimba berkata lirih.
"Saya praktek di rumah sakit ini, jadi kamu tenang saja, kita nggak akan ngantri," kata Steven.
'Bodoh! bukan itu masalahnya Pak dokter dosen. Gue takut nyengsarain keluarga gue lagi dengan biayanya tagihannya nanti,' batinnya menjawab.
.
.
.
Ketika kesialan bertubi-tubi… Syukurilah. Apa pun yang menimpamu, yakinlah kamu masih bertahan hidup.