Sayangi aku.. Dua kata yang tidak bisa Aurora ucapkan selama ini.. Ia hanya memilih diam saat mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang- orang di sekitarnya bahkan keluarganya. Jika dulu dia selalu berfikir bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi bahkan menuntut dirinya untuk melakukan apapun dan sangat berbanding terbalik dengan perlakuan ke dua orang tuanya pada kakak dan adiknya.. Tapi semakin dewasa Aurora menyadari bahwa selama ini ia salah.. Justru keluarganya itu sedang mengabaikan dirinya.. Keluarganya tidak peduli dengan apapun yang ia lakukan ...
INGAT !!! Ini hanya cerita fiksi dimana yang mungkin menjadi tidak mungkin dan yang tidak mungkin menjadi mungkin..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#5
Happy Reading..
"Sudah kita bicara lagi dengannya nanti." Ucap Devano saat Elina akan menghampiri Bara.
"Tapi pa, apa mungkin Bara sudah memiliki kekasih?" Tanya Elina sambil menatap pintu kamar Bara yang tertutup. Elina memiringkan kepalanya. "Tapi itu tidak mungkin. Aku sudah benar- benar menyelidikinya." Ucapnya pada dirinya sendiri.
Devano mengusap kepala sang istri. "Sudah nanti kita bicarakan lagi perlahan dengannya. Sekarang lebih baik kamu lanjutkan pekerjaan kamu."
"Tapi pa, kalau Bara tetap menolak bagaimana? Lalu Rora?"
"Kita coba dulu. Tapi nanti jika Bara tetap menolak, bukankah kita masih bisa menjadikan Rora sebagai anak angkat kita." Ucap Devano.
.
.
.
"Sayang." Panggil Elina.
"Iya tante." Saut Rora dari arah kamar mandi.
Elina berjalan mendekat saat mendengar pintu kamar mandi yang terbuka lalu meraih tangan Rora dan membawanya untuk duduk di atas sofa yang berada di dalam kamar Rora. Setelah itu Elina meraih kotak make up di atas meja yang sengaja ia bawa lalu menerapkannya beberapa di wajah Rora.
Elina meraih dagu Rora lalu memandangnya sambil tersenyum puas saat melihat hasilnya. "Cantik." Ucapnya. "Sekarang kita keluar. Yang lain sudah menunggu."
Rora menahan tangan Elina. "Tante, tidak bisa kah aku disini saja?" Tanya Rora. Ia nampak sangat gugup sekarang. Bahkan dirinya belum pernah merasakan sampai segugup sekarang.
Elina mengusap punggung tangan Rora dengan ibu jarinya. "Kenapa?" Rora menggelengkan kepalanya. "Ada tante.. Ada om.. Jadi kamu tidak perlu takut. Ayo." Rora pun menurut.
Elina membawa Rora berkeliling untuk mengenalkannya pada seluruh anggota keluarganya tak terkecuali Bara. Rora tau, sangat tahu. Meskipun tidak bisa melihat dengan jelas tapi ia bisa merasakan bahwa banyak yang tidak menyukai keberadaannya di sini.
Rora lebih memilih untuk mengikuti kemanapun Elina pergi. Rora berulang kali meremat tongkatnya saat mendengarkan bisik- bisik tidak suka tentang dirinya. penglihatannya memang terganggu tapi tidak dengan pendengarannya. Beberapa bahkan mengatakan bahwa dirinya hanya menjadi pengganggu saja karena keterbatasannya.
Dari kejauhan Bara hanya bisa memperhatikan sosok Rora yang selalu menempeli mamanya. Setelah perbincangannya yang kedua dengan mama dan papanya tadi sore, Bara tetap menolak untuk menerima perjodohan ini. Akhirnya Elina dan Devano memutuskan untuk memberikan waktu pada Bara untuk mengenal sosok Rora terlebih dahulu. Tapi jika memang Bara tetap memilih untuk menolak perjodohan ini maka Elina akan menerimanya dan akan memilih menjadikan Rora sebagai anak angkatnya seperti saran dari sang suami.
"Sebenarnya apa kelebihan dari gadis buta itu?" Monolog Bara. "Kenapa mama dan papa terlihat begitu menyayanginya?" Ucap Bara.
"Selamat malam." Sapa Aluna setelah memasuki pintu. Ia berjalan ke arah Ratna lalu menyodorkan bingkisan yang sengaja ia bawa. "Ini untuk oma. Maaf karena Aluna datang terlambat." Ucapnya.
"Tidak apa- apa sayang. Seharusnya kamu tidak perlu repot- repot membawa bingkisan seperti ini.. Tapi terima kasih." Ucap Ratna lelu mengusap kepala Aluna.
Daniah menarik tangan Aluna. "Ayo.. Tante akan mengenalkan kamu dengan papa dan mama Bara." Ajak Daniah.
"Elina.. Devano.." Panggil Daniah. "Kenalkan dia Aluna." Ucap Daniah.
Aluna mengulurkan tangannya lalu menjabat tangan Devano dan Elina. "Aluna om, tante." Ucap Aluna.
"Bukan kah Aluna gadis yang cantik." Ucap Daniah sambil melirik ka arah Rora. "Dia juga lulusan terbaik loh di kampusnya." Lanjut Dania membangga- banggakan Aluna.
Devano dan Elina hanya menjawab dengan senyuman saja lalu Elina menarik tangan Rora. "Kenalkan dia Rora. Anak angkat kami." Ucap Elina mengenalkan Rora.
Rora pun bersalaman dengan Aluna. Sedangkan Bara dan beberapa orang lainnya yang mendengar hanya bisa mengerutkan keningnya.
Daniah menatap Elina. "Bukankah tadi dia mengenalkan gadis buta ini sebagai calon istrinya? Tapi sekarang kenapa menjadi anak angkat." Tanya Daniah dalam hati.
Rora tersenyum saat mendengar Elina mengenalkannya sebagai anak angkat. Bukankah ini berarti ada kemungkinan bahwa Elina berubah fikiran? Semoga saja.
Selama acara makan malam Elina benar- benar memperlakukan Rora dengan penuh kasih sayang. Membuat Daniah dan Ayudia semakin menatap sinis ke arah Rora.
"Calon mertuamu nanti pasti akan sangat bersyukur karena memiliki menantu seperti kamu sayang." Puji Daniah pada Aluna. "Tidak hanya cantik.. Tapi kamu juga perhatian."
"Tentu saja. Hanya mereka yang bodoh yang akan menolak gadis seperti kamu." Saut Ayudia.
"Andai aku punya anak lelaki.. Aku pasti akan memilih gadis seperti kamu untuk menjadi calon menantu." Ucap Daniah sambil menatap Rora. "Aku tidak ingin salah pilih dan membiarkan anakku menderita dengan memiliki seorang istri yang cacat..."
Brakk!!!
"Cukup.." Bentak Elina.
"Kenapa?" Tantang Daniah. "Bukankah apa yang aku katakan itu benar? Tidak ada orang tua di dunia ini yang ingin anak- anaknya hidup menderita..."
"Aku bilang cukup. Jika mbak masih ingin dana dari perusaahan suamiku tetap mengalir ke perusahaan suami mbak, aku sarankan tutup mulut mbak." Ancam Elina.
Rora meraba sisi meja untuk mencari tangan Elina. Setelah berhasil ia genggam tangan itu untuk menenangkan Elina. Elina balas menggenggam tangan Rora.
"Apa kamu ingin kembali ke kamar kamu?" Tanya Elina.
Rora menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Rora masih lapar. Boleh tidak Rora tambah nasinya?" Tanya Rora setengah berbisik kepada Elina.
"Tentu saja. Kamu ingin tambah lauk apa sayang?" Tanya Elina.
"Terserah tante.. Apapun yang tante ambilkan pasti Rora makan." Jawab Rora yang membuat Elina tersenyum.
Setelah selesai acara makan malam Elina lebih memilih untuk membawa Rora pergi ke arah taman yang berada di samping rumah dari pada duduk bercengkrama dengan yang lain. Ia mengajak Rora untuk duduk di atas ayunan.
Rora menutup kedua matanya sambil menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Sedangkan Elina menatap sendu pada gadis yang saat ini duduk disisinya. Ia meraih tangan Rora lalu menggenggamnya.
"Ada apa tante?" Tanya Rora saat menyadari Elina yang banyak terdiam setelah acara makan malam tadi.
"Maafkan tante Daniah ya." Ucap Elina.
"Maaf untuk apa tante?"
"Maaf karena ucapan tante Daniah pasti sangat melukai hati kamu." Ucap Elina sengan rasa bersalah.
Rora menggelengkan kepalanya. "Rora tidak apa- apa tante.." Balas Rora. "Sungguh.." Lanjutnya. " Lagi pula tidak ada yang salah dengan ucapan tante Daniah. Tidak akan ada orang tua yang menginginkan anaknya untuk hidup menderita."
Elina menarik Rora untuk masuk kedalam pelukkannya lalu mencium pucuk kepala Rora berulang- ulang. "Aku berjanji aku akan menjaga dan selalu berusaha untuk membuat anak kalian bahagia." Ucap Elina dalam hati.
Bara menatap sinis Rora saat melihat bagaimana sang mama yang terlihat sangat menyayanginya. Sejujurnya Bara merasa cemburu, bukankah yang seharusnya berada di posisi Rora saat ini adalah dirinya. "Bahkan belum dua bulan gadis buta itu tinggal bersama mama dan papa tapi dia sudah hampir merebut semuanya dariku."
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak...