"Syukurlah kau sudah bangun,"
"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"
"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”
Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.
"Ha-- Hachiiih!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perasaan Ellisa
"Cantik banget Ellisa."
"Aahh!!" Desah Ellisa. "Kak Sam, hisap saja."
Saat Sam menghisapnya, sebuah sensasi baru seolah menghantam perasaan Ellisa.
Perasaan itu sangat berbeda saat dia menyusui bayi. Sebuah rangsangan baru yang membuatnya menjadi bingung.
Kedua tangan Ellisa reflek meremas bahu pria yang di hadapannya. Ingin mendorong untuk menghentikan perbuatan Sam tapi dia malah semakin kelimpungan.
"Aku yakin ini gak akan lama, Ellisa. Kamu akan merasa lebih baik setelah ini," kata Sam.
Ellisa mengangguk dengan wajah yang merah merona. Tubuhnya menghangat. "Apa ini?" Batin Ellisa. "Rasanya... benar-benar beda. Hisapan Kak Sam, membuatku merasa aneh."
Ellisa mulai merasa rileks. Nafasnya teratur meski berat dan sedikit terselimuti rasa takut. Perlahan, rasa sakit itu merada. Dada Ellisa tidak sakit lagi.
"Lembut banget kamu, Ell." Kata Sam. Sam terus berusaha memberikan ketenangan pada Ellisa tanpa tahu perbuatannya ternyata membuat Ellisa tampak aneh dan juga, dirinya sendiri.
"Perbuatan ini, membuatku te rang sang," batin Sam. "Tapi, aku harus menahannya. Ini demi Ellisa."
"Kak Sam, aku merasa... apa yang kamu lakuin ke aku membuatku merasa lebih baik. Tapi, entah kenapa..." Ellisa tidak melanjutkan.
Sam berhenti sejenak, lalu menatap Ellisa. "Ellisa, menikahlah denganku. Aku akan membuatmu merasa lebih baik disisiku."
Ellisa menunduk, jemarinya menggenggam ujung bajunya, seperti sedang mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Kak Sam," katanya lirih, "aku... aku tidak pernah membayangkan ada seseorang yang mau menerimaku seperti ini. Hidupku selama ini terasa seperti mimpi buruk tanpa akhir."
Sam mendekat, matanya memancarkan ketulusan. "Ellisa, aku bukan pria sempurna. Tapi aku tahu, aku ingin membuatmu bahagia. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu berhak merasa dicintai, dihormati, dan dilindungi."
Air mata Ellisa mulai menggenang, tapi kali ini bukan karena rasa sakit, melainkan haru. "Tapi, Kak Sam... aku takut. Aku takut aku nggak cukup baik untukmu. Aku... hanya seorang gadis yang kehilangan arah."
Sam tersenyum lembut, menggenggam tangan Ellisa dengan hangat. "Ellisa, kamu lebih dari cukup. Kamu punya hati yang tulus, kamu berjuang untuk Elmira, bahkan ketika kamu sendiri merasa kesakitan. Itu sudah cukup membuktikan betapa berharganya dirimu."
Ellisa terdiam, hatinya dipenuhi kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sam melanjutkan dengan suara lembut namun penuh keyakinan.
"Aku tidak peduli masa lalumu atau apa yang telah kamu lalui. Aku hanya peduli tentang masa depan kita. Jadi, Ellisa, menikahlah denganku. Bersama, kita bisa memulai sesuatu yang baru."
Ellisa mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan tatapan Sam yang penuh harapan. "Kak Sam," katanya, "jika kamu yakin... aku bersedia. Aku ingin percaya, bahwa aku bisa bahagia bersamamu."
Sam tersenyum lebar, lalu dengan lembut menyentuh pipi Ellisa. "Aku akan menjagamu, Ellisa. Selalu."
Dengan penuh rasa, Sam mendekatkan wajahnya, memberikan kecupan lembut di dahi Ellisa, seolah mengunci janji yang baru saja mereka buat. Ellisa memejamkan mata, membiarkan perasaan hangat itu menyelimuti hatinya.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" Tanya Sam hati-hati.
Ellisa mengangguk. Dia merasakan dadanya tampak lebih ringan dan tidak mengencang lagi.
Perlahan, Sam membenahkan kembali pakaian Ellisa. Menaikkan ke bahu dan mengancing satu demi satu kancing bajunya.
"Sekarang, kamu mandi karna ini udah sore. Biar badan kamu seger juga perasaanmu juga," kata Sam.
Ellisa mengangguk patuh. Dia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Sam yang begitu tenang dan bijaksana dalam menghadapi Ellisa ternyata dia menahan begitu besarnya rasa canggung dan malu. Tapi, akhirnya dia bisa menghela nafas. Rasanya, ketegangan itu akhirnya selesai juga.
"Hhfff... hampir saja aku berubah menjadi predator jahat. Untung saja aku bisa menahan diri. Astaga, Sam. Pria dewasa godaannya berat sekali," keluhnya sendiri.
Elmira bangun dan merengek nangis. Sam segera meraihnya sebelum tangisan itu terlepas dan susah didiamkan.
"Shh shh cup cup cup, Elmira cantik. Papa di sini anak baik. Cup cup cup..."
Elmira masih terus merengek di gendongannya. "Sstt, Elmira. Jangan nangis, ya. Papa ada di sini," katanya sambil mengayunkan tubuh kecil itu perlahan.
Tapi tangisan Elmira tidak mereda. Sam melirik pintu kamar mandi dengan cemas. "Aduh, kalau Ellisa dengar, nanti dia kepikiran lagi," gumamnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk membawa Elmira keluar kamar.
Di teras rumah, angin sore yang sejuk menyapa mereka. Sam menggendong Elmira sambil berjalan perlahan-lahan.
"Lihat, Elmira. Ini pohon, ini bunga. Cantik kan? Kaya kamu," ujarnya mencoba mengalihkan perhatian bayi itu. Elmira mulai merespons, tangisannya berkurang, hanya tinggal sesenggukan kecil.
"Ah, akhirnya," desah Sam lega.
Dia mengayunkan Elmira sambil duduk di kursi teras. "Kamu tahu, Elmira, uncle nggak pernah ngerasa seberani ini sama siapa pun selain kamu dan Ellisa. Kalian berdua bikin hidup uncle lebih berwarna," bisiknya.
Tak lama, suara langkah lembut terdengar dari arah pintu. Sam menoleh dan melihat Ellisa berdiri di sana, wajahnya segar setelah mandi.
"Kak Sam... apa Elmira sudah tenang?" tanyanya, suaranya pelan.
Sam tersenyum dan mengangguk. "Iya, dia cuma mau jalan-jalan sebentar. Udah, kamu istirahat dulu. Aku yang jaga Elmira."
Ellisa tersenyum tipis, meskipun masih ada rasa canggung di antara mereka. Dia berjalan mendekat, lalu duduk di kursi di sebelah Sam. "Terima kasih, Kak Sam. Buat semuanya," katanya dengan suara tulus.
Sam mengangguk. "Nggak usah mikir terlalu berat, Ellisa. Aku akan selalu ada buat kamu dan Elmira. Kita jalanin semua ini bareng-bareng, ya."
Mata Ellisa berkaca-kaca, "Iya," katanya pelan.
Mereka duduk di sana, menikmati angin sore yang lembut. Elmira tenang di pangkuan sambil memegang bunga.
"Ellisa, kalau kita udah nikah nanti, apa kamu siap untuk ninggalin panti dan hidup berdua sama aku dan Elmira?" tanya Sam dengan nada serius, namun lembut.
"Emm... Aku nggak tahu, Kak Sam. Tapi, aku akan mencobanya. Lagipula, aku udah bisa ngerasain sekarang, kalau bersama kalian, aku benar-benar merasa lebih baik," jawabnya jujur.
Sam mengangguk, tapi matanya tetap mengamati ekspresi Ellisa. "Kamu nggak takut kesepian nantinya? Hidup di rumah ini kan beda banget sama suasana panti," ujarnya hati-hati.
Ellisa mengangguk kecil, "Iya sih. Panti memang rumahku. Aku begitu terikat dengan kehidupan di sana. Anak-anak, Bu Ningsih, Pak Herman... mereka semua keluargaku. Tapi..."
Ellisa menatap Sam. "Aku nggak tahu kedepannya akan gimana, tapi aku percaya sama kamu, Kak Sam. Kamu juga udah membuatku merasa lebih baik."
Sam tersenyum mendengar kepercayaan itu. "Aku janji, Ellisa. Kita nggak akan biarin kesepian itu datang. Kita bakal jadi keluarga kecil yang saling melengkapi," katanya dengan nada tulus.
Handphone di saku celana Sam pun berdering.
BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/