Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kelabu yang menyelimuti rumah tangga selama lima tahun?
Khalisah meminta suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan yang dipilih mertuanya.
Sosok ceria, lugu, dan bertingkah apa adanya adalah Hara yang merupakan teman masa kecil Abizar yang menjadi adik madu Khalisah, dapat mengkuningkan suasana serta merta hati yang mengikuti. Namun mengabu-abukan hati Khalisah yang biru.
Bagaimana dengan kombinasi ini? Apa akan menjadi masalah bila ditambahkan oranye ke dalamnya?
Instagram: @girl_rain67
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
K. 21~ Sebatas
Menjadi salah satu keterkejutan bagi Khalisah mendengar jawaban Hara tanpa memberikan jeda setelah ia melontarkan pertanyaan.
"Meski berstatus istri kedua?" tanya Khalisah lagi.
"Aku tidak memandang status yang akan aku sandingkan asal aku menikah dengan Abizar, orang yang aku cintai," terang Hara sembari tersenyum.
Disinilah ungkapan yang Khalisah membuat Khalisah tersenyum simpul, tapi Hara tak mengetahuinya. "Begitu ya."
Hembusan angin menerpa keduanya sampai melambai-lambaikan rambut Hara dan jilbab Khalisah.
"Bagaimana dengan, mbak Khalisah.... Apa yang Mbak rasakan waktu dinikahi mas Abi?" Kini Hara yang bertanya seraya melirik kakak madunya yang berdiri di sampingnya.
Rupanya mbak Khalisah menutup mata begitu menikmati hembusan angin dhuha.
"Bahagia juga, tapi dalam konteks yang berbeda. Bagiku pernikahan adalah ikatan yang mengikat kedua orang untuk saling memahami, menghargai, membantu satu sama lain dan saling terkait dalam beribadah sampai mati. Karena itulah, aku membuat mas Abi memperjuangkan ku sampai dua tahun agar aku melihat maksud pernikahan versiku dalam dirinya," tutur Khalisah.
"Dan barulah mbak Khalisah menerima mas Abi?"
"Iya. Jadi, kamu bisa simpulkan aku menikahi mas Abi bukan karena mencintainya, tapi keinginannya untuk membangun ikatan pernikahan denganku. Memang, tidak buruk juga menikah berlandaskan cinta, tapi keinginan untuk membawa cinta itu hingga mati yang jadi permasalahannya."
Hara tertunduk dan hal tersebut menciptakan senyum miris Khalisah. Ia tau perkataannya dapat menjadi sindiran bagi Hara yang berpikir cinta merupakan segalanya dalam pernikahan.
"Kamu tidak berencana merebut mas Abi dariku?"
Pertanyaan itu sekarang menekan bahu Hara hingga lemas lantaran berasal dari orang yang dimaksud. "Iya, awalnya begitu. Tapi begitu mbak Khalisah menarik mas Abi ke kamarku dan berbicara tentang pembagian waktu, pikiranku kosong."
Jawaban diluar dugaan, tapi Khalisah memilih tersenyum saja. "Begitu ya, senang mendengar kejujuranmu."
"Sejujurnya aku sendiri bingung apa yang membuat mas Abi mempertahankan ku, tapi sulit juga bagi mas Abi untuk melepaskan mu. Mas Abi mencintaimu tau," sambung Khalisah.
Tak ada gerakan berarti dari Hara, dan hal tersebut membuat Khalisah tertawa hambar. "Kamu enggak terkejut ya? Aku yang mengetahuinya pun nggak terkejut. Wajar saja menurutku, dua orang beda gender berteman adalah dua orang yang saling mencintai. Makanya heran saja dengan sikap sok coolnya mas Abi--"
"--Dan kamu mengetahuinya karena fakta itu atau mas Abi sendiri yang mengakuinya?"
Wanita yang diserang Khalisah itu berpaling padanya. "Tidak ada pengakuan, justru aku menerima penghinaan." Nada terdengar lirih, dan Khalisah mencoba menerka-nerka penghinaan seperti apa yang dilontarkan mas Abi.
Berarti mas Abi menolak mengakuinya ya.
Wajah Khalisah tetap lurus ke depan. "Seperti yang aku katakan tadi, aku belum tau alasan mas Abi memperlakukanmu dingin tapi terkadang hangat yang mungkin diluar kendali mas Abi. Aku juga dipertahankan mas Abi. Apa kita memang tidak bisa mendapat perlakuan hangat sama-sama?"
Hara kembali menoleh pada mbak Khalisah karena wanita bercadar itu mulai menyinggung inti mereka bicara.
"Benar, tidak boleh ada 'sama-sama', dalam artian kata hanya salah satu yang akan dipertahankan mas Abi. Dan akulah pemenangnya," ucap Khalisah yang kali ini membalas tatapan Hara.
"Kamu tau juga ya?" sambung Khalisah lantaran tak ada keterkejutan dari lawan bicaranya. Dirinya menghela napas. "Ekspresi kamu terlalu jujur, jadi aku bisa menebak kamu tau akhir dari pernikahan kamu dan mas Abi. Dan bagaimana keadaan anak kamu selanjutnya."
"Anak mbak dan mas Abi, bukan anakku."
Netra Khalisah membesar mendengar suara datar serta pernyataan Hara. Apa maksudnya itu?
Terjadilah keheningan sampai Khalisah membuka suara. "Kamu, kamu mau menyerahkan anak kamu pada kami?" pekiknya.
Hara tersenyum pilu, dan itu menghantam dada Khalisah yang ikut merasakannya. "Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan dimana anakku bakal memiliki ibu yang luar biasa seperti mbak Khalisah, dan ayah yang mampu mencukupi kebutuhannya seperti mas Abi."
Khalisah kehilangan kata-katanya.
Wanita yang berambut panjang itu mengalihkan pandangannya ke depan dan menatap langit biru. "Aku memang bodoh menerima status jadi istri kedua disaat tau pernikahan terjadi agar aku bisa memberikan keturunan, tapi yang menjadi suamiku adalah orang yang aku cintai sehingga aku tak menyesalinya."
"Karena itulah, mbak Khalisah.... " Hara membalik raganya menghadap kakak madunya yang kini memandanginya. "Tolong rawat anakku seperti anak mbak sendirinya."
Dalam bayangan Hara, setidaknya istri pertama suaminya itu bakal tersenyum atau terharu. Namun yang didapatinya malah mata yang tak bisa dibaca maksudnya.
Dirinya terkejut akan tawa lepas tapi anggun milik Khalisah.
"Anak sendiri? Aku bahkan tidak memilikinya. Bagaimana bisa kamu memintaku merawat anakmu seperti anak sendiri disaat aku belum pernah merasakannya? Kamu tau, Hara.... Anak-anak takut padaku," sarkas Khalisah.
Tak ada kebohongan dalam ucapannya, justru ini memberikan kesadaran pada Khalisah yang memikirkan alasan tuhan belum menganugerahkan anak kepadanya. Ia tak punya pengalaman soal anak-anak.
"Mereka lari melihatku atau, mengolok-olokku karena aku berbeda."
Itu adalah masa yang menyakitkan dimana dirinya memilih untuk menghapus gambaran wajahnya dari dunia setelah orang tuanya meninggal, dan anak-anak sebaya dengannya yang berpikir kecelakaan mengubah wajahnya menjadi jelek sehingga menutupinya menggunakan cadar.
Khalisah kecil dihina.
"Hai, jelek." Oleh anak-anak SD baik laki-laki maupun perempuan tidak ada yang peduli padanya.
Dimaki.
"Pergi kamu! Jangan dekat-dekat denganku!" ucap salah satu anak perempuan yang dihampiri Khalisah untuk mengembalikan dompetnya yang jatuh.
Diabaikan.
Khalisah terjatuh karena ditabrak oleh anak perempuan yang menganggapnya tidak ada, sehingga tidak ada uluran tangan yang membantunya berdiri apalagi ucapan maaf.
Hingga berakhir duduk di bangku belakang sekolah dan menghabiskan waktunya dengan belajar dan belajar.
"Aku bisa mendisiplinkan anakmu selayaknya guru, tapi lemah lembut seperti ibu aku kurang bisa karena aku kehilangannya diumurku baru sebelas tahun," terang Khalisah.
Saat itulah Hara berpikir, lantas apa beda dengan dirinya yang tak memiliki orang tua dari kecil dan hanya memiliki nenek saja sampai usianya delapan belas tahun.
Khalisah menggeleng sebentar dan tersenyum simpul lantaran melihat ekspresi Hara yang tidak mengerti perkataannya. "Jadi, Hara.... Aku tidak bisa merawat anak kamu, disaat ibu kandungnya masih hidup yang kemungkinan bisa memberikan cinta lebih dari diriku yang bukan siapa-siapa nya."
Pupil Hara terbelalak.
"Kamu pasti tidak ingin anak kamu kekurangan kasih sayang, apalagi bisa saja di masa depan aku bakal memiliki anak juga dan menjadi mengabaikan anak kamu. Karena seadil-adilnya manusia pasti ada timbul perasaan 'dia lebih disayang karena dia anak kandungnya' dengan status yang menjadi perbandingan."
"Kamu mau itu terjadi?"
...☠️...
...☠️...
...☠️...
Rain harap bakal ada like dan komen, امين 🤲