Sayangi Aku
Hallooowwww... Author datang lagi dengan story baru ... masih belum tahu ini bakal jadi Short Story atau Long Story.. Jadi Author mau tes ombak dulu..
Happy Reading...
.
.
.
Aurora menatap langit malam dari balkon kamarnya seorang diri. Ia masih tetap setia mendongakkan kepalanya meskipun dirinya tak bisa melihat dengan jelas betapa indahnya langit yang bertabur bintang malam ini. Bahkan ini sudah hampir dua jam sejak seluruh keluarganya pergi.
Lagi- lagi dia di tinggal seorang diri di saat seluruh keluarganya sedang melakukan perjalanan bisnis menemani papanya. Ia mengusap kedua lengannya menggunakan kedua tangannya saat dinginnya angin malam yang mulai berhembus menerpa tubuhnya.
FLASH BACK ON
"Rora.." Panggil Laura.
"Iya ma." Saut Aurora sambil menuruni tangga.
"Mama ada tamu.. Jaga Clarista sebentar.." Titah mamanya sambil berjalan menuju ke arah ruang tamu tanpa menunggu jawaban dari Aurora.
Baru beberapa menit setelah kepergian Laura, Clarista merengek ingin meminum susu.
"Kakak Rista mau susu." Ucap Rista sambil menarik- narik ujung baju kakaknya.
"Sebentar ya.. Kita tunggu mama dulu.. " Jawab Rora.
"Kakak.. Mau susu.." Ucap Clarista lagi. Kali ini di sertai rengekkan.
"Iya.. Sebentar ya.. Mama masih ada tamu." Bujuk Rora sambil mengusap kepala adiknya.
Clarista yang sudah tidak sabar pun akhirnya memilih untuk pergi ke dapur untuk membuat susu sendiri. Aurora bergegas menyusul adiknya saat menyadari adiknya sudah tidak ada lagi di sisinya yang sudah bisa di pastikan saat ini sedang berada di dapur.
"Aakkkkhhhhh." Teriak Clarista sambil menangis kesakitan.
Laura dan Evan bergegas berlari menuju dimana suara anaknya itu berasal.
"Tangan Rista kenapa?" Tanya Laura saat melihat anak bungsunya menangis sambil memegang tangannya. "Apa yang sudah kamu lakukan?" Bentak Laura pada Aurora yang membuat Aurora langsung mematung. Pasalnya ini untuk pertama kalinya mamanya membentak dirinya.
"Panas mama.. Tangan Rista panas." Rengek Clarista sambil menangis.
"Lebih baik kita obati Rista dulu." Saut Evan sambil menggendong anak bungsunya. "Kita bawa Rista ke rumah sakit." Lanjut Evan.
"Tangan Rora juga sakit." Ucap Rora lirih setelah kepergian mama dan papanya. Ia menatap punggung tangannya yang terlihat mulai memerah.
.
.
"Papa dan mama dari mana semalam?" Tanya Ezra saat melihat Evan dan Laura berjalan mendekat ke arah dirinya sambil menggendong Clarista.
"Rumah sakit." Jawab Laura singkat.
"Rumah sakit? Rista kenapa?"
"Adek kamu tidak apa- apa. Tadi dia hanya terkena cipratan air panas sedikit... "
"Hanya kamu bilang pa.." Saut Laura. " Ini semua karena Rora.. Kalau saja Rora.."
"Cukup ma." Potong Evan. "Cukup.. Lagi pula ini juga tidak akan berbekas."
"Lalu Rora?" Tanya Ezra tiba- tiba.
Melihat papa dan papanya yang terdiam membuatnya bergegas pergi menuju kamar adik perempuan satunya. Pemandangan pertama yang ia lihat saat membuka pintu kamar Rora adalah tubuh kecil yang masih meringkuk di atas tempat tidur sambil mengigau kesakitan. Ia berjalan mendekat lalu membalikkan tubuh Aurora untuk menghadap dirinya. Pandangan mata Ezra langsung teralihkan menatap punggung tangan adiknya yang sudah terlihat melepuh.
"Adek.." Panggil Ezra.
"Sakit.." Saut Rora lirih. Ezra bergegas mengangkat tubuh Rora saat menyadari bahwa suhu tubuh adiknya itu memanas.
"Papa.. papa.. " Teriak Ezra menuruni tangga sambil menggendong Rora. "Papa.. Antar Ezra ke rumah sakit." Pintanya.
"Kenapa Rora?" Tanya Evan.
"Tangan Rora melepuh.. Badannya juga panas." Jawab Ezra kalut sedangkan Laura hanya menatap tidak memberikan reaksi apapun. "Ayo pa.. Kita harus membawa Rora.. Ezra takut tangan Rora Infeksi..."
"Jangan berlebihan kamu.. Itu hanya luka karena terkena air panas saja." Potong Laura.
"Ayo pa kita ke rumah sakit.. " Pinta Ezra lagi mengabaikan ucapan mamanya.
"Bawa ke klinik saja." Potong Laura lagi.
"Ayo cepat." Jawab Evan sambil mengambil alih tubuh Rora dari gendongan Ezra.
Hampir tiga jam Laura menunggu suami dan anaknya dengan sedikit kesal.
Ia melihat suami dan anaknya memasuki rumah sambil menggendong Rora yang tertidur. "Dari mana saja kalian?" Tanya Laura sambil bersedekap dada.
Ezra mengerutkan keningnya. "Tentu saja dari memeriksakan Rora." Jawab Ezra.
"Kami membawa Rora ke rumah sakit.."
"Bukankah aku bilang bawa ke klinik saja." Potong Laura sambil menatap tajam Evan suaminya.
"Luka Rora sudah melepuh ma. Kita takut kalau lukanya infeksi." Jawab Ezra.
"Lalu apa kata dokter?"
"Adek butuh waktu untuk pulih. Kita terlambat membawa Rora ke rumah sakit.. "
"Ck. Semakin besar anak itu semakin merepotkan saja." Ucap Laura.
"Kenapa mama berkata seperti itu." Protes Ezra saat mendengar perkataan mamanya. "Rora seperti ini karena berusaha melindungi Rista ma. Tapi percuma menjelaskannya pada mama. Mama pasti akan tetap menyalahkan Rora seperti yang sudah- sudah."
Ezra mengambil alih tubuh Rora. " Biar adek tidur di kamar aku saja pa. Aku takut kalau nanti panas adek semakin tinggi." Ucap Ezra pada papanya lalu berjalan pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
Setelah sampai di kamarnya, Ezra langsung membaringkan tubuh Rora di atas tempat tidurnya. "Kakak tahu kamu tidak benar- benar tertidur." Ucap Ezra yang membuat Rora membuka kedua matanya perlahan. Rora menatap Ezra dengan mata yang berkaca- kaca. "Kenapa? Apa sakit sekali?" Tanya Ezra sambil meraih tangan Rora lalu meniup punggung tangannya yang masih di penuhi salep dari dokter.
Rora menangis sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Ezra pun menghentikan tiupannya pada punggung tangan sang adik lalu beralih mengusap surai hitam Rora. 'Lalu kenapa? Kenapa kamu menangis?" Tanya Ezra.
"Mama tidak suka aku.. "
"Kenapa kamu berbicara seperti itu? Tentu saja mama suka.. Mama hanya.. "
"Mama tidak peduli aku terluka.. Mama.." Potong Rora.
"Mama peduli.. Itu hanya perasaan kamu dek. Sudah jangan menangis." Ucap Ezra sambil mengusap air mata Rora. "Sekarang lebih baik kamu istirahat supaya kamu cepat sembuh."
FLASH BACK OFF
Rora menghela nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Jika dulu dia selalu beranggapan bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi dan menuntut dirinya untuk melakukan apapun. Tapi setelah kejadian itu Aurora menyadari bahwa ia salah.. Meskipun saat itu usianya baru menginjak delapan tahun, tapi Rora tahu.. Sangat tahu ternyata mamanya tidak suka dengan dirinya bahkan mungkin membencinya. Sampai sekarang ia sudah beranjak dewasapun Rora masih belum mengerti apa yang membuat mamanya itu membenci dirinya.
.
.
.
Hari ini hari ke lima dimana seluruh keluarganya pergi meninggalkannya di rumah. Bibi yang biasanya selalu datang untuk memasak dan membersihkan rumah untuk sementara di larang untuk datang ke rumah mereka. Bik Inah hanya akan datang mengirimkan makanan untuk Rora setelah itu langsung kembali pulang.
Gedoran keras di pintu rumahnya membuat Rora tersentak. Ia berjalan dengan meraba- raba dinding rumahnya untuk berjalan ke arah pintu.
"Siapa?" Tanya Rora setelah membuka pintu rumahnya.
Dorongan sedikit keras pada bahunya membuat Rora langsung terjatuh.
.
.
.
Tetap yaa... Jangan lupa tinggalkan jejak...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
guest1053527528
bikin penasaran Thor siapa ya kira2 semoga yg DTG bukan pencuri hehehe
2025-01-13
0