Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Aneh
Juwita membola. Dengan cepat menoleh ke belakang. Melihat sosok yang sudah lama tidak dia jumpai, melempar senyum padanya sekarang.
"Nenek," ujar Juwita seketika.
"Tuh kan benar. Astaga, nenek sudah lama tidak berjumpa denganmu, kamu semakin cantik saja, bagaimana denga kabarmu sekarang Juwi?" Lara, nenek Calvin lantas memeluk Juwita.
Juwita tak langsung membalas, memeluk dengan sangat erat Lara. Lara merupakan salah satu anggota keluarga Calvin, yang sangat baik padanya. Namun, hampir 5 tahun wanita yang rambutnya sudah memutih itu tak ada kabar.
Kabar terakhir yang dia dengar, Lara pergi keluar negeri untuk mengobati penyakitnya. Juwita sudah berusaha menghubungi Lara. Akan tetapi, nomor Lara tiba-tiba tidak bisa dihubungi.
"Juwi, kenapa diam?" Perlahan, Lara mengendurkan pelukan lalu menatap dengan penuh kasih sayang wanita berkacamata bulat itu.
"Aku sangat baik Nek. Aku senang sekali bisa bertemu Nenek. Bagaimana kabar Nenek sekarang? Apa Nenek sudah sembuh? Kenapa Nenek ada di sini?" tanya Juwita beruntun. Dia sangat penasaran, mengapa Lara menghilang tiba-tiba bak ditelan bumi.
Lara mengulas senyum. "Alhamdulillah, nenek baik sekali, baru saja sembuh dan baru sampai di Jakarta dua hari yang lalu. Hihi, tadi Nenek minta tolong supir berhenti sebentar, Nenek mau beli nasi kuning yang di dekat sini, soalnya enak banget. Ngomong-ngomong kenapa kamu tidak pernah menghubungi Nenek lagi? Nenek rindu sekali denganmu, bagaimana hubunganmu dengan Calvin sekarang?"
Pertanyaan yang dilontarkan Lara membuat Juwita terdiam sejenak. Perlahan, kerutan di keningnya pun muncul.
"Syukurlah, aku senang mendengarnya Nek. Aku sering kok hubungi Nenek, tapi nomor Nenek udah lama nggak aktif lagi, lalu hubunganku Calvin baik-baik saja kok Nek,"jawab Juwita sambil menyungging senyum kaku.
"Nggak aktif gimana, nomor Nenek masih yang lama dan selalu aktif, tapi memang Nenek nggak bisa pegang hp terus karena harus menjalani pengobatan, syukurlah kalau hubunganmu dengan Calvin baik."
Semakin heran Juwita dengan balasan Lara. Juwita merasa ada sesuatu yang tidak beres di sini. Kendati demikian, dia tidak mau langsung menyimpulkan praduganya.
"Oh begitu ya Nek, aneh ya, karena setiap aku menelepon, nomor Nenek selalu nggak aktif."
Melihat reaksi Juwita. Kini Lara mulai mengerutkan dahi karena sorot mata tidak menyiratkan kebohongan.
"Benarkah? Hmm, aneh. Sudah ketik lah nomormu di ponsel Nenek sekarang." Lara mengambil cepat ponsel di saku sweter–nya lalu memberi benda pipih tersebut kepada Juwita.
"Baik, Nek." Juwita pun mengetik nomor ponselnya. Setelah selesai dia menyodorkan kembali ponsel kepada sang pemilik.
"Nenek dengar dari Calvin, kamu kerja di perusahaan Nenek ya?" Lara membuka suara kembali.
Lara Crop adalah perusahaan yang dimiliki Lara. Dialah yang mendirikan perusahaan tersebut ketika masih muda dulu. Untuk sekarang CEO yang menjabat adalah paman Calvin bernama Loren. Sementara Calvin sendirilah menjadi presdir di perusahaan Lara. Juwita pun tidak menyangka Calvin akan menjadi presdir.
"Iya Nek, Juwita nggak nyangka bisa masuk perusahaan itu,"celetuk Juwita sambil mengembangkan senyuman.
"Itu kan berkat kegigihan kamu, tapi kenapa kamu nggak bilang Loren, kan bisa masuk pakai orang dalam," kelakar Lara kemudian.
Juwita tertawa meringis. Pasalnya Loren, dingin seperti Calvin. Terlebih, Loren adalah salah satu anggota keluarga yang menentang pernikahannya dengan Calvin dahulu.
"Nggak apa-apa kok Nek, yang penting sekarang udah diterima," balas Juwita.
"Iya juga, oh ya, ayo ikut Nenek ke kantor. Sekaligus Nenek mau ketemu Calvin, anak itu mentang-mentang sudah jadi presdir lupa sama Neneknya."
"Nggak usah Nek, Juwi naik—"
Lara langsung merangkul tangan Juwita. "Eits, nggak boleh nolak. Ayo ikut Nenek, mumpung Nenek sudah segar bugar sekarang."
Juwita tak berani membantah tatkala dia diseret menuju mobil yang terparkir di dekat jalan sejak tadi. Setelah duduk di kursi, sang supir mulai mengemudikan kendaraan menuju perusahaan.
"Oh ya Juwi, besok malam Nenek ada acara syukuran di rumah, kamu datang ya," ujar Lara tiba-tiba.
Juwita di ambang dilema. Dia ingin menggerakkan lidah. Namun, tatapan Lara membuat Juwita mengurungkan niatnya.
"Eits, jangan menolak, datanglah Juwi, masalah gaun nanti nenek akan suruh Calvin mengurus hal itu,"ucap Lara kembali dengan nada suara yang sangat tegas, hingga Juwita tak berani membantah.
"Baiklah, Nek. Oh ya, nanti aku turun agak jauhan dari perusahaan ya Nek." Pada akhirnya Juwita hanya bisa pasrah dan meminta Lara, menurunkannya di luar gedung. Juwita tak mau orang sampai tahu hubungannya dengan Calvin.
Mendengar hal itu Lara tak langsung menanggapi, malah mencondongkan tubuh ke samping lalu menatap Juwita dengan raut wajah muram.
"Ternyata Calvin belum berubah juga, maafkan Nenek Juwita, nanti Nenek akan menasihati dia, agar dia mau membeberkan hubungan kalian! Dasar cucu kurang ajar dia itu!" sahut Lara kemudian dengan penuh penekanan.
Juwita membalas dengan tersenyum getir. Dia tak mau terlalu banyak berharap. Tidak dikasari Calvin saja, dia sudah bersyukur.
Tak berselang lama, Juwita telah sampai di perusahaan. Dia langsung melakukan aktivitas kerjanya. Sementara Lara langsung pergi ke kantor pribadi Calvin.
"Heh Juwita, tolong ambilkan aku minuman dong! Aku haus!" Dewi tiba-tiba berdiri di samping meja kerja Juwita.
Baru saja duduk di kursi kerja, Dewi meminta Juwita mengambilkannya air. Juwita langsung melirik ke arah Dewi.
"Kamu punya tangan kan, aku harus kerja sekarang Dewi," sahut Juwita dengan lembut.
Namun, kelembutan suara Juwita justru membuat darah di dalam dada Dewi bergejolak.
"Baru jadi karyawan baru aja udah belagu! Cepat ambilkan aku minuman!" seru Dewi membuat Juwita pada akhrinya beranjak dari kursi.
"Dewi, jobdesk aku di sini bukan ambilin kamu air minum, kamu punya tangan dan punya kaki juga kan? Ambilllah sendiri, aku harus memeriksa email masuk sekarang," terang Juwita, kali ini intonasi bicaranya terdengar tegas.
Dewi mengepalkan kedua tangan. Dalam hitungan detik tangan kanannya terangkat ke udara hendak menampar Juwita. Akan tetapi, kedatangan sekretaris Calvin ke ruangan, mengurungkan niatnya.
"Juwita, kamu disuruh menghadap Pak Calvin sekarang," perintah wanita berambut pendek itu seketika.
Dengan kening berkerut samar, Juwita pun menoleh.
"Baik, aku akan segera ke sana."
"Cepatlah, masuk ke dalam!" Lina, sekretaris Calvin melengoskan muka kemudian berjalan keluar ruangan dengan cepat.
Tampaknya ada banyak wanita di kantor yang tidak keberadaan Juwita. Juwita memakluminya. Meskipun begitu, dia tidak peduli. Tujuannya di sini adalah berkerja dan mencari uang untuk Chester.
"Permisi Dewi, aku mau ke kantor Pak Calvin." Juwita hendak melangkah. Namun, Dewi menghalangi jalannya.
Dewi melototkan mata. "Aku belum selesai denganmu, awas saja kamu," ujarnya lalu bergeser sedikit.
Juwita enggan menanggapi, memilih berjalan menuju kantor Calvin. Sesampainya di dalam, Juwita makin heran tatkala hawa di sekitar terasa panas dan mencekam. Dia dapat menebak jika Lara dan Calvin sedang bersitegang tadi.
Lara melirik sekilas ke arah Juwita. "Akhirnya kamu datang, Juwita." Lalu menatap kembali Calvin."Ya sudah, Nenek pulang dulu ya, Nenek harap kamu dapat mempertimbangkan keputusanmu."
Calvin tak membalas, malah melirik Juwita.
Setelah mengucapkan itu, Lara pamit pada Juwita lalu keluar dari ruangan. Selepas kepergian Lara, Juwita mulai merasa ada bahaya besar mengancamnya sekarang. Kendati demikian, dia harus bersikap profesional.
"Pak Calvin, ada keperluan apa?" tanya Juwita memberanikan diri.
Calvin tak membalas, malah melangkah cepat ke arah Juwita tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali.
Membuat Juwita mulai ketar-ketir. Juwita lantas reflek memundurkan langkah kaki.
"Pak, mau ngo—mong apa?"
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?