Alana Adhisty dan Darel Arya adalah dua siswa terpintar di SMA Angkasa yang selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Alana, gadis ambisius yang tak pernah kalah, merasa dunianya jungkir balik ketika Darel akhirnya merebut posisi peringkat satu darinya. Persaingan mereka semakin memanas ketika keduanya dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah.
Di balik gengsi dan sikap saling menantang, Alana mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Darel. Apakah ini masih tentang persaingan, atau ada perasaan lain yang diam-diam tumbuh di antara mereka?
Saat gengsi bertarung dengan cinta, siapa yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my pinkys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pulang bareng darel
Perpustakaan SMA Angkasa dipenuhi suara lembaran kertas yang di buka dan bisikan pelan dari para siswa yang sedang belajar. Di salah satu sudut ruangan, Alana duduk berseberangan dengan Darel, tumpukan buku tebal ada di hadapan mereka berdua dan ada buka yang terbuka di antara mereka.
Mereka sudah berada di sini selama hampir satu jam, tetapi proyek yang seharusnya mereka kerjakan bersama malah lebih banyak diwarnai dengan perdebatan kecil Alana yang tidak setuju dengan ucapan Darel.
“Gimana kalau kita mulai dengan teori yang lebih mendalam sebelum masuk ke analisis,” kata Alana, menulis beberapa catatan di bukunya.
Darel menggeleng. “Kita harus mulai dengan poin utama dulu, baru menjelaskan teorinya. Itu akan lebih mudah dicerna.”
Alana menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. “Itu tidak logis.”
Darel tersenyum miring. “Lebih masuk akal dibandingkan menghabiskan waktu hanya untuk teori.”
Alana mengerucutkan bibirnya, jelas tidak setuju. “Gue udah lakuin banyak proyek kayak gini, dan—”
“Dan kali ini Lo bekerja sama bareng gue,” sela Darel dengan santai. “Jadi, kita harus mencari cara yang bisa kita sepakati bersama.”
Alana mendengus, tetapi dalam hati ia tahu Darel ada benarnya juga.
“Ya udah lah terserah Lo,” katanya akhirnya, meski agak terpaksa. “Kita coba cara Lo dulu.”
Darel tersenyum puas. “Pintar.”
Setelah beberapa jam bekerja, akhirnya mereka memutuskan untuk istirahat sebentar. Alana meregangkan tangannya, merasa lelah setelah lama berkonsentrasi.
“Lo mau beli minum?” tanya Darel tiba-tiba.
Alana mengerutkan dahi. “Kenapa lo tiba-tiba baik? ada mau nya nih ya”
Darel tertawa kecil. "Gue cuma nanya.”
Alana menghela napas. “Udahlah, kalo mau beliin gue teh lemon, gue mau itu. ”
Darel mengangkat alis, lalu berdiri. “Tunggu di sini.”
Alana mengamatinya berjalan keluar perpustakaan. Ada sesuatu yang aneh dari interaksi mereka hari ini. Biasanya, Darel lebih suka mengganggunya daripada melakukan hal-hal kecil seperti ini.
Tak lama, Darel kembali dengan dua botol minuman. Ia meletakkan teh lemon di depan Alana dan membuka botol air mineral untuk dirinya sendiri.
“Terima kasih,” gumam Alana.
Darel hanya mengangkat bahunya. “Jangan terlalu terkejut.”
Mereka melanjutkan proyek mereka dengan sedikit lebih santai. Meskipun masih sering berdebat, entah kenapa Alana merasa interaksi mereka tidak seburuk yang ia bayangkan di pikiran nya tadi.
Keesokan harinya, di kantin sekolah, Sasha menatap Alana dengan tatapan penuh selidik.
“Aku dengar kamu dan Darel mulai akur,” katanya sambil menyuap makanannya.
Alana menatapnya tajam. “Siapa yang bilang begitu?”
Sasha terkikik. “Rumor menyebarcepat banget loh padahalt, Lana. Lagipula, kamu enggak bisa menyembunyikan fakta bahwa kalian berdua sering terlihat bersama akhir-akhir ini.”
Alana menghela napas. “Kita cuman bekerjasama buat proyek Shasa.”
“Tapi kamu mulai terbiasa sama Darel , kan?” goda Sasha.
Alana diam. Ia tidak ingin mengakui itu, tetapi Sasha ada benarnya.
Darel bukan hanya saingan yang menyebalkan. Ia juga pintar, santai, dan entah bagaimana… menarik perhatian.
“Sudah, ah. Jangan bahas dia lagi,” kata Alana, mengalihkan pembicaraan.
Sasha tersenyum penuh arti. “Baiklah, tapi hati-hati, Lana. Kadang, perasaan bisa berubah tanpa kita sadari.”
Alana mendesah. Ia berharap Sasha salah.
Tapi jauh di dalam hati, ia mulai meragukan dirinya sendiri.
Saat pulang sekolah, Alana berjalan menuju gerbang dengan langkah cepat. Namun, saat ia hendak menyeberang jalan, sebuah motor berhenti di sampingnya.
Darel.
“Lo mau pulang?” tanyanya santai.
Alana meliriknya curiga. “Ya,iyalah Darel monyet...”
Darel tersenyum. “Kebetulan. Rumah kita searah, kan? Mau gue antarin?”
Alana menatap motor Darel dengan ragu. Ini pertama kalinya laki-laki itu menawarinya tumpangan.
“Gue bisa naik angkot,” jawabnya akhirnya.
Darel terkekeh. “Dan berdesakan? Naik aja, gue enggak bakal menculik lo kok, tenang aja.”
Alana mendengus, tetapi akhirnya mengalah. “Siapa juga yang mau di culik cowok monyet kayak lo, tapi karna lo duluan yang nawarin.Gue naik nih ya.”
Alana menelisik jok motor belakang Darel yang tinggi, ia jadi ragu untuk membonceng pada Darel "Ini gimana gue cara naik nya Darel" ucap Alana kesal memukul jok belakang motor Darel.
"Aelah, gitu aja ngak bisa" ejek Darel setelah nya turun dari motor nya dan berdiri di belakang Alana, dan tanpa aba-aba menggendong Alana, membuat Alana memekik.
"Akh! Darel monyet! " teriak Alana kesal dan memukul bahu Darel yang masih berdiri sambil tersenyum miring.
"Lo pendek, makanya minum susu biar tinggi" ujar Darel setelah nya langsung duduk di motor dan menghidupkan mesin lalu motor Ducati Panigale V4 R berwarna hitam milik Darel melaju membelah jalanan yang ramai di sore ini.
Ia duduk di jok belakang motor Darel dengan sedikit canggung. Ini pertama kalinya mereka sedekat ini.
Saat motor mulai melaju, angin menerpa wajah Alana,dan tanpa Alana sadari Darel menatapnya dari kaca spion motor nya,di sisi Darel. Darel menatap pantulan Alana di spion motor nya,iniini kali pertama nya ia melihat dan mengakui jika Alana cantik dan mengagumkan di mata nya. Ada sensasi aneh di dadanya—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dan untuk pertama kalinya Alana, ia mulai berpikir… mungkin perasaannya terhadap Darel tidak sesederhana yang ia kira.
Di tengah perjalanan Alana bertanya pada Darel"Darel...lo bisa ajak gue jalan-jalan naik motor lo tiap hari minggu ngak?"itu lah kata Alana, yang membuat Darel sedikit terkejut akan lontarkan pertanyaan Alana.
"Gue dapet apa, kalo ajak lo jalan-jalan tiap minggu" balas Darel sedikit berteriak.
"Gue kasih uang bensin deh buat lo, terus gue kasih bekel deh kalo di sekolah" begitu kira-kira kata Alana, yang sebenarnya saat Alana mengucapkan akan membawakan bekal untuk Darel sebenarnya itu di luar perkataan nya tapi sudah terlanjur, ya sudah lah.
"Bener nih, lo ngak boongin gue kan! awas aja lo kalo boong gue keluarin dari sekolah nanti lo" Ancam Darel.
Dan ancaman Darel membuat Alana seketika ingat jika Darel ini bukan cowok sembarangan, sial ia lupa jika Darel adalah cucu pemilik sekolah tempat ia belajar sekarang. bisa-bisanya ia lupa akan hal itu, apa karna ia jadi peringkat dua membuat nya jadi orang yang pelupa'begitu pikir Alana'.
"Gue bukan orang yang suka ingkar janji,lagi pula ngapain gue boong" balas Alana dengan nada ketus.
"Lo ngak bisa naik motor pasti ya...? " ejek Darel membuat wajah Alana memerah dan kesal, tapi memang benar juga ia tak bisa mengendarai motor maupun kendaraan lainnya kecuali sepeda.
"Lo! ah males gue debat sama lo, bikin gue naik darah mulu" kesal Alana memukul punggung Datel ynag berbalut jaket, tapi ia bisa merasakan betapa kerasnya punggung Darel, ia jadi berpikir punggung Darel tembok atau baru karna membuat jemari-jemari nya sakit dan memerah.
"Aduh, punggung lo ada batu nya ya! " sungut Alana.
"Lo aja yang lembek... " ejek Darel.
"Darel monyet! " teriak Alana keras membuat beberapa pengendara lainnya menatap Alana heran.
"Lo ngak malu di liatin, gue kaya boncengin orang gila aja" ucap Darel.
"Sialan lo" desis Alana dan menatap tajam pengendara lain yang menatapnya.
"Apa lo! Liat-liat cantik ya" ujar Alana pede pada pengendara lain yang menatap nya, membuat para pengendara yang Memperlihatikan nya membuang muka dan bergidik dengan perkataan Alana.
Di sisi Darel ia memperhatikan Alana yang dengan pedenya mengatakan itu dari spion kaca motor nya dan terkekeh melihat tingkah Alana.
To be continued…