NovelToon NovelToon
Cinta Suami Amnesia

Cinta Suami Amnesia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Penyesalan Suami / Suami amnesia
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama eNdut

Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Panggilan Baru

Flashback On

"Ahh,,,,, badanku sakit sekali", keluh Vian saat terbangun dari tidurnya. Bagaimana tidak sakit jika Vian terbiasa tidur dikamar yang mewah, tempat tidur yg luas, serta kasur yang super empuk sementara sekarang ia harus tidur disebuah sofa yang sudah lama, terlihat dari sebagian sarung sofa yang sudah terkelupas dengan busa yang sudah sangat tipis dan satu lagi ia tidak memakai bantal.

Tok..tok..tok.

"Permisi, apa ada orang?", teriak seseorang dari depan pintu.

"Iya, sebentar", jawab Vian seraya berjalan ke arah pintu, lelaki itu masih saja memijat tengkuk lehernya.

"Permisi mas, ini ada pengiriman paket untuk Mas Alvian," ucap seseorang itu yang ternyata seorang kurir.

Vian menatap satu buah kardus berukuran besar yang dibawa oleh kurir tersebut. "Untuk saya? Dari siapa?",

"Mohon maaf Mas, tidak ada nama pengirimnya".

"Oh, terimakasih".

Vian menerima paket itu lalu membawanya masuk. Sebenarnya ia ragu untuk membukanya tetapi karena paket ini atas namanya maka ia memutuskan untuk melihat isinya. Setelah dibuka ternyata isinya beberapa stel pakaian, lalu ada sebuah amplop coklat berukuran besar dan cukup tebal. Edgar yang penasaran segera mengambil dan membukanya, didalamnya ada uang cash, sebuah kartu unlimited yang sering di sebut dengan kartu black card dan ada juga obat serta perban.

"Siapa yang mengirim ini, apa orang tuaku? Kalau benar mereka berarti mereka tau keberadaan ku. Tetapi kenapa mereka tak datang menjemput ku untuk pulang dan malah mengirim barang-barang ini? Bukankah jika seperti ini aku seperti di usir oleh mereka? ". Vian bertanya-tanya, ia malah menyimpulkan hal yang tidak-tidak.

Flashback Of

Hening... mereka terdiam kembali setelah Vian menyelesaikan ceritanya. Belum ada yang membuka obrolan selama beberapa menit setelahnya hingga pertanyaan Nara memecah keheningan tersebut.

“Apa kamu mau aku antarkan ke kantor polisi, untuk mencari keluargamu?”.

“Aku rasa tidak perlu, bukankah barang-barang ini sudah menjawab semuanya”, tunjuk Vian pada kardus yang teronggok di lantai. “Mereka tahu keberadaanku, seharusnya jika mereka mau, mereka bisa menjemputku”.

Aya mengangguk, gadis itu mencoba mengalihkan pembicaraan. "Lalu bagaimana keadaanmu sekarang?, maksudku apa kepalamu masih sakit?".

"Aku rasa ini sudah jauh lebih baik. Sekarang bisakah kamu membantuku mengganti perban?".

"Emh ya, sepertinya bisa”.

Nara lalu menyiapkan apa saja yang perlu digunakan untuk mengganti perban Vian. Di rasa semua yang ia perlukan telah siap, Nara memulainya dengan perlahan. Jujur saja, Nara baru kali ini berurusan dengan yang namanya perban dan obat-obatan, apalagi orang yang kini sedang ia tangani begitu tampan membuatnya semakin gugup.

Sementara itu, Vian yang melihat wajah Nara yang begitu dekat dengan wajahnya membuatnya terkesima.

"Cantik" gumam Vian dalam hati. Walaupun Nara belum mandi, penampilan berantakan, rambut yang di ikat asal-asalan dan mata yang terlihat sembab, tapi semua hal itu tidak mengurangi kadar kecantikannya.

"Apa kamu sudah minum obat?", tanya Nara di sela aktivitasnya sekarang.

"Belum, obatnya di minum sehabis makan", jawab Vian.

"Baiklah, selesai mengganti perbanmu aku akan memasak".

Vian mengangguk sebagai jawaban, matanya tak berhenti menatap wajah Nara yang cantik natural tanpa polesan make up, bisa di definisikan bahwa ini benar-benar kecantikan alami seorang gadis yang baru saja bangun tidur.

"Nah, sudah selesai", kata Nara sembari bertepuk tangan dan tersenyum.

Sekali lagi Vian terkesima, melihat senyum yang terpatri di bibir Nara. Tanpa mengetahui jika dirinya di jadikan objek yang selalu di pandangi oleh Vian, Nara merapikan kembali apa-apa saja yang digunakannya tadi.

"Maaf", suara Vian membuat Nara berhenti dari aktivitasnya. Pandangan Nara yang tadinya menunduk lantas mendongak dan menatap sumber suara yang ia dengar.

"Maaf karena menolongku, kita harus...",

"Tidak apa-apa, aku ikhlas menolong mu. Seharusnya aku yang minta maaf. Karena aku, kamu jadi harus menikah denganku", ucapan Vian terhenti ketika Nara memotong perkataannya. Nara kembali menunduk setelah mengucapkan itu, ia merasa sangat bersalah.

"Apa kau menyesal menikah dengan lelaki yang tidak jelas asal-usulnya sepertiku?", tanya Vian dengan nada datarnya.

"Tidak, bukan begitu, aku tidak menyesal, hanya saja aku malah menambah masalah untukmu, seharusnya aku kemarin langsung membawamu ke kantor polisi bukan malah ke rumah ku. Harusnya sekarang kamu bisa bersama keluargamu, bukan malah terjebak pernikahan denganku, maafkan aku".

"Jika kamu tidak menyesal, maka mari jalani pernikahan ini?".

Nara terdiam, seketika ia berpikir mungkin ini memang sudah jalannya.

"Tetapi, bagaimana jika sebenarnya kamu telah menikah? Apa aku akan jadi yang ke dua, ke tiga, atau bahkan ke empat?", ucap Nara sembari tersenyum, mencairkan sedikit suasana.

"Apa wajahku terlihat seperti lelaki yang punya banyak istri?".

Nara pun mengangguk, membuat Vian berdecak.

"Sepertinya aku belum menikah, karena yang menungguiku di Rumah Sakit waktu itu hanya sepasang orang tua yang mengatakan kalau dirinya orang tuaku" jelas Vian dengan ekspresi serius.

"Baiklah aku percaya. Namun apa kamu bisa hidup susah denganku? Maksudku , kalau aku lihat-lihat sepertinya kamu orang yang berada!".

"Aku tidak tau, kita jalani saja dulu. Jadi apa kamu mau memulai hari baru bersamaku? Aku memang tidak mengingat siapa diriku, tetapi aku berharap seiring berjalannya waktu ingatanku itu dapat kembali dan aku akan membawamu menemui orang tuaku".

Vian meraih tangan Nara dan menggenggamnya, Vian sendiri merasa aneh kenapa ia tiba-tiba bisa berbicara seserius ini dengan orang yang baru di kenalnya namun ia berpikir jika Nara adalah gadis yang baik. Tidak ada salahnya menjalani pernikahan terpaksa ini.

"Iya, aku mau".

"Terimakasih karena kamu mau menerimaku", ucap Vian tulus disertai dengan senyumannya. Mereka saling tatap hingga suara dari perut Vian yang meminta di isi mengalihkan perhatian. Sangat mengganggu moment keduanya.

"Aku akan memasak sekarang".

Nara yang tak ingin Vian terlambat meminum obatnya segera beranjak ke dapur, ia memilih memasak nasi goreng, jenis makanan simpel pagi hari yang tidak perlu waktu lama saat memasaknya, selain itu memang hanya ada telur, sosis dan daun bawang yang tersisa di kulkas. Tak menunggu lama dua piring nasi goreng telur mata sapi, dengan irisan sosis dan daun bawang telah siap tersaji di meja makan. Keduanya menikmati sarapan pagi mereka.

"Maaf hanya ini yang aku masak, soalnya bahan-bahan di kulkas habis, aku belum belanja Mas",ucap Nara di sela makannya. Sembari memasak tadi, Nara memikirkan nama panggilan yang cocok untuk memanggil suaminya karena menurutnya tidak sopan jika memanggil suaminya hanya dengan menggunakan nama saja.

"Tidak apa-apa, masakanmu sangat enak".

"Terimakasih Mas".

Vian menaikkan sebelah alisnya ia baru sadar dengan panggilan baru yang diberikan oleh Nara kepadanya.

"Kamu memanggilku Mas?".

"Iya, apa kamu keberatan?", tanya Nara sambil membereskan piring bekas makan mereka berdua.

"Kenapa memanggilku itu?", tanya Vian lagi dengan nada datarnya. Vian memang telah kehilangan ingatannya, namun sifatnya yang dingin tiba-tiba saja muncul dengan sendirinya.

Melihat wajah Vian yang datar tanpa ekspresi itu, Nara menyimpulkan bahwa Vian tidak suka dengan panggilan barunya.

"Kalau kamu tidak mau dipanggil Mas ya sudah, maaf Vian", lirih Nara, lalu bangkit dari duduknya, membawa piring kotor ke wastafel lalu mencucinya, melihat itu Vian lantas bangkit dan mengikuti dibelakangnya.

"Kenapa manggilnya jadi Vian lagi?", tanya Vian yang saat ini berada dibelakang Nara sambil meletakkan tangannya di samping kanan dan kiri gadis itu. Mendengar itu Nara yang sedang mencuci piring berhenti dan membasuh tangannya di air yang sedang mengalir dari kran, lalu berbalik menghadap Vian. Dengan wajah yang berkaca-kaca menahan tangis Nara mengeluarkan sesak hatinya.

"Mau kamu apa sih? Kamu bilang mau menjalani hubungan ini, aku sudah mencoba mendekatkan diriku padamu, dengan memulai hal-hal kecil seperti memanggilmu Mas, aku menghormatimu sebagai suamiku, tapi apa, kamu nya kaya gitu, kamu jahat tau nggak, kalau kamu memang tidak benar-benar mau menjalani hubungan ini, ya sudah kita pis.....",

"Sayang", satu kata yang keluar dari mulut Vian mampu membungkam Nara. Bulir-bulir air mata yang sudah tak sanggup ia tahan akhirnya keluar, membasahi pipinya.

"Aku mau kamu memanggilku dengan sebutan Sayang", kata Vian sambil menekan kata sayang. Tangan Edgar bergerak naik ke wajah Nara, menghapus buliran air mata yang masih membasahi wajah cantik gadis itu. Nara diam mematung didepannya, tanpa di duga Vian mendaratkan kecupan di kening Nara. Blush... semburat merah terlihat di pipi hingga ke telinga Nara. Vian tersenyum melihat itu, karena tak mendapat reaksi apa-apa dari Nara, lelaki itu menempelkan punggung tangannya ke kening gadis itu.

"Kamu sakit ya, kenapa merah gitu mukanya?".

Sebenarnya Vian tau kenapa wajah Nara menjadi merah seperti itu tetapi ia inging menggoda istrinya. Nara akhirnya tersadar dari keterkejutannya dengan apa yang dilakukan Vian.

"Ah tidak, aku...aku lelah, ya hanya lelah?", jawab Nara gugup, ia semakin gugup setelah sadar akan posisinya sekarang, saling berhadapan dengan posisi Vian yang sedang mengungkungnya. Cukup lama mereka berdiam diposisi tersebut, hingga suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Nara, tidak dengan Vian yang masih menatapnya.

"Ehmm... sepertinya ada yang datang", ucap Nara mencoba menetralkan kegugupannya.

"Iya", ucap Vian dengan santai.

"Bisa pindahkan tanganmu, aku akan membukakan pintu".

"Bisa".

Vian menjawab bisa tapi ia tidak segera menyingkirkan tangannya malah semakin mendekatkan wajahnya. Karena semakin gugup dan rasa detak jantung yang semakin tak terkontrol, Nara reflek mencubit perut Vian agar ia bisa lepas dari situasi semacam ini.

"Ahhh...", pekik Vian ketika perutnya mendapat cubitan keras dari Nara, ia lalu menggunakan tangannya untuk mengusap perutnya. Kesempatan itu Nara gunakan untuk lari darinya. Tingkah Nara pun membuat Vian tersenyum, sambil meringis karena perutnya yang masih terasa sakit.

Sebenarnya belum ada rasa cinta di hati Vian, dasarnya saja Vian yang terlalu jahil, beda sekali dengan sifatnya yang dingin terhadap orang lain, sebelum ia hilang ingatan. Tetapi semua itu ia lakukan agar hubungannya dengan Nara tidak terasa canggung lagi.

"Kenapa dia agresif sekali, mengerikan", pikir Nara yang kini berjalan keluar.

1
WiwikAgus
bagus /Good/
Antok Antok
kelomang lukis jadi inget mainan jaman kecil dulu
Antok Antok
Menarik
Antok Antok
Semakin menarik... semoga novel ini berlanjut sampai tamat. dan banyak p mbacanya yang suka.... lanjut torrrrr
Antok Antok
Awal yang bagus, lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!