Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Davin bersandar di kursi dengan wajah lelah begitu mendengar pertanyaan Arumi. Ada duka yang mendalam di mata Davin, tertangkap oleh Rumi. "Untuk apa kamu tanyakan itu?" Davin nampak tidak mau mendengar.
"Jelas saya ingin tahu Pak, seminggu lagi kan kita menikah, tentu kita harus saling terbuka" Arumi kecewa dengan jawaban Davin. Wajar saja jika Arumi khawatir, jika Davin duda cerai tentu akan berpengaruh terhadap pernikahannya kedepan.
"Dia meninggal dalam kecelakaan" Davin menjawab singkat.
"Oh... sudah lama?" Arumi yakin bahwa Davin masih menyimpan kenangan indah bersama almarhum istrinya tanpa harus cerita.
"Ketika usia Adel satu tahun" Davin nampak berat untuk menceritakan semuanya.
Arumi pun akhirnya diam, tidak lagi melanjutkan pertanyaan walaupun sebenarnya ingin tahu lebih banyak. Entah apa penyebab meninggalnya istri Davin, tetapi Davin nampak enggan untuk bercerita. "Sebaiknya nanti aku tanyakan Tante Rose" Batin Arumi yang tidak puas mendengar jawaban Davin.
"Sudah belsih Ate" Adel sudah kembali menunjukkan telapak tangan.
"Oh iya, kita keluar yuk" Arumi menuntun Adel ke ruang tamu bergabung dengan yang lain.
Sementara otak Davin kembali mengingat peristiwa yang seharusnya akan dia lupakan. Sulit baginya untuk menghilangkan duka itu walaupun sudah dua periode.
Dada Davin mendadak sesak setiap kali mengingat peristiwa kebakaran mobil yang dikendarai sang istri dua tahun yang lalu. Itulah penyebab Davin telah kehilangan istri yang dia cintai hingga menjadi duda hingga sekarang.
"Papa... dipanggil Oma" Adel tiba-tiba sudah berada di sampingnya tanpa Davin sadari.
"Ayo" Davin menggendong Adeline ke ruang tamu. Di sana sudah tidak ada rt rw maupun tetangga, melainkan keluarga Arumi dan keluarganya. "Ada apa Ma" Davin segera bergabung dengan keluarga.
"Papa sama Mama mau langsung ke hotel, kamu mau bareng tidak?" Tanya Xanders. Rupanya keluarga itu sudah memesan hotel hingga acara akad nikah selesai.
"Aku nanti saja Pa" Davin tentu ada keperluan dengan Arumi, lalu menyuruh Derman agar mengantar papa dan mamanya. "Nanti sore kamu kembali lagi menjemput saya Derman" lanjutnya.
"Siap Bos" Derman pun segera mengantar Xanders dan istri ke hotel.
Pak Seno dan bu Astiti pun ke kamar hendak ganti pakaian batik yang mereka kenakan dengan pakaian santai.
Hanya tinggal Davin dengan Arumi di tempat itu, Adeline pun tidur pulas di pangkuan Davin karena kelelahan ke sana ke mari.
"Adel biar saya tidurkan di kamar, Pak" Arumi yang masih mengenakan kebaya sekaligus ingin ganti baju.
"Biar saya yang angkat, di mana kamar kamu?"
"Jangan" Arumi menjawab cepat. Davin masuk ke kamar? Oh tidak. Arumi segera mengangkat Adel.
"Setelah ini kita ke mall, Rumi" Davin pertama kali memanggil nama Arumi.
"Mau ngapain?" Arumi terpaksa berhenti walaupun sebenarnya sudah berat menggendong Adeline.
"Makanya biar saya tidurkan Adel dulu" Davin melihat Arumi berat hendak ambil alih Adel.
"Jangan, Bapak nggak boleh ke kemar saya, awas loh" Arumi seperti mengancam lalu cepat naik tangga hingga tiba di kamarnya yang masih berantakan. Ini alasan Arumi melarang Davin masuk, ia tidak mau mempermalukan diri sendiri di depan Davin.
Sejak pagi ia belum sempat membersihkan kamar karena kesibukan. Tanktop warna pink masih di tempat tidur, dan banyak rahasia yang tidak boleh Davin tahu.
Setelah menidurkan Adel, Arumi ambil baju kotor, bukan hanya miliknya saja tetapi juga milik Adel. Kemudian menuruni tangga memasukkan baju ke dalam mesin.
"Sudah... kita berangkat sekarang" Davin sudah pinjam motor milik Yudha karena mobilnya belum kembali.
"Saya belum ganti baju Pak" Arumi menatap kebaya yang ia kenakan. "Lagi pula kalau Adel menangis mencari saya bagaimana?" Arumi berkata panjang lebar. Davin sampai menutup kuping.
"Tidak usah ganti baju" Davin menarik tangan Arumi keluar rumah.
"Mbok... saya titip Adel ya..." ucap Arumi kencang, karena sudah jauh dari dapur ditarik-tarik Davin.
"Baik Non" Mbok segera keluar melihat Arumi yang sedang naik motor dengan posisi miring.
"Kalau Adel tanya, katakan saja saya pergi sebentar Mbok" Arumi khawatir Adel akan menjerit-jerit ketika tahu dia pergi.
"Iya Non"
Davin menjalankan motor milik Yudha mencari mall. Karena kediaman Arumi tidak jauh dari bandara tentu mudah mencari mall megah.
"Iihhh... dasar Pak Davin, mau ganti kebaya dulu nggak boleh, susah jalan tahu nggak" Arumi terpaksa mengangkat kebaya ke atas ketika berjalan setelah turun dari motor.
"Buka saja" Jawab Davin seenaknya sembari masuk ke mall, karena ia pikir Arumi mengenakan celana panjang juga.
"Nggak jelas" Sungut Arumi, mana mau ia begitu karena yang ia pakai celana legging. Arumi tidak bisa berjalan cepat mengikuti langkah Davin yang panjang hingga tertinggal jauh.
"Dih, dasar calon suami tak ada romantis-romantisnya" Gerutu Arumi, ia tidak tahu jika Davin berhenti dan mendengarnya.
"Oh... jadi mau romantis..." Davin melingkarkan tangan ke pundak Rumi. Rumi terkesiap lalu menjauh dari Davin dengan wajah memerah. Bagusnya para pengunjung mall sibuk dengan pilihannya hingga tidak memperhatikan mereka.
Davin melanjutkan perjalanan dan berhenti di depan etalase toko perhiasan.
"Kamu memilih cincin yang mana?" Davin menoleh Rumi di sebelahnya.
"Saya Pak, buat apa?" Rumi bingung tiba-tiba Davin sok romantis menawarkan berlian..
"Kamu memang lupa, atau pura-pura lupa?" Davin bingung dengan kelakuan Arumi. Pasalnya pernikahan hanya tinggal seminggu lagi tetapi Arumi bertanya buat apa. Bahkan, tidak ingat momen lamaran yang baru beberapa jam yang lalu.
"Oh iya, ya... lupa..." Arumi nyengir kuda.
"Jangan cengar cengir, cepat dipilih" Ketus Davin.
"Kalau nggak ikhlas mendingan tidak usah" Arumi kesal karena ucapan Davin tidak enak di dengar.
"Baiklah, Arumi sayaaaang... sekarang pilih yang mana..." Davin memanjangkan kata sayang yang justru terdengar dibuat-buat menambah kekesalan Arumi.
"Perhiasan untuk acara apa Mbak? Mas kawin, cincin kawin, atau tunangan?" Spg senyum-senyum mendengar panggilan Davin.
Arumi tidak menjawab menyerahkan pada Davin yang mempunyai rencana.
"Cincin tunangan, cincin kawin, dan mas kawin semua bungkus Mbak" perintah Davin. Spg melongok kaget, menatap Davin yang akan membeli perhiasan seperti membeli kacang goreng saja.
"Untuk mas kawin Tuan pilih yang mana?" Spg menunjukkan seperangkat perhiasan. Kalung, gelang, cincin dan liotin. "Nah, untuk tunangan biasanya cincin yang ini" lanjut Spg menunjukkan cincin tunangan. "Kemudian untuk cincin kawin Tuan dengan Mbak sebaiknya pesan dulu agar mendapatkan hasil yang memuaskan" spg memberi saran.
"Sekarang kamu coba dulu" tiba-tiba Davin memegang jemari Arumi kemudian menyelipkan cincin tunangan. Menyebabkan dada Arumi berdebar kencang.
Setelah cincin tersebut melingkar di jari manis Arumi, Davin memesan cincin kawin, kemudian membeli seperangkat perhiasan yang akan ia gunakan untuk mas kawin.
"Terimakasih" ucap Arumi memandangi cincin bermata itu.
"Sekarang kita pesan pakaian" Davin yang sudah pernah menikah tentu tahu apa yang dibutuhkan calon mempelai.
"Sekarang kamu mau beli apa?" Tanya Davin ketika sudah mendapat perhiasan.
"Kita pulang saja Pak" Arumi khawatir Adel mencarinya. Davin mengangguk kemudian pulang.
"Ikut Ate... mana Atee..." teriak Adel dalam gendongan Astiti. Anak itu meronta-ronta hingga tubuh Astiti yang kecil tidak bisa menjaga keseimbangan
"Adel..." Rumi cepat-cepat turun dari motor begitu tiba di halaman rumah mendengar tangisan Adel. "Adel kok nangis?" Arumi segera mengambil Adel dari gendongan Astiti.
"Sudah hampir 10 menit Adel menangis terus Rumi" Astiti sampai berkeringat.
"Terimakasih Bu" Davin merasa bersalah kepada Astiti.
"Ate tinggalin Adel yang lagi tidul, hu huhuhu... Ate pelgi nggak ajak Adel. Huhuhu..." Adel menyembunyikan wajahnya di dada Rumi.
"Tante minta maaf ya" Arumi sudah menduga hal seperti ini akan terjadi.
"Papa minta maaf, karena Papa yang mengajak Aunty, sebagai gantinya bagaimana kalau kita jalan-jalan"
"Ikuutt..." Adel mengangkat kepala menatap Davin.
"Mas, di mana tempat wisata yang dekat dari sini?" Tanya Davin kepada Yudha. Ia ingin menghibur Adel
"Pantai Dek, kalau mau saya antar" Yudha menawarkan diri.
"Saya pinjam motor lagi saja Mas"
"Holeee... jalan-jalan..." Adel tiba-tiba bersemangat mengundang tawa semua yang berada di halaman itu.
"Kita berangkat sekarang saja" Davin hendak berboncengan dengan Arumi dan Adel.
"Sekarang Adel sama Papa dulu" Arumi menyerahkan Adel kepada Davin bergegas ke kamar ganti celana panjang dengan kaos. Hanya waktu lima menit, ia sudah kembali.
"Kita berangkat" Ucap Arumi. Namun, ketika Davin hendak menjalankan motor terpaksa urung karena seorang wanita datang.
"Permisi..." Ucapnya.
...~Bersambung~...