Alysa seorang gadis muda, cantik serta penuh talenta yang kini tengah menempuh studynya di bangku kuliah. Namun, selama dua semester ia memutuskan untuk cuti, demi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang tengah bangkrut.
Dalam perjalananya, Alysa harus mendapatkan uang sebanyak 300 juta dalam semalam untuk biaya operasi jantung orang tuanya. Dalam keadaan mendesak, Alysa memutuskan menjadi wanita panggilan. Mengikuti saran sahabatnya, Tika.
Sialnya, pelanggan pertamanya adalah dosen ia sendiri. Hal itu membuat Alysa malu, kesal sekaligus bingung bagaimana harus melayani sang Dosen. Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya? serta bagaimana hubungan Alysa dengan kekasihnya, Rian. Akankah setelah mengetahui fakta sebenarnya ia akan tetap bersama Alysa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon By.dyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelanggan baru
Pagi buta sekali, Alysa sudah harus disibukkan dengan persiapan diri untuk berlari. Pacarnya, Rian. Akan menjemputnya untuk berkeliling sambil joging dia Area 45, sebuah taman luas yang biasa diisi oleh orang-orang yang tengah melakukan olehraga.
Sejak hari masih gelap, Alysa mulai sibuk mencari sepatu lamanya yang ia simpan pada sebuah box besar, tempat penyimpanan khusus sepatu.
"Pake warna item atau putih ya?"
"Coba kalau ada suri, gue bakal tanya dia. Ga akan gue kesusahan milih begini." Suri adalah Assisten pribadi Alysa dulu. Waktu itu, semua yang dibutuhkan Alysa, dialah yang menyiapkan. Alysa cukup menjelaskan kegiatannya, maka dengan sangat cepat Suri akan menyiapkan kebutuhan Alysa mulai dari bagian atas kepalanya hingga ujung kaki. Tidak seperti sekarang, ia harus melakukan semua hal itu sendiri.
"Repot bgt." keluh Alysa kesal.
Sebenarnya, olahraga jogging itu bukan olahraga yang diminati Alysa. Bagi Alysa, olahraga diluar ruangan sangatlah menguras energi. Selain kelelahan karna kegiatan olahraga, disisi lain Alysa juga panik sendiri ketika matahari jakarta akan mengenai kulitnya. Sudah Alysa tidak pernah perawatan klinik lagi, sekarang ia juga mesti harus berkegiatan diluar ruangan. Kalau saja bukan Rian yang mengajak ia jogging, sudah pasti Alysa akan menolak.
Berhubung yang mengajak adalah kekasihnya, jadi Alysa mau saja. Apalagi melihat hubungannya sekarang dengan Rian yang mulai merenggang, Alysa akan memakai kesempatan ini untuk bicara banyak. Jujur saja, Alysa ingin sekali bercerita tentang hari-hari kemarin yang dia lalui sendiri.
Hari menjelang lebih terang, Suara klakson mobil terdengar sampai dalam rumah. Alysa sudah hafal, itu pasti Rian. Buru-buru Alysa, segera keluar rumah.
"Pagi," sapa Alysa.
Rian tersenyum kecil. "Ayo masuk."
"Masuk?" ulang Alysa.
Rian hanya mengangguk kecil, seolah apa yang ia lakukan sudah benar. Padahal bagi Alysa tidak, Alysa merasa seperti bukan mengenal Rian. Biasanya, laki-laki itu akan sangat semangat membuka pintu mobil untuk dirinya.
"Mau mampir dulu?" tawar Alysa.
Rian menurunkan kaca mobil mewahnya, ia melihat sebentar kontrakan rumah Alysa yang sekarang ditempati. Dari raut wajahnya, Rian sepertinya tidak berminat sama sekali masuk kedalam.
"Ga usah. Ayo masuk." kata Rian.
Alysa mengangguk, kemudian segera menaiki mobil. Dari mulai detik ia memasuki mobil, hati Alysa sudah merasa tidak nyaman lagi. Ada perasaan sesak serta tidak terima atas prilaku Rian. Apa Alysa sudah harus memutuskan hubungannya dengan Rian?
"Kamu sibuk banget ya di kuliah?" tanya Alysa membuka obrolan.
"Lumayan."
"Sibuk apa? Nyusun skripsi?" tanya Alysa lagi.
"Salah satunya."
Alysa mengangguk. "Emang kamu sibuk apa lagi selain kuliah?" tanya Alysa.
"Ya banyak Sa, kantor papahku, kuliahku, hobby aku." terang Rian.
Mata Alysa melirik Rian. Tidak terima atas panggilan Rian yang menggunakan namanya langsung. Menurut Alysa, panggilan seperti itu lebih cocok sebagai panggilan seorang teman, bukan pasangan. "Sa." rasanya tidak biasa untuk Alysa, Rian sebelumnya tidak pernah memanggil dengan sebutan nama, apalagi hanya ujung namanya saja. Rian selalu bilang sayang padanya. "Kamu ga salah bicara?" sahut Alysa.
Rian mengalihkan pandangannya dari depan, melirik Alysa sebentar. "Enggak, aku emang sibuk, Sa." Rian kembali mengulangnya.
Alysa kini benar-benar kesal. Bukan itu maksudnya. "Ga, aku cuma memastikan aja ko." ungkap Alysa jutek.
"Kamu kalau ga percaya, kamu bisa tanya Bara. Assisten aku." timpal Rian.
"Ga perlu, aku percaya kamu sibuk, saking sibuknya ga pernah balas pesan atau angkat panggilan dari aku." terang Alysa menatap penuh Rian.
Satu pertanyaan dari Alysa, berhasil menarik perhatian Rian. Rian menepi kemudian segera memberhentikan mesin mobil, dan menatap Alysa lama.
"Kamu mau kita berantem?" tanya Rian.
"Aku cuma nanya kamu kemana."
"Itu artinya kamu ga percaya." sentak Rian.
"Aku bukan ga percaya, aku cuma mau tau kamu lagi apa dan ngapain? Udah."
"Alah, omong kosong. Kamu punya nomor Bara, kamu bisa tanya dia." ucap Rian.
Air muka Alysa mengerut tidak terima. "Aku tanya sama kamu, aku pacar kamu atau pacar Bara, sih?" tanya Alysa mulai terpancing emosi.
"Kamu tanya juga sama diri kamu. Aku masih kamu anggap pacar kamu atau bukan? Tiap hari ga ada waktu, kamu mikir ga si?" sentak Rian.
"Sesibuk apapun aku. Aku selalu kasih kabar sama kamu. Tapi, kamu. Sama sekali ga pernah sekalipun balas chat atau panggilan aku, maksud kamu apa?" tanya Alysa marah.
"Aku udah jelasin. Aku sibuk, terus sekarang kamu mau nya gimana?" timpal Rian.
Alysa berdecih. Ia membuka seatbell mobil yang terpasang. Alysa memutuskan keluar dari mobil. Rencananya untuk memperbaiki hubungan dengan kekasihnya tidak berjalan mulus. Entah disini, siapa yang salah. Alysa yang terlalu menuntut pada Rian atau Rian yang mulai tidak suka kegiatannya diketahui oleh Alysa.
"Alysa." Panggil Rian dari dalam mobil. "Cepet masuk, jangan kaya anak kecil." kata Rian.
Alysa menulikan telingannya. "Alysa, masuk. Aku ga punya banyak waktu untuk hal-hal kaya gini." kata Rian.
"Pergi." Timpal Alysa. "Pergi, kalau aku bukan hal penting lagi bagi kamu karna kesibukan kamu itu, pergi sekarang." usir Alysa.
Tanpa menunggu lama, Rian segera menancap gas. Ia benar-benar meninggalkan Alysa sendiri dijalan raya. Padahal, lokasi tempat yang akan keduanya tuju sedikit lagi. Alysa tidak mengira kalau dirinya akan mendapatkan perlakuan semena-mena dari Rian.
Tanpa terasa tangis alysa luruh juga, ia tidak bisa membendung air matanya. Sikap Rian yang berubah begitu cepat serta omongan Rian yang menyakitkan, benar-benar membuat Alysa sakit. Alysa ingin seperti dulu, disaat keduanya sama-sama saling mempertahankan hubungan, bukan seperti sekarang. Alysa merasa berjuang sendiri atas hubungan yang tengah dijalani.
"Kenapa si, gue harus rasain hidup kaya gini." Keluh Alysa diikuti tangisnya.
Alysa menyebrangi jalan, berputar arah untuk pulang. ia memilih menangis sambil jogging. Tidak peduli, orang akan berkomentar apa ketika melihat dirinya dalam keadaan menangis.
Sepanjang jogging, menuju arah pulang. Alysa terus menangis sesegukkan. Hatinya, benar-benar sakit. Ia benci dunia ini, ia benci Rian dan ia benci laki-laki yang baru keluar dari mobil.
Alysa berdiri sebentar. Ia menghapus air matanya. Menatap siap yang keluar dari mobil. "Reyhan."
"Senang, bisa melihat mahasiswi saya begitu produktif sepagi ini." ucap Reyhan.
"Pak Reyhan."
"Butuh tumpangan?" tanya Reyhan.
"Gak perlu."
"Tadi, saya liat kamu dengan pelanggan kamu. Mendadak mobil kamu berenti, kamu turun dari mobil sendiri. Kenapa? Apa dia juga protes karna servic kamu yang kurang? Sampai kamu ditinggalkannya begini."
Dua tangan Alysa terkepal kesal. Ia sudah ingin menampar mulut kurang ajar Dosen yang terobsesi tidur satu ranjang dengannya. "Jaga bicara anda."
Reyhan berdecih. "Ada yang salah dengan ucapan saya?" tanya Reyhan.
Alysa sudah hendak akan melayangkan tamparan kedua untuk Reyhan. Tapi, segera tertahan oleh tangan Reyhan.
"Jangan kurang ajar, selain saya Dosen kamu. Saya pelangganmu, uang saya sudah terpakai. Tapi, kamu belum bekerja untuk saya. Kenapa? Karna malu? Bahkan sebelum kamu melakukannya, saya tidak bisa melihat harga diri kamu dimana, Alysa." tekan Reyhan marah, mendorong tangan Alysa sedikit menjauh dari wajahnya.
"Kamu benar-benar manusia jahat, yang pernah saya temui." ucap Alysa gemetar, kembali menguraikan air mata.
"Dan kamu, manusia paling munafik yang pernah saya lihat." sahut Reyhan.
"Pergi." usir Alysa berteriak.
"Saya kesini sedang meminta janji perjanjian kita, ucapanmu sendiri. Jadi, bersikaplah profesional dalam pekerjaanmu ini." Selesai Reyhan mengucapkan hal itu, ia segera menyeret Alysa masuk kedalam mobil.
Jarak Alysa berdiri dengan mobil Reyhan tidak jauh. Sehingga dengan cepat Reyhan sampai, memasuki mobil milik pribadinya. Reyhan berhasil memasukkan Alysa, ia menutup pintu mobil dekat Alysa, kemudian berlari kecil menuju kursi kemudi.
"Berenti, saya mau pulang." teriak Alysa. Saat Reyhan sudah mulai menjalankan mobilnya.
"Reyhan, berenti."
"Reyhan, kamu gila."
"Reyhan, aku akan menepati janji aku. Tapi, tidak sekarang." ucap Alysa.
"Reyhan aku mohon berenti, aku harus pulang."
"Kamu bodoh, tuli atau gila. Aku bilang berenti." Sentak Alysa marah.