dayn seorang anak SMA intorvert yang memiliki pandangan hidup sendiri itu lebih baik daripada berinteraksi dengan orang lain, tapi suatu hari pandangan hidupnya berubah semenjak bertemu dengan seorang gadis yang juga bersekolah di sekolah yang sama, dan disinilah awal mula ceritanya dayn merubah pandangan hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hamdi Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rasa bersalah
Pagi ini, setelah hari yang panjang bersama Rika kemarin menyelamatkannya dari kecelakaan, menonton anime bersama saat istirahat, dan pergi ke kafe sepulang sekolah aku merasa agak gelisah. Kejadian kemarin berputar-putar di pikiranku. Entah kenapa, kebaikan Rika terasa... janggal. Mengapa dia begitu baik padaku? Apa karena aku menyelamatkannya, jadi dia merasa perlu membalas budi?
Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan soal ini. Di kelas, seperti biasa, aku duduk di pojok, diam sambil memandang kosong ke depan. Teman kelasku, yang memang jarang sekali bicara denganku, sesekali melirik, mungkin heran melihat aku termenung. Biasanya aku lebih pendiam dari ini, tapi kemarin benar-benar mengusik pikiranku.
Saat bel istirahat berbunyi, aku langsung menuju tempat biasa, taman belakang sekolah. Di sana, aku bisa sendirian dan menonton anime di handphone ku, tanpa gangguan. Tapi, sebelum sampai, aku mendengar seseorang memanggil namaku dari belakang.
“Dayn!”
Aku berbalik dan melihat Rika, tersenyum cerah sambil berjalan mendekatiku. Aku tertegun sejenak. Kenapa dia di sini? Apa dia... sengaja mencariku lagi?
“Hai, Dayn! Aku tebak kamu pasti ke sini lagi. Bisa kita nonton anime bareng lagi?” tanyanya riang.
Aku terdiam. Sejujurnya, ada perasaan aneh setiap kali Rika mendekatiku. Bagian dari diriku merasa canggung, tidak terbiasa dengan perhatian semacam ini. Tapi di sisi lain, aku juga sedikit menikmati kebersamaan kami kemarin, saat kami menonton anime bersama. Aku melihatnya duduk di sebelahku, fokus pada layar, tertawa di saat-saat lucu, dan terkejut saat ada adegan menegangkan. Itu… berbeda dari keseharianku.
Namun, rasa curiga itu masih ada. Seberapa tulus kebaikan Rika? Mungkinkah dia hanya melakukan ini karena merasa berhutang budi?
“Kamu nggak perlu merasa berterima kasih lagi, Rika,” ucapku dengan suara yang terdengar lebih dingin dari yang kuinginkan. “Aku cuma nolong kamu kemarin karena aku ada di sana. Jadi, kamu nggak perlu terus-terusan berbuat baik seperti ini.”
Rika tampak terkejut, senyumnya perlahan menghilang. Dia menatapku dengan sorot mata yang sulit diartikan seolah ada perasaan sakit hati yang terpendam.
“Dayn… apa kamu pikir aku cuma bersikap baik karena itu?” tanyanya pelan, suaranya sedikit bergetar. “Apa menurutmu, setiap hal yang kulakukan ini cuma karena rasa terima kasih semata?”
Aku tidak tahu harus berkata apa. Di satu sisi, aku tidak ingin menyakiti perasaannya. Tapi di sisi lain, aku merasa sulit percaya pada niat baik orang lain. Selama ini, aku selalu sendirian. Bagiku, keakraban yang tiba-tiba seperti ini terasa… mencurigakan.
“Entahlah,” jawabku pelan. “Aku cuma merasa... aneh. Aku nggak terbiasa dengan semua ini.”
Rika menunduk, menghela napas. Aku bisa merasakan suasana yang berubah di antara kami. “Kalau begitu, mungkin aku memang salah,” katanya sambil tersenyum tipis, tapi senyumnya tak lagi ceria seperti tadi. “Mungkin aku salah berpikir kalau kita bisa jadi teman.”
Kata-katanya itu membuat dadaku terasa sedikit sesak. Teman? Sejak kapan aku menganggapnya sebagai teman? Bukankah kami hanya dua orang yang kebetulan bertemu dalam satu situasi yang tak terduga? Tapi saat mendengar nada kecewa di suaranya, aku merasa ada sesuatu yang patah di dalam diriku.
Rika melangkah mundur, menghindari tatapanku. “Maaf kalau kehadiranku membuatmu tidak nyaman, Dayn. Aku hanya berpikir… ah, tidak penting. Aku pamit dulu.”
Dia berbalik dan pergi, meninggalkan aku yang masih terpaku di tempat. Aku melihat punggungnya semakin jauh, dan saat itu, aku menyadari sesuatu. Mungkin aku salah telah meragukan niat baiknya. Mungkin, dia tulus. Tapi sekarang, aku tidak tahu apakah dia akan mau mendekatiku lagi setelah ini.
Dengan perasaan yang campur aduk, aku duduk sendirian di taman belakang. Suasana yang biasanya menenangkan kini terasa kosong. Aku mencoba menonton anime seperti biasa, tapi aku tidak bisa fokus. Kata-kata Rika tadi terus terngiang di benakku.
“Mungkin aku salah berpikir kalau kita bisa jadi teman.”
Mengapa kata-kata itu begitu mengusik? Bukankah aku selalu ingin sendiri, menghindari perhatian orang lain? Tapi entah kenapa, kehadiran Rika memberiku perasaan berbeda. Selama ini aku memang sendirian, tapi kemarin saat kami menonton anime bersama, rasanya… hangat.
Jam istirahat berakhir, dan aku kembali ke kelas dengan perasaan yang tidak menentu. Sore itu, aku menyadari sesuatu: mungkin, di balik sikap dinginku, aku sebenarnya menginginkan seseorang yang bisa mengerti aku. Dan mungkin, orang itu adalah Rika. Tapi sekarang, setelah aku meragukannya, apakah dia masih mau menjadi teman?
Saat pelajaran berakhir, aku tidak langsung pulang. Aku tetap duduk di kelas, menatap kosong ke luar jendela. Rika mungkin sudah pulang, atau mungkin masih di ruang OSIS. Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku meminta maaf? Aku sendiri tidak yakin apakah aku punya keberanian untuk melakukannya. Tapi, kalau aku tidak melakukannya, perasaan ini akan terus menghantui.
Di tengah keraguan itu, aku memutuskan bahwa aku tidak bisa membiarkan segalanya berakhir seperti ini. Mungkin, esok hari, aku akan mencoba berbicara dengannya lagi mencari tahu apakah masih ada kesempatan untuk membangun sesuatu yang tulus di antara kami.
episode 5 bersambung