Tidak pernah terbersit dibenaknya untuk menikah dalam waktu dekat, Namun karena kebodohan sang adik, yang ingin dirinya cepat menikah, Membuatnya terpaksa harus menikahi laki-laki yang bertubuh gemuk, berjenggot juga berkumis dan satu lagi berkacamata tebal.
"Apa ini karma?" ucap Julya saat dirinya melihat pantulan wajahnya dicermin, dengan riasan khas pengantin wanita.
"Iya benar ini karma bagiku, yang sering menyakiti hati pria." ucapnya lagi yang sadar sudah menolak banyak pria, yang datang melamarnya.
"Dan sepertinya kamu yang paling sakit hati. Riski. Maaf."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ade Diah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berharap bertemu.
Tiga bulan sudah Julya menempati posisi yang ditinggalkan Riski dan sungguh dia sudah lelah.
Ya bagai mana tidak lelah setiap minggu. ada saja kesalahan bawahannya, yang harus dia tanggung akibatnya.
Ya seperti saat ini Julya sedang merevisi hasil kerja timnya, karena terdapat banyak kesalahan, padahal saat membuat laporan tersebut, Julya sudah memastikan jika laporan yang dia buat bersama tim, sudah sangat benar, tapi anehnya setelah sampai ditangan bu Merry, laporan timnya selalu berubah dan berakhir dengan dia sebagai ketua yang harus merevisi ulang laporan tersebut.
"Apa aku keluar saja." ucap Julya yang sudah lelah dikerjain bawahannya, tanpa berpikir untuk menegur lebih dulu sikap bawahannya.
Julia yang merasa pusing dan butuh secangkir kopi, langsung keluar ruangannya dan saat melewati ruang kerja timnya, yang memang terpisah, Julya tidak sengaja mendengar obrolan timnya.
"Senang rasanya melihat si Julya terus di omeli bu merry."
"Ya, aku juga sama, biar tahu rasa dia"
"Hem, gara-gara dia, pak Riski keluar dan tanpa rasa bersalah dia langsung menggantikan posisi pak Riski."
"Hem, kita lihat seberapa kuat dia bertahan di posisinya, saat ini."
Julya yang tentu mendengar pembicaraan mereka hanya bisa menarik nafasnya dalam, sungguh dugaannya selama ini memang benar
"Sudah aku duga." batin Julya dan dia langsung melanjutkan langkahnya lagi sambil berpikir, solusi apa yang harus dia ambil agar timnya tidak lagi mengerjainya.
"Atau aku keluar saja," batin Julya namun pikiran itu hanya sesaat, karena saat ingat biaya penalti yang harus dia bayar, andai berhenti sebelum masa kontrak habis, Julya pun berpikir ulang.
"Ya Allah, andai biaya pinaltinya tidak sebesar itu," ucap Julya tanpa sadar jika disampingnya ada bu Naila yang kebetulan baru datang ke pentri.
"Kamu kenapa?" sebuah pertanyaan yang membuat Julya terlonjak kaget, sampai air kopi yang sedang dia aduk hampir tumpah.
"Ibu!!, bikin kaget saja."
"Maaf, tapi kamu kenapa melamun sampai segitunya, sampai tidak sadar jika ada saya."
"Ah ini bu, biasa meratapi nasib," ucap Julya yang enggan berterus terang.
"Apa karena dimarahi bu Merry lagi?" tebak Bu Naila.
"Ya begitulah, jujur rasanya malu karena setiap minggu selalu mendapat teguran."
"Ya jika malu terus di tegur, kenapa kamu terus mengalah." ucap Bu Naila yang tahu masalah Jilya.
"Tunggu maksud ibu apa?" ucap Julya yang takut salah mengartikan ucapan bu Naila yang memang tidak jelas.
"Ya semua orang tahu Jul, bahkan Bu merry juga tahu permasalahanmu, bersikaplah dengan tegas, jangan selalu mengalah, karena semakin kamu mengalah maka orang-orang yang iri itu, akan semakin mengerjaimu, tunjukkan pada mereka jika kamu pantas menjadi seorang pemimpin." saran bu Naila.
*
Ucapan Bu Naila terus terngiang-ngiang di benaknya, tapi bagai mana caranya, dia bertindak tegas?
"Ki, andai kamu disini mungkin aku bisa meminta pendapatmu." untuk kesekian kalinya Julya merasa jika kini sosok Riski begitu berarti.
"Ki, kamu dimana? apa kamu tidak merindukan aku? aku saja yang kemarin-kemarin kesal melihat mu, sekarang sangat merindukanmu?" ucap Julya yang memang sambil menatap Foto Riski yang dulu tertinggal diruangannya.
"Aku memaafkanmu sekarang, jadi kumohon temui aku," ucap Julya berharap ucapannya sampai pada Riski yang entah berada dimana, andai dia tahu tempat tinggal Riski mungkin sejak tiga bulan yang lalu dia sudah mendatangi rumah Riski.
"kenapa aku tidak pernah mencari tahu dimana dia tinggal" kesal Julya pada dirinya sendiri.
"Kamu tahu, sebentar lagi bu Merry akan menikah, dan kamu harus tahu juga jika setelah menikah dia akan berhenti bekerja dan posisinya akan di gantikan keponakannya, andai kamu masih disini Ki, aku punya banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu."
Sementara Riski, yang memang mengikuti saran sang tante. untuk menggantikan posisi sang tante, kini untuk pertama kalinya bersiap untuk masuk kerja, walau jam sudah menunjukan tengah hari.
Tak tak tak, suara sepatu Riski mulai terdengar memasuki gedung kantor sang tante yang tidak lain adalah bu Merry.
Dengan wajah yang dihiasi janggut juga kumis tipis, dia berjalan tanpa ada yang mengenalinya, terlebih dia kini memakai kacamata yang biasa dipakai para kutu buku.
"Mbak saya ingin bertemu Bu Merry" tanya Riski pada resepsionis.
"Maaf dengan mas siapa?" tanya resepsionis ramah.
"Radit"
"Tunggu, apa anda keponakan Bu Merry?" tanya resepsionis yang memang sudah di beritahu jika akan ada keponakan Bu Merry datang, bernama Radit.
"Ya, apa Bu Naila sudah memberitahumu?"
"Ya, silahkan pak, sudah ditunggu dari tadi." ucap Resepsionis yang semakin ramah.
"Baiklah, terimakasih" ucap Radit yang juga ramah.
"Terdengar seperti suara mas Riski," ucap resepsionis, namun karena wajah yang tidak sama, Resepsionis itu pun berpikir mungkin hanya mirip.
ceritanya bagus
mampir kenovelku juga jika berkenan/Smile//Pray/
maaf, ya. keknya aku terlalu ikut campur sama dialog kamu🙏