Zhafira kiara,gadis berusia 20 tahun yang sudah tidak memiliki sosok seorang ayah.
Kini dia dan ibunya tinggal di rumah heru yang tak lain adalah kakeknya.
Dia harus hidup di bawah tekanan kakeknya yang lebih menyayangi adik sepupunya yang bernama Kinan.
Sampai kenyataan pahit harus di terima oleh zhafira kiara, saat menjelang pernikahannya,tiba-tiba kekasihnya membatalkan pernikahan mereka dan tak di sangka kekasihnya lebih memilih adik sepupunya sebagai istrinya.
Dengan dukungan dari kakeknya sendiri yang selalu membela adik sepupunya,membuat zhafira harus mengalah dan menerima semua keputusan itu.
Demi menghindari cemooh warga yang sudah datang,kakek dan bibinya membawa seorang laki-laki asing yang berpenampilan seperti gelandangan yang tidak diketahui identitasnya.
Mereka memaksa zhafira untuk menikah dengannya.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? apakah zhafira akan menemukan kebahagiaan dengan pernikahannya?
Ikuti kisahnya selajutnya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
Malam semakin larut, zhafira pun mengantarkan dewi ke kamarnya.
Sementara Eric, dia memilih pergi dengan Louis menuju ruangan khusus.
"Sekarang, apa yang akan kamu lakukan Eric?" Louis menatap Eric, dengan serius.
"Aku akan menjalani hidup ku, sesuai alur saja, kek. Sekarang aku sadar, jika hidup ku tidak sendiri." Eric menghela nafas sejenak.
"Apalagi sekarang, di samping ku ada zhafira dan ibunya, yang harus aku jaga. Jadi sebisa mungkin, aku akan menghadapi semua musuh-musuh kita." jawab, Eric menatap lurus kedepan.
Louis menghela nafas. "Kakek setuju dengan mu, Eric. Tapi apa tidak sebaiknya, kita merahasiakan dulu identitas mu pada zhafira dan ibunya."
Eric mengernyitkan dahi. "Kenapa, kek? Menurut ku lebih baik, zhafira tahu siapa aku sebenarnya. Dari pada nanti, dia mengetahui semuanya dari orang lain." ujarnya,memberi saran
"Kakek tahu, Eric. Tapi apakah kamu sudah siap, jika zhafira kecewa atau takut?" Louis menghela nafas. "Karena bagi orang awam, identitas yang bersangkutan dengan mafia, menurut mereka, kita adalah orang jahat dan tidak punya hati."
Eric terdiam, apa yang dikatakan Louis benar. bahkan karena mendengar kabar jika, Eric anak seorang mafia kejam. sampai saat ini dia tidak pernah mempunyai teman.
Eric menghela nafas, dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Louis. "Jadi sekarang aku harus bagaimana, kek?" tanyanya putus asa.
"Di saat waktu yang tepat, kita akan membicarakan hal ini dengan zhafira dan ibunya. Untuk sekarang, kita rahasiakan saja dulu, sampai mereka benar-benar mengerti dengan apa sedang kita alami."
Eric menyetujui ucapan Louis, sebelum mereka mengakhiri percakapan mereka. Tiba-tiba Eric mengajukan pertanyaan pada Louis.
"Kek...! Apakah aku harus mempunyai seorang anak?" celetuk Eric, polos.
Louis tersenyum tipis, mendengar pertanyaan Eric yang terdengar ambigu.
"Apa kamu sedang berencana, untuk memiliki anak Eric?" Bukannya menjawab, Louis malah balik bertanya pada Eric dengan sedikit menggodanya.
Eric mendelik, saat tahu jika dia sudah mengatakan hal konyol pada kakeknya.
"Sudahlah lupakan saja." ucap Eric kesal.
Louis menggelengkan kepala, seakan tak percaya jika Eric mempunyai pemikiran sampai sana.
"Mempunyai keturunan itu, memang sangat penting Eric. Tapi kamu juga harus, mempertimbangkan semuanya secara matang."
"Apalagi jika kamu dan zhafira belum saling mencintai.Sebaiknya kalian perbaiki hubungan kalian dulu, sebelum berencana memiliki anak." Menatap Eric, meyakinkan.
Eric pun terdiam, tidak semudah itu untuk melakukan hal seperti pasangan pada umumnya. karena jujur, saat ini Eric masih bingung dengan perasaannya pada zhafira.
Eric pergi meninggalkan Louis, dengan pikiran yang berkecamuk, dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Louis menatap punggung Eric, yang menghilang dari balik pintu. "Kakek sangat mengharapkan semua itu Eric. Tapi kakek juga takut, jika apa yang menimpa kedua orang tua mu, itu terjadi kepada mu dan zhafira."
Di kamar dewi, zhafira tampak sibuk membantu ibunya membereskan semua barangnya.
Setelah selesai, mereka pun duduk bersama di tepi tempat tidur.
"Fira terima kasih." Dewi tersenyum lembut, membelai pipi zhafira penuh kasih sayang.
"Terima kasih untuk apa ibu?"
"Terima kasih, karena sudah membawa ibu ke sini untuk tinggal bersama kalian."
Zhafira memeluk dewi. "Ibu sudah jangan berterima kasih lagi. Karena sudah seharusnya aku sebagai anak, kini berbakti kepada ibu. Maaf jika saat itu, aku pergi tanpa membawa ibu." ucapnya dengan nada bergetar.
Dewi Melepaskan pelukannya, dan menatap lekat wajah zhafira. " Kamu tidak perlu meminta maaf, Fira. Justru ibu lah, yang seharusnya meminta maaf. Sebab selama ini,, ibu tidak bisa melindungi mu, dari sikap buruk kakek mu."
"Tidak...! Ibu tidak salah. Aku tahu posisi ibu waktu itu, jadi mulai sekarang kita mulai lembaran baru dalam hidup kita ya, bu?" Zhafira pun kembali memeluk dewi.
Dewi tersenyum, dan membalas pelukan zhafira. Kini pikirannya terlintas, pada hubungan zhafira dan Eric.
"Fira." Apa hubungan mu dengan Eric, baik-baik saja?"tanya dewi di sela pelukannya.
Zhafira pun terdiam, dia pun kembali melepaskan pelukannya dan menatap dewi, yang sedang menunggu jawaban darinya.
"Kenapa ibu, bertanya seperti itu?" Zhafira yang bingung pun balik bertanya.
Dewi menggenggam tangan zhafira erat. "Sayang, meskipun pernikahan kalian terpaks, dan tanpa di dasari rasa cinta. Tapi ibu berharap, semua itu dapat berubah seiringnya waktu." ucapnya lembut.
Mendengar hal itu membuat zhafira terdiam,dia masih mendengarkan apa yang selanjutnya akan di ucapkan oleh dewi.
"Ibu harap, kamu melaksanakan kewajiban mu sebagai istri, Fira.Dan kamu juga harus mulai belajar mencintai Eric dan melupakan masa lalu, mu. Ibu yakin kamu pasti bisa, melewati semua ini." Sambung dewi, memberikan nasihat pada zhafira.
Zhafira tersenyum. "Aku sedang berusaha melakukan apa yang seperti ibu katakan. Dan untuk masa lalu, aku sudah mulai melupakannya, bu." ujar zhafira, memberitahu.
"Ibu senang mendengarnya, Fira. Ibu do'akan, semoga hubungan mu dan Eric selalu di limpahi keberkahan. Dan semoga dia antara kalian cepat tumbuh rasa cinta dan...?" Dewi sengaja menggantungkan ucapannya.
Zhafira menaikan sebelah alisnya. "Dan apa bu?" tanyanya penasaran.
"Dan ibu berharap, kalian cepat-cepat di berikan momongan." jawab dewi tersenyum menggoda.
Wajah zhafira seketika memerah, saat mendengar harapan ibunya. sebenarnya zhafira juga tidak masalah jika secepatnya di berikan momongan.
Tetapi masalahnya, bagaimana mereka akan mempunyai momongan jika mereka tidak pernah melakukan hal itu.
Zhafira hanya tersenyum tipis, apakah dia harus bilang yang sebenarnya pada dewi atau tidak.
"Sudah malam, sebaiknya kamu segera beristirahat Fira."
Zhafira mengangguk, bersyukur karena ibunya tidak membahas hal tentang momongan lagi.
Dia pun segera pergi, dan pamit pada dewi. zhafira pun kini berjalan menuju kamarnya.
Saat masuk ke dalam kamarnya, zhafira tidak melihat keberadaan Eric. Dia sadar jika dirinya berada di kamarnya dan bukan di kamar Eric.
Zhafira bingung, apakah dia harus pergi ke kamar Eric atau tetap di sana.
"Zhafira." Tiba-tiba saja Eric datang, cucudan mengejutkan zhafira yang sedang melamun.
"Eric...!Aku kaget...!" pekik zhafira terkejut.
Eric mengernyitkan dahi, saat melihat zhafira yang terkejut saat melihatnya.
"Apa yang kamu lakukan di kamar ku, Eric?" Zhafira menatap Eric.
"Tidurlah di kamar, ku. Saya tidak mau sampai ibu mu tahu, jika kita pisah kamar."
Zhafira tertegun, sebab ini pertama kalinya Eric mengizinkan dia tidur di kamarnya.
"Kenapa? Eh... maksud ku, apa kamu tidak keberatan jika aku tidur di kamar mu?"
Eric menatapnya tajam. "Sudahlah ikuti saja apa yang saya katakan. Sekarang, ikut saya ke kamar!" ucapnya memberi perintah.
Zhafira mengangguk, dan mengikuti langkah Eric menuju ke kamarnya.
Di kamar Eric, zhafira nampak ragu. apalagi saat melihat isi kamar Eric yang sangat rapi, membuat zhafira berdecak kagum.
Eric yang sudah membaringkan tubuhnya, melihat sikap zhafira seperti itu hanya menatapnya tajam.
"Tidurlah." ucap Eric, tegas.
Zhafira yang tersentak pun, segera berjalan menghampiri ranjang king size milik Eric. dia pun membaringkan tubuhnya, di samping Eric.
Sebelum menutup mata, zhafira pun menatap Eric yang sudah memejamkan mata.
"Zhafira." panggil Eric, membuka matanya.
"Ka-kamu belum tidur." pekik zhafira, terkejut dan malu.
"Apa aku boleh minta sesuatu?" tanya Eric santai.
Tiba-tiba saja jantung zhafira berdegup kencang, saat mendengar permintaan Eric. kini pikiran zhafira pun tertuju pada Eric, yang mungkin meminta haknya.
"Peluk saya, zhafira." Eric menatap lekat wajah zhafira.