Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Persiapan
Dua tahun berlalu setelah kejadian mengerikan itu, desa yang dulunya ramai dihuni penduduk desa sekarang hanyalah tumpukan puing-puing bangunan. Terik sinar matahari diatas langit pun mulai menyengat, pertanda hari sudah siang.
Tetapi dari semua remahan bangunan yang berserakan, ada sebuah rumah kayu yang masih berdiri kokoh, Rumah itu ditempati oleh Bjorn dan Neil.
Bjorn yang sedang memotong beberapa balok kayu untuk api unggun, mengelap keringatnya sambil memperhatikan Neil yang berlari memutari desa "Neil, ini sudah siang. Setidaknya istirahatkan tubuhmu" ucap Bjorn dari kejauhan.
Neil nampak kelelahan setelah melakukan lari tersebut, kehabisan nafas dan membungkukkan badannya "Ah, satu putaran lagi paman" memulai kembali larinya.
Matahari sudah menyusut, Neil melakukan latihan bela diri yang dibimbing oleh Bjorn. Ketika melancarkan tendangan kearah wajah Bjorn, dia menangkap kaki Neil dan menendang kecil kaki topangannya. Alhasil Neil terjatuh lagi "Bisakah kau hitung berapa kali kau terjatuh hari ini?" tanya Bjorn yang menutupi wajah Neil dari matahari dengan bayangannya.
"Sial~ aku bahkan tidak bisa menghitungnya lagi" jawab Neil dengan wajah tersenyum keringat.
"Otot kaki mu sudah cukup kuat untuk mempertahankan kuda-kuda yang kokoh, setidaknya.. ketika kau melancarkan serangan, kau juga harus memikirkan pertahanan" sambung Bjorn.
Mata Neil seolah berbinar setelah mendengar saran dari Bjorn. Dia pun langsung bangun dan meminta untuk melanjutkan latihan "Lagi, paman" dengan kuda-kuda siap bertarung. Bjorn tersenyum melihat semangatnya "Berani bertaruh?"
"Yang kalah akan menyiapkan makan malam" ucap Bjorn.
"Kalau begitu, kau harus memikirkan masakan apa yang akan kau masak setelah ini" jawab Neil dengan percaya diri. Lalu berlari kearah Bjorn dengan kaki menerjang "HIAAKHH!!"
Malam sudah tiba, nuansa gelap sekitar diiringi bebunyian daun yang dihembuskan angin dan beberapa suara jangkrik disekitar. hanya ada api unggun untuk penerangan mereka berdua "Kau mahir juga memasak Neil" ucap bjorn sambil menyendok makanan dari mangkuknya.
Ini sudah jelas sekali, kalau Neil kalah taruhan dengan Bjorn untuk kesekian kalinya. Dia hanya bisa mengaduk masakannya dengan wajah kesal ditungku api "Apa-apaan dengan gerakan sikut paman Bjorn itu, gerakannya sangat tidak masuk akal. Jika dia agak serius mungkin aku sudah mati" berbicara sendiri dengan panci nya.
Sebelumnya, Ketika Neil melancarkan serangan kaki terjang. Bjorn tidak memundurkan badan melainkan memutar dengan sikut yang siap menghantam wajah Neil. Gerakan ini bernama spinning elbow, tetapi saat serangan itu hampir mengenai wajah Neil. Bjorn langsung meluruskan tangannya dan diakhiri Neil menabak tangannya yang membentuk palang.
Neil yang sedang mengaduk panci makin kesal setelah mengingat kejadian itu. Dia berpikir dirinya tidak ada peningkatan sama sekali, dan tak kunjung kuat. Hal itu sungguh menyebalkan baginya.
"Kau sudah cukup kuat" Bjorn mendekatinya dan duduk disebelah Neil.
"Jangan coba-coba untuk menghiburku" sela Neil.
"Kamu hanya butuh pengalaman"
"Tapi aku kesal dengan diriku, paman. Aku selalu telak melawanmu" memukuli bahu Bjorn.
"Haha.. Kamu pikir, kamu yang baru latihan 2 tahun, bisa mengalahkanku yang sudah mendalami bela diri sejak aku berumur 4 tahun?"
"Memangnya sekarang berapa umurmu paman?"
"Hmmm.. 24tahun"
Neil terkaget setelah mendengar umurnya "Memangnya, sudah berapa banyak jenis bela diri yang paman kuasai?"
"Aku rasa sekitar 68 jenis, sudah termasuk kungfu dengan aliran yang berbeda-beda"
"Hah?! Aku bahkan belum bisa menguasai satupun! Kau curang paman!"
"Fufufu... Dari semua jenis beladiri, hanya ada 2 beladiri yang sangat aku sukai"
"Apa itu paman?"
"Muay thai dan Jiu jitsu.."
"Kau butuh ketahanan dan stamina yang kuat untuk memaksimalkan bela diri tersebut. Aku sudah melatih tubuhku dengan sangat extra hingga seluruh otot ditubuhku sobek setiap harinya"
Neil yang mendengar cerita Bjorn menjadi semangat kembali dan berdiri sambil mengangkat centong sayurnya "Baiklah, paman. Karena ibuku juga sudah mati, maka aku hanya akan melindungimu, bergembiralah!"
Bjorn yang menyaksikan tingkah Neil, merasa tergerakkan hatinya. Neil membuat hidupnya menjadi lebih berarti "Ah, syukurlah. Karena aku sangat takut kegelapan" Ejek Bjorn.
"Berisik paman!" jawab Neil yang disambung Bjorn merangkul sambil menggelitik tubuhnya, dan malam yang sunyi itu terasa ramai dengan suara tawa mereka.
Bjorn melepas rangkulannya dan berdiri "Tunggu, Neil. Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu" sambil masuk kedalam rumah.
"Terima ini" Memberikan sebuah kapak kecil. Neil yang menerima benda tersebut terdiam dan "Paman.."
"Iya.. kapak itu yang membunuh ibumu 2tahun lalu" sambung Bjorn.
Neil menangis sambil memandangi kapak tersebut.
Dan memeluk benda itu "Aku tidak membencimu, kapak.. Aku hanya membenci orang jahat yang menggunakanmu"
Kapak kecil itu berwarna hitam legam, tidak seperti kapak pada umumnya yang mana membutuhkan kayu untuk gagangnya, melainkan seluruh kapak ini terbuat dari perak hitam yang dihiasi batu kristal kecil berbentuk kepala ular berwarna ungu tua dipangkal kapak. Tanpa mereka berdua sadari, ketika Neil memeluk kapak itu, kristal berkepala ular tersebut mengeluarkan sinar yang redup.
Mata Bjorn berkaca-kaca dengan senyum lebar diwajahnya. Dia bersyukur Neil bisa menerima hal itu dengan emosinya, karena ahli beladiri adalah orang yang ahli mengendalikan emosi-nya. Dia makin bersemangat melatih Neil karena dirinya berpotensial.
"Neil, minggu depan. Kita akan meninggalkan tempat ini" ucap Bjorn.
"Memangnya kita mau kemana paman?"
"Kita akan menuntaskan teka-teki konyol yang mereka tinggalkan di desa ini. Lengkapi apa yang kau butuhkan, karena satu minggu setelah ini. Kita tidak lagi punya tempat untuk pulang"
"Baik, paman Bjorn. Kemanapun itu, aku akan ikut denganmu"