NovelToon NovelToon
ISTRI YANG TERTUKAR

ISTRI YANG TERTUKAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Tukar Pasangan
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebenaran yang Tersembunyi

Pagi itu, Anna terbangun dengan kepala yang terasa berat, matanya masih lelah dari semalam. Suasana apartemen terasa sunyi, terlalu sunyi, seakan ada ruang kosong yang mengintai setiap sudut, mengingatkan dia pada kejadian semalam. Semua yang telah terjadi—terlalu keras, terlalu cepat—terasa begitu sulit untuk diterima.

Anna bangkit dari tempat tidur dan menuju ke dapur dengan langkah yang lemah. Pikirannya berputar-putar, mencoba merangkai kembali kepingan-kepingan dari malam yang kelam itu. Ia duduk di meja makan, menatap cangkir kopi yang baru diseduhnya dengan pandangan kosong.

Tiba-tiba, suara derap langkah terdengar di pintu apartemen. Anna terkejut, lalu bergegas menghapus air matanya yang mulai menggenang. Dengan hati-hati, ia membuka pintu. Ternyata, pria yang semalam menyelamatkannya—tetangga sebelah—berdiri di sana.

“Anna, bisa bicara sebentar?” tanya pria itu, suaranya lembut namun tegas.

Anna mengangguk perlahan dan membuka pintu lebih lebar. “Masuklah,” ajaknya, meskipun ia merasa sedikit canggung. Bagaimanapun juga, pria ini adalah orang yang telah menyaksikan segala kekacauan yang terjadi semalam.

Pria itu masuk dan duduk di kursi dekat meja makan. Wajahnya terlihat serius, namun juga penuh perhatian. “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja setelah yang terjadi kemarin,” katanya.

Anna menunduk, jari-jarinya menggenggam erat cangkir kopinya. “Aku... aku tidak tahu harus berbuat apa lagi,” suaranya bergetar, penuh kebingungan. “Aku merasa... terperangkap.”

Pria itu menghela napas dan menatap Anna dengan empati. “Aku tahu kamu pasti merasa hancur, Anna. Tapi kamu harus tahu, kamu tidak harus bertahan dalam hubungan yang menyakitkan. Tidak ada alasan untuk tetap di dalamnya jika itu hanya menyakiti dirimu.”

Kata-kata itu menyentuh hati Anna, meskipun ia merasa sulit untuk menerima kenyataan itu. “Tapi aku mencintainya,” jawab Anna dengan suara serak. “Aku masih mencintainya meski dia sudah berubah... meski dia sudah melakukan hal-hal yang tidak bisa aku maafkan.”

“Terkadang mencintai seseorang bukan berarti bertahan dalam hubungan yang merusak,” kata pria itu pelan, namun tegas. “Cinta seharusnya memberi kebahagiaan, bukan ketakutan.”

Anna mengangkat wajahnya, matanya memerah. “Aku tidak bisa hanya meninggalkannya begitu saja. Dia suamiku... dan aku tahu ada alasan mengapa dia menjadi seperti itu. Mungkin aku yang gagal memahaminya, gagal memenuhi apa yang dia butuhkan.”

Pria itu menatapnya dengan penuh perhatian, mengerti bahwa kata-kata Anna mengandung banyak rasa sakit. “Anna, kamu tidak bisa menyalahkan dirimu sendiri. Terkadang orang berubah, dan itu bukan salahmu. Yang penting sekarang adalah bagaimana kamu bisa mengatasi semua ini.”

Anna terdiam, meresapi setiap kata yang diucapkan. Tapi hatinya tidak mudah menerima begitu saja. Ia tahu keputusan yang harus diambil tidak bisa datang dengan mudah. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, banyak perasaan yang harus diterima.

“Terima kasih,” ujar Anna, dengan suara pelan. “Terima kasih karena sudah ada di sini, meskipun aku merasa tidak pantas mendapatkan semua ini.”

Pria itu tersenyum lembut. “Kamu pantas mendapatkan lebih dari apa yang kamu pikirkan. Tidak ada orang yang pantas disakiti, terutama oleh orang yang seharusnya melindungimu.”

---

Pergeseran yang Tak Terhindarkan

Alan duduk di kursi mobilnya, matanya menatap lurus ke depan. Semalaman ia berkelana, berusaha menenangkan pikirannya yang penuh amarah dan kebingungannya sendiri. Ia tahu ia telah melukai Anna—bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional. Namun, bagian dari dirinya merasa bahwa itu adalah cara untuk mengembalikan kendali atas hidupnya yang semakin kehilangan arah. Semua perasaan cemas, marah, dan terluka yang ia rasakan selama ini, membuatnya merasa seperti terperangkap dalam ruang yang sempit.

Dia berusaha untuk tidak memikirkan apa yang telah terjadi semalam, namun bayangan wajah Anna yang menangis dan menjerit-jerit dalam kesakitan tidak bisa ia hilangkan. Wajah itu terbayang di setiap sudut pikirannya, seperti bayangan yang terus mengikutinya, menghantui setiap langkahnya.

Alan mengambil napas dalam-dalam dan memukul setir mobil dengan keras. "Apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya, berusaha memaksa pikirannya untuk mengerti. “Aku tidak ingin dia pergi, tapi aku juga tidak bisa menahan amarahku. Aku mencintainya, tapi kenapa aku selalu merasa seperti ini?”

Kekesalan dan kebingungannya semakin dalam. Alan tahu bahwa ia harus menghadapi kenyataan, namun entah bagaimana ia merasa begitu takut. Takut akan kehilangan Anna. Takut akan kehilangan kendali atas hidupnya.

Namun, di dalam dirinya yang gelap, ada sebuah suara yang perlahan mulai terdengar. Suara yang mengingatkan dia bahwa ia tidak bisa terus hidup seperti ini. Suara yang memberitahunya bahwa ia harus berubah, atau semuanya akan berakhir.

---

Momen Keputusan

Di malam yang sama, setelah perbincangan panjang dengan pria itu, Anna merasa sedikit lebih tenang, meskipun rasa takut masih mengintai. Ia tahu bahwa keputusan yang harus diambil tidak bisa dihindari. Suatu keputusan yang akan mengubah hidupnya—baik itu memilih untuk bertahan dengan Alan atau memulai hidup baru yang lebih baik.

Malam itu, saat Alan kembali ke apartemen, Anna sudah menunggunya dengan perasaan yang berat. Suasana semakin tegang saat ia mendengar suara langkah kaki Alan di luar pintu. Anna menatap cermin, mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa malam ini adalah malam yang menentukan. Waktu untuk berbicara, untuk menyelesaikan segala perasaan yang selama ini terkubur dalam-dalam.

Alan membuka pintu dengan perlahan, dan suasana menjadi sangat hening. Anna bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang begitu keras. Tanpa berkata sepatah kata pun, Alan menatap Anna dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. Ada kebingungan, ada penyesalan, tapi juga ada ketakutan yang dalam.

Anna berdiri dan menatapnya. “Mas, kita harus bicara,” kata Anna dengan suara yang hampir pecah. “Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak bisa hidup dalam ketakutan dan kebingungannya lagi.”

Alan mengangkat kepala, matanya yang penuh kelelahan bertemu dengan mata Anna. Ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Anna... aku...” kata Alan, tapi kata-katanya terhenti. Tidak ada kata yang cukup untuk menjelaskan segala yang terjadi.

Anna menggelengkan kepala. “Sudah cukup, Mas. Aku... aku tidak bisa terus hidup seperti ini. Aku sudah cukup disakiti, baik fisik maupun emosional. Aku harus pergi.”

Tetesan air mata mengalir di wajah Alan. “Anna, aku tidak bisa hidup tanpa kamu. Tolong... jangan pergi.”

Namun, Anna tahu, keputusan ini adalah keputusan yang terbaik untuk dirinya. Sebuah keputusan yang akan memberinya kesempatan untuk menyembuhkan luka-lukanya dan mencari kebahagiaan yang selama ini hilang.

“Maafkan aku, Mas,” ucap Anna, suaranya nyaris tak terdengar. “Aku harus pergi.”

Dengan langkah yang tegas, Anna berjalan menjauh dari Alan. Ia tahu bahwa malam ini adalah awal dari perjalanan baru—perjalanan menuju kebebasan, menuju pemulihan, dan mungkin, suatu saat nanti, menuju kebahagiaan yang layak ia dapatkan.

---

1
Erny Manangkari
bru mulai baca ni
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!