Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Akhirnya. Kita sampai di rumah baru, ayo Pak, Bu. Kita masuk,"
"Rumah siapa ini, Nak? Bagus sekali," tanya Nia dengan rasa penasarannya.
"Dari mana kamu bisa mendapatkan rumah? Apa benar ucapan Ua kamu?" sambung Wendi yang masih meragukan hasil kerja keras Widi.
"Astagfirullah, Bapak!" tegur Nia.
"Sejak kapan Bapak tidak percaya sama Widi lagi?"
"Sudah Nak, ayo, kita masuk dulu biarkan Bapak istirahat." ajak Nia, mencoba melerai pertengkaran Bapak dan anak.
Widi menyetujui ucapan Ibunya Ia membuka pintu rumah dan masuk secara perlahan yang diikuti oleh kedua orang tuanya.
"Masya Allah Nak, ini beneran rumah kamu?" ulang Nia yang merasa kagum dengan kondisi rumah milik Widi meskipun dinas.
"Bukan pribadi Bu, tapi ini rumah dinas. Tapi, nggak apa-apa kok. Do'akan saja semoga Widi bisa membeli rumah untuk Ibu dan Bapak," ucap Widi
"Aamiin," Bu Nia terlihat sangat bahagia melihat kesuksesan anaknya.
Berbeda dengan Wendi, ia terlihat kecewa karena percaya ucapan tetangga. Di dalam hatinya ia merasa bahagia akhirnya doa yang selama ini ia panjatkan tercapai.
.
.
.
Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja Henti saudara Nia berkunjung ke rumah baru milik Widi.
Tok!
Tok!
Tok!
"Assalamualaikum."
Nia dan Wendi pun saling bertatapan, mereka bingung tiba-tiba saja ada tamu karena mereka selamat tinggal di rumah baru tidak menerima tamu kecuali teman Widi.
"Siapa ya, Pak?" tanya Nia heran seraya menatap jam dinding.
"Mungkin saja teman Widi. Barangkali ada yang penting dengan Widi atau ada barang yang ketinggalan," ucap Wendi.
Nia pun bergegas membuka pintu takut tamunya menunggu kelamaan.
klek!
Ketika Nia sudah berdiri diambang pintu, ia pun terperanjat kaget melihat dua orang yang sedang bertamu di rumah Widi.
"Kapan nyuruh masuknya ini!" sindir Henti seraya mengibaskan tangannya seperti kepanasan.
"Iya nih, tamu bukannya disuruh masuk malah berdiri di luar!" sambung Dela anaknya Henti.
Nia pun tersentak kaget mendengar penuturan mereka berdua, ia akhirnya mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumahnya.
Henti dan Dela pun ter pelongo melihat keadaan rumah yang ditempati keluarga Widi. Bahkan barang mewah yang dimiliki oleh Widi pun tidak ada satu pun di rumahnya, mereka saling menyiku melihat keadaan rumah Widi.
"Silahkan duduk dulu, Mbak," ucap Nia dengan lembut, Henti hanya melihat Nia sekilas saja, ia kembali fokus melihat barang mewah yang dimiliki oleh Widi.
"Mau minum apa, Mbak, Dela?" sambungnya dengan lembut.
"Apa yang ada keluarkan saja untuk kami ," ketus Henti. Nia pun langsung berbalik ke belakang.
Baru saja melihat Nia melewati ruang keluarga, Wendi langsung mencegatnya karna penasaran.
"Siapa tadi Bu?" tanya Wendi penasaran, Nia tidak menjawab pertanyaan suaminya. Ia kembali fokus dengan pekerjaannya.
Wendi pun sangat bingung melihat istrinya tidak mau menjawab pertanyaannya, ia pun berjalan ke depan ingin melihat yang bertamu di rumahnya. Baru saja beberapa langkah Wendi pun mendengar suara yang tidak asing baginya, tanpa ia melihat pun dugaannya sudah benar.
"Bu, apa betul yang bertamu itu kakakmu dan Dela?" tanya Wendi dengan kening mengkerut, berharap mendapat jawaban yang jelas.
Nia membuang nafas kasarnya, ia pun melewati suaminya seraya membawa nampan yang berisi minuman dan cemilan untuk tamu.
"Mau apa lagi mereka datang ke sini? Apa kurang puas menghina kami selama ini," ucapnya dengan lirih.
Sementara itu Henti dan Dela melihat Nia datang dari dalam membawa minuman, mereka langsung mendekatinya.
"Nggak salah ya, Nia? Ini hidangan untuk tamu?" Henti menunjukkan wajah jijiknya.
"Memangnya apa yang salah, Mbak?" kata Nia yang sedang dilanda kebingungan.
Prang!
Klenteng!
Henti menjatuhkan minuman serta cemilan yang dibawa oleh Nia. Lantas membuat Nia tercengang melihat kelakuan Henti yang semakin menjadi, Wendi yang berada di ruang keluarga pun terkejut mendengar suara ricuh, ia bergegas ke ruang tamu.
Widi yang sedang terlelap di alam mimpi pun terbangun begitu ricuh, Widi buru-buru bangun dan keluar dari kamarnya memastikan bahwa kedua orang tuanya tidak ара-ара.
"Ada apa!" cemas Wendi seraya mengatur nafasnya.
klek!
"Ada apa Bu?" cemas Widi yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.
Terlihat keadaan di ruang tamu sudah berantakan dengan serpihan gelas serta cemilan yang di jatuhkan oleh Henti. Henti dan Dela melihat Widi yang baru bangun jam 9 pagi pun mulai mencemooh dengan kata-kata kasar.
"Wah, anak gadis zaman sekarang jam segini baru bangun! Hebat sekali," sindir Henti seraya melihat ke arah jam dinding serta melipatkan kedua tangannya di depan dada.
Widi hanya membuang nafas kasar, mendengar penuturan dari uanya yang selalu memberikan hinaan kepada mereka.
"Iya nih, pantas miskin. Orang tidurnya aja selalu bangun siang, apa lagi saat ini dia pengangguran!" ledek Dela dengan ketawa besarnya seraya menutup mulutnya dengan tangan manja.
"Makanya kuliah, untung saja anakku sarjana dan sekarang mendapatkan pekerjaan yang layak. Nggak seperti kamu yang cuma pengangguran!" ejek Henti. Dela pun menirukan gaya bicara Ibunya ketika memarahi Widi.
"Oh iya Dela, kenapa gak suruh pacar kamu saja masukin Widi di perusahaannya. Ya, walaupun cuma. Sebagai CS," ledek
Widi hanya mampu tersenyum mendengar ucapan Henti. Dan kedua orang tuanya pun menatap iba pada anaknya yang ikut di hina oleh saudara Ibunya, Widi memberi aba-aba pada orang tuanya bahwa dirinya baik-baik saja.
Nia pun rasanya ingin menampar Henti. Namun, ia urungkan kembali niat dendamnya. Nia sadar ia tidak bisa berbuat semena-mena pada saudaranya, karna Henti sangat kejam baginya.
Ketika Nia ingin berjongkok membereskan serpihan beling yang di pecahkan oleh Henti. Dengan sigapnya kaki Henti menendang pecahan beling ke Nia sehingga membuat tangannya tergores, Widi tidak terima dengan perlakuan Henti terhadap Ibunya.
"Aw!" rintih Nia memegang tangannya yang terkena beling.
"Lebay!" remeh Henti menatap sinis.
"Ibu!" Widi langsung mendekap Ibunya.
"Jika kalian datang ke sini hanya mencari masalah, lebih baik kalian pulang saja!" tegur Wendi dengan rahang mengeras.