Di alam semesta yang dikendalikan oleh Sistem Takdir Universal, setiap kehidupan, keputusan, dan perjalanan antar galaksi diatur oleh kode takdir yang mutlak. Namun, segalanya berubah ketika Arkhzentra, seorang penjelajah dari koloni kecil Caelum, menemukan Penulis Takdir, alat kuno yang memberinya kekuatan untuk membaca dan memanipulasi sistem tersebut.
Kini, ia menjadi target Kekaisaran Teknologi Timur, yang ingin menggunakannya untuk memperkuat dominasi mereka, dan Aliansi Bintang Barat, yang percaya bahwa ia adalah kunci untuk menghancurkan tirani sistem. Tapi ancaman terbesar bukanlah dua kekuatan ini, melainkan kesadaran buatan Takdir Kode itu sendiri, yang memiliki rencana gelap untuk menghancurkan kehidupan organik demi kesempurnaan algoritmik.i
Arkhzentra harus melintasi galaksi, bertarung melawan musuh yang tak terhitung, dan menghadapi dilema besar: menghancurkan sistem yang menjaga keseimb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak di Piramida Giza
Arkhzentra dan timnya tiba di Bumi, di mana mereka menemukan lokasi piramida kuno di Giza yang menyimpan portal menuju inti energi Takdir Kode. Namun, pasukan Kekaisaran yang dipimpin oleh Orionthar Vahlrix sudah menunggu, memicu pertempuran besar di tengah badai pasir gurun.
---
Fiuhhh… angin gurun menerjang wajah Arkhzentra saat ia turun dari Zephyr. Badai pasir mengamuk di kejauhan, membuat langit terlihat oranye keemasan. Di depan mereka, Piramida Giza berdiri megah, memancarkan aura kuno yang tidak tergoyahkan oleh waktu.
“Aku tidak percaya kita benar-benar di sini,” gumam Rhaegenth, menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas melalui kaca helmnya. “Tempat ini lebih… besar dari yang kubayangkan.”
“Dan juga lebih berbahaya,” potong Lyrientha, menunjuk ke cakrawala di mana siluet beberapa kendaraan Kekaisaran terlihat mendekat.
Duarrr!
Ledakan dari kejauhan membuat pasir beterbangan ke arah mereka. Zephyr bergetar sedikit, menyisakan asap tipis dari mesin yang baru saja dimatikan.
“Mereka sudah menunggu,” kata Arkhzentra sambil merapatkan tas di punggungnya. Di dalamnya, Penulis Takdir mulai bersinar samar, seperti memberi isyarat bahwa mereka berada di tempat yang benar.
“Kita punya berapa waktu sebelum mereka tiba?” tanya Rhaegenth, menarik senjatanya.
“Kurang dari lima menit,” jawab Lyrientha cepat, matanya terpaku pada layar pemindai di lengannya. “Kita harus masuk ke piramida sebelum mereka mendekat.”
Blasssttt!
Sebuah tembakan plasma meluncur dari langit, menghantam pasir beberapa meter di depan mereka. Pasir beterbangan, membentuk awan tebal yang menyilaukan.
“Lupakan waktu! Lari sekarang!” teriak Arkhzentra.
Mereka bertiga berlari menuju piramida, melawan angin yang membawa pasir ke wajah mereka. Rhaegenth tergelincir sesaat tetapi segera bangkit, wajahnya penuh dengan kegugupan.
“Ini gila! Ini benar-benar gila!” teriaknya sambil terus berlari.
“Diam dan terus maju!” balas Arkhzentra sambil melirik ke belakang.
Di cakrawala, kendaraan Kekaisaran kini tampak jelas—mereka adalah hovercraft bersenjata, meluncur cepat di atas pasir. Orionthar Vahlrix berdiri di salah satu kendaraan, tubuh mekanisnya memancarkan kilauan logam hitam yang mengintimidasi.
“Temukan mereka!” teriak Orionthar, suaranya menggema di tengah suara badai. “Bawa Penulis Takdir itu ke sini—hidup atau mati!”
Blammm!
Tembakan berikutnya menghantam dinding piramida, membuat serpihan batu beterbangan. Arkhzentra dan timnya merunduk, melindungi kepala mereka dari puing-puing.
“Ayo, kita hampir sampai!” teriak Lyrientha, menunjuk ke pintu masuk kecil yang hampir tersembunyi di sisi piramida.
Fiuhhh… angin semakin kencang, tetapi mereka berhasil mencapai pintu masuk tepat sebelum tembakan berikutnya menghantam pasir di belakang mereka, menciptakan ledakan besar yang hampir menjatuhkan Rhaegenth.
“Masuk! Masuk sekarang!” perintah Arkhzentra, menarik sahabatnya ke dalam.
Begitu mereka melangkah masuk, suasana berubah drastis. Di dalam, udara terasa dingin dan sunyi, hanya diterangi oleh cahaya redup dari Penulis Takdir. Dinding-dinding batu dihiasi ukiran-ukiran kuno yang memancarkan cahaya biru samar, seolah merespon kehadiran mereka.
“Apa ini?” bisik Rhaegenth, memandang ukiran yang bergerak perlahan, seperti aliran data yang hidup.
“Ini adalah mekanisme penghubung,” jawab Lyrientha, matanya berbinar dengan antusiasme. “Piramida ini bukan hanya monumen. Ini adalah portal energi langsung ke Takdir Kode.”
Blassssstt!
Ledakan terdengar dari luar, mengguncang dinding piramida. Orionthar dan pasukannya mulai mendekati pintu masuk, dengan suara langkah-langkah berat mereka bergema hingga ke dalam.
“Mereka tidak akan berhenti,” gumam Arkhzentra sambil memeriksa senjatanya. “Kita harus menemukan portal sebelum mereka mencapai kita.”
“Portal itu harus berada di ruang utama,” kata Lyrientha, menunjuk ke lorong gelap yang membentang di depan mereka. “Ayo, ikuti aku.”
Dengan langkah cepat, mereka menyusuri lorong yang sempit, dinding-dindingnya bercahaya samar setiap kali Penulis Takdir mendekat.
Duarrr!
Sebuah ledakan lagi terdengar dari belakang mereka, diikuti oleh suara langkah berat yang semakin mendekat.
“Kita tidak punya banyak waktu!” teriak Rhaegenth, menoleh ke belakang dengan wajah penuh kecemasan.
Mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan besar dengan pilar-pilar tinggi yang memancarkan cahaya biru. Di tengah ruangan, sebuah lingkaran besar dengan ukiran rumit bersinar terang, seolah menunggu untuk diaktifkan.
“Portal itu,” kata Lyrientha sambil menunjuk. “Kita harus menggunakan Penulis Takdir untuk membukanya.”
Arkhzentra mendekati lingkaran itu, menarik bola bercahaya dari tasnya. Begitu benda itu mendekati lingkaran, ukiran-ukiran di lantai mulai bergerak, menciptakan pola yang berubah-ubah dengan kecepatan tinggi.
Blasssttt!
Pintu masuk ruangan meledak terbuka, dan pasukan Kekaisaran menyerbu masuk. Orionthar berdiri di tengah mereka, matanya yang berwarna merah menyala menatap langsung ke arah Arkhzentra.
“Kau tidak akan pergi ke mana-mana,” katanya dengan nada dingin.
Arkhzentra menatap balik tanpa gentar. “Kau harus melewatiku dulu.”
Orionthar tersenyum tipis, lalu mengangkat tangannya yang penuh dengan senjata mekanis.
“Dengan senang hati.”
Duarrr!
Pertempuran meletus. Arkhzentra berlindung di balik pilar, menembakkan senjatanya ke arah pasukan Kekaisaran. Plasma biru meluncur ke segala arah, menghantam dinding dan pilar, menciptakan percikan cahaya yang menerangi ruangan gelap itu.
“Cepat aktifkan portalnya!” teriak Rhaegenth sambil membalas tembakan dari belakang pilar.
“Aku sedang mencoba!” balas Lyrientha, jari-jarinya menari di atas kontrol holografis yang muncul dari lingkaran di lantai. “Tapi ini lebih rumit dari yang kukira!”
Blammm!
Salah satu pilar runtuh, hampir menghantam Arkhzentra. Ia melompat ke samping tepat waktu, berguling di lantai sebelum menembakkan tembakan ke arah Orionthar.
“Fiuuhh… itu dekat,” gumamnya, melompat ke tempat perlindungan baru.
Di tengah kekacauan, Penulis Takdir mulai bersinar lebih terang, dan lingkaran di lantai perlahan-lahan terbuka, menciptakan pusaran energi biru yang berputar-putar.
“Portalnya terbuka!” teriak Lyrientha dengan wajah penuh kemenangan.
“Tapi kita masih harus melewati mereka!” balas Rhaegenth, menunjuk ke arah Orionthar yang mulai mendekat dengan langkah mantap, senjata mekanisnya siap menembak.
Arkhzentra menatap portal yang kini berputar stabil. Dengan satu tarikan napas, ia berkata, “Kita tidak punya waktu untuk bertarung. Kita masuk sekarang.”
“Maksudmu—”
“Lompat!” teriak Arkhzentra sambil berlari menuju portal.
Blasssttt!
Tembakan terakhir dari Orionthar hampir mengenai mereka, tetapi Arkhzentra dan timnya melompat masuk ke pusaran energi biru, menghilang dalam kilauan cahaya yang memancar ke seluruh ruangan.
Saat mereka menghilang ke dalam portal, ruangan itu runtuh sebagian, menghalangi pasukan Kekaisaran untuk mengikuti. Orionthar menatap lingkaran yang kini mati dengan tatapan penuh kebencian, lalu berbalik sambil mengepalkan tinjunya. “Kita belum selesai, Arkhzentra.”