Judul : Jantung kita yang ajaib
Kisah perjalanan hidup sepasang insan yang kehilangan keluarganya. Sang pria memiliki jantung lemah, sementara sang wanita mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa nya di tambah dia tidak memiliki kaki sejak lahir.
Keduanya menjalani operasi transplantasi jantung. Pendonor jantung mereka adalah sepasang suami istri yang misterius dan meninggalkan memori penyesalan suami istri itu di dalam nya, jantung mereka mendorong mereka untuk mencari satu sama lain kemudian menyatukan mereka.
Inilah kisah perjuangan dua insan yang menjadi yatim piatu karena keadaan, mereka hanya saling memiliki satu sama lain dan keajaiban jantung mereka yang terus menolong hidup mereka melewati suka dan duka bersama sama. Baik di dunia nyata maupun di dunia lain
Remake total dari karya teman saya code name the heart
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Enam bulan setelahnya, Adrian yang sebelumnya kurus sekarang sudah kembali berisi dan nampak sehat, tubuhnya sedikit bertambah tinggi dan wajahnya yang semula tirus menjadi berisi sehingga dia terlihat tampan. Adrian berdiri di cermin, dia menatap wajahnya sendiri dan merapikan rambutnya yang berantakan, kemudian dia keluar dari kamar dan berjalan di koridor.
Hari ini dia akan meninggalkan singapura dan pulang ke jakarta. Dia berhenti di depan pintu bertuliskan spesialis jantung dan bedah dr Kelvin kemudian mengetuknya.
“Masuk,” teriak suara dari dalam.
Adrian membuka pintunya, dia melihat dokter Kelvin sedang melihat hasil ronsen dan duduk di mejanya. Ketika dokter menoleh dan melihat Adrian berdiri di pintu, dia langsung menaruh hasil ronsennya dan berdiri, dia membuka lacinya dan mengambil sebuah amplop coklat dari dalam lacinya,
“Maaf ganggu dok, saya mau pamit,” ujar Adrian.
“Iya saya tahu, sudah waktunya ya, baiklah, ini titipan dari orang tua mu,” ujar Kelvin sambil memberikan amplop coklatnya.
Adrian membukanya, isi amplop coklat itu rupanya adalah data data pribadi Adrian, mulai akte lahir sampai ijazah home schooling yang selama ini dia ikuti. Di dalamnya juga ada sertifikat sebuah apartemen di wilayah jakarta utara lengkap dengan kunci dan kartu akses nya, setelah itu ada sepucuk surat berisi rekening lengkap dengan kartu atm atas namanya dan sejumlah uang yang cukup banyak di dalamnya.
Mata Adrian mulai berlinang melihat isi amplop itu, Kelvin yang melihatnya memegang kemudian menepuk nepuk pundaknya.
“Aku tidak tahu alasan kedua orang tua mu meninggalkan amplop itu, kalau menurut ku, mereka mempunyai feeling kalau mereka akan meninggalkan mu sendirian sebelum terjadinya kecelakaan itu, jadi mulai sekarang, kamu harus hidup juga demi mereka,” ujar Kelvin.
“Aku mengerti dok,” balas Adrian.
“Oh satu lagi, aku merekomendasikan mu ke sekolah yang dekat dengan apartemen mu itu, kebetulan aku ada kolega di sana, jadi walau terlambat satu tahun, mulai sekarang kamu masuk kelas 10 sma ya di sana,” ujar Kelvin sambil memberi amplop putih yang dia ambil dari kantung jas dokternya.
“Oh gitu dok,” ujar Adrian menerima amplopnya.
Adrian melihat isi amplopnya, ternyata isi nya adalah kartu pelajar, rekap formulir pendaftaran dan sebuah kuitansi pembayaran. Selain itu, di dalam amplop juga ada tiket pesawat untuk dia kembali ke jakarta dan visa miliknya yang sudah di perbaharui.
“Sori ya, aku ngintip isi amplop itu minggu lalu,” ujar Kelvin sambil mengedipkan matanya.
“Tapi selama ini aku tidak pernah sekolah, walau ingin sih,” ujar Adrian.
“Tidak apa apa, belajar lah bergaul dengan siapa saja, toh buktinya di sini kamu tidak masalah kan,” balas Kelvin.
“Iya dok, saya mengerti,” balas Adrian.
Setelah itu, Adrian bersalaman dengan Kelvin kemudian keluar ruangan meninggalkan Kelvin sendirian, Kelvin kembali ke tempat duduknya dan menatap pintu,
“Huff...untung dia percaya kalau amplop itu dari orang tuanya, kasihan dia, paman nya mengantarkan seluruh data pribadi dia kesini dan minta kita mencabut alat bantunya ketika dia koma dua bulan setelah operasi, aku mengerti sekali manusia seperti paman nya itu, sudah pasti warisan Adrian di ambil semua oleh nya, untung saja pendonor jantungnya selain mendonorkan jantungnya juga menulis wasiat untuk menyerahkan harta bendanya kepada penerima donornya, jadi biaya dirinya selama di rumah sakit ini, apartemen yang sudah di balik nama menjadi namanya berdasarkan wasiat, tiket pesawat dan biaya sekolahnya sudah bisa tercover,” gumam Kelvin dalam hati.
“Kring,” telepon di mejanya berbunyi, Kelvin menekan intercomnya, seorang perawat mengatakan ada pasien yang ingin menemuinya, ketika perawat menyebut namanya,
“Oh bawa dia masuk ke dalam ruangan ku, bantu dia,” ujar Kelvin.
“Baik dok,” balas perawat.
Kemudian Kelvin duduk dengan santai dan menatap pintu sambil menunggu perawat membawa pasien nya masuk ke dalam ruangan,
“Oh ya, kalau ga salah dia juga gitu ya satu setengah tahun lalu, dia juga anak malang yang beruntung dan enam bulan kemudian dia percaya ketika ku bilang nenek nya yang meninggalkan amplop coklat yang ku berikan padanya, walau sebenarnya yang memberi adalah donatur jantung nya haha,” ujar Kelvin dalam hati.
“Klek,” pintu kantor Kelvin di buka, seorang perawat masuk mendorong sebuah kursi roda yang di atasnya duduk seorang gadis cantik yang tidak memiliki sepasang kaki.
“Halo dokter Kelvin, apa kabar,” sapa gadis itu.
“Halo Elsa, saya baik, bagaimana kabar mu,” balas Kelvin sambil berdiri.
******
Tiga jam kemudian, di bandara internasional, Adrian melangkah keluar dari terminal kedatangan, dia langsung naik taksi yang tersedia di bandara dan memasukkan tasnya ke bagasi. Setelah mengatakan tujuannya pada pengemudi, taksi pun meluncur pergi meninggalkan bandara menuju ke daerah jakarta selatan.
Sepanjang perjalanan, Adrian menatap keluar jendela dan melihat kota jakarta yang sudah berkembang sejak 2 tahun lalu selama dia di singapura dan di rawat. Sesekali dia mencoba melihat menembus gedung gedung tinggi dan tersenyum senyum sendiri,
“Udah 2 tahun ya, kangen rumah rasanya, walau jauh dari sekolah tapi ga apa apa lah, pulang dulu aja,” ujar Adrian.
1 jam kemudian, karena macetnya jalanan jakarta, taksi sampai di sebuah perumahan yang cukup mewah. Taksi berhenti di depan sebuah rumah besar yang nampak luas dari depan, setelah membayar dan mengambil tasnya dari bagasi, Adrian turun dan menatap rumahnya,
“Hehe masih sama ya,” ujarnya dalam hati.
“Silahkan pak,”
Karena mendengar suara, Adrian menoleh, dia kaget melihat seorang pria berkemeja membawa map bertuliskan “properti” melewatinya dan membukakan gembok pagar agar sepasang suami istri yang terlihat glamor agar masuk ke dalam. Adrian langsung menoleh dan melihat sebuah spanduk di pagarnya yang bertuliskan “Di jual,”
“Loh ? kok ?” tanya Adrian.
Namun belum sempat dia melangkah untuk menyusul orang orang yang masuk ke dalam rumahnya,
“Hei siapa kamu, jangan menghalangi jalan,” tegur seorang pria.
Adrian menoleh dan kaget melihat pamannya di dalam mobil yang juga kaget ketika melihat wajah Adrian. Sang paman langsung turun dari mobil dan berdiri di depan Adrian,
“Kamu Adrian ?” tanya sang paman.
“Iya om, aku sudah pulang, ini maksudnya apa ya ?” tanya Adrian sambil menunjuk ke spanduk bertuliskan di jual.
“Oh om ga tau kamu bakal pulang, waktu itu om pikir rumah ini kosong dan biayanya cukup besar kalau di pertahankan, jadi om memutuskan untuk di jual saja, tentu saja nanti duitnya om kasih kamu, om paling ambil komisi aja,” ujar sang paman.
Adrian menatap layar hologram kecil yang melayang di atas kepala sang paman kemudian membaca tulisan di dalamnya,
“Sial, kenapa juga ni anak pulang, bukannya dia harusnya udah ikut mati juga ya kayak ipar sialan gue dan ade perempuan gue, parah banget nih, mana ini rumah udah gue balik nama atas nama gue lagi, trus perusahaan ipar gue juga udah pindah tangan ke gue, bener bener cilaka nih, gue lagi perlu duit lagi buat gedein bisnis gue,”
Tangan Adrian mengepal, wajahnya mendadak menjadi merah karena marah dan menahan emosi tinggi, dia langsung menatap paman yang adalah kakak ibunya di depannya.
“Maaf ya om kalau gue masih hidup, emang sih dokter dokter bilang umur gue cuman sampe 15 tahun mungkin kurang, tapi asal om tahu aja nih, gue sudah ulang tahun ke 15 dan oktober nanti gue 16 tahun,” ujar Adrian marah.
“Eh..apa apaan kamu ? kok marah marah ?” tanya paman.
“Tenang om, gue tahu semuanya, rumah ini udah atas nama om kan, trus juga perusahaan papa juga udah om ambil kan, tenang aja om, gue ga marah, tapi liat aja, suatu hari nanti gue bakal balik nuntut om, ngerti om,” jawab Adrian marah.
“Ka..kamu ini bicara apa sih, mana mungkin om sejahat itu, om cuman ambil alih sementara karena kalau ga, siapa yang ngurus coba, kamu kan belum cukup umur dan lagi di rawat waktu itu, om khawatir tau,” balas paman dengan keringat mengucur deras.
Adrian menoleh lagi melihat layar yang sekarang tulisannya sudah berganti menjadi tulisan yang berbeda,
[Kok dia bisa tau sih, kaga mungkin, siapa juga yang kasih tau anak ingusan ini, kenapa sih dia ga mati aja, bikin gue susah doang, sekarang gimana nih cara ngusir dia lagian silahkan aja kalau mau nuntut gue, lo udah ga punya apa apa anak sial]
“Gue ga bilang sekarang om, tapi nanti kalo gue udah besar dan udah sukses, udah lah om, lo ga perlu cari cara buat ngusir gue, selamat bersenang senang memakai duit bokap dan nyokap gue, semoga kebawa duitnya ampe neraka,” ujar Adrian sambil melangkah pergi.
“Oi Adri...Adrian, tunggu,” teriak paman memanggil Adrian.
Adrian melangkah dengan cepat meninggalkan rumahnya, wajahnya terlihat sangat merah karena menahan emosi dan giginya gemeretak, kedua tangannya mengepal kencang. Dia terus melangkah sampai akhirnya sampai di pintu keluar komplek.