NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 Adil Untuk Delima

Adil mengajak neneknya berjemur sambil menunggu kamar dirapikan. Itu yang dilakukan Adil setiap harinya. Memang tak lama namun cukup menujukkan perhatian Adil pada sang nenek tercinta.

"Kamu harus hati sama wanita itu!" kata neneknya. Wanita yang dimaksudnya adalah Delima.

Adil tersenyum namun tidak merespon peringatan dari sang nenek. Karena ia punya pandangan sendiri tentang Delima setelah melihat seperti apa Delima.

Kamar Nyonya besar sudah rapi dan sangat wangi. Delima pun sudah kembali cantik, bersih dan wangi. Nyonya besar sudah bisa dipastikan nyaman dengan keadaannya yang sekarang bersih. Nyonya besar duduk di sofa yang memang didesign khusus untuknya. Bersantai di dekat jendela untuk menikmati angin yang masih bertiup pelan dan menyejukkan.

"Nyonya mau makan atau minum? Biar saya buatkan" Delima bertanya sambil menatap wajah keriput Nyonya besar. Kurang lebih gambaran ibu Yunita untuk beberapa tahun ke depan akan seperti ini.

"Aku mau kopi!"jawab Nyonya besar ketus.

"Kopi?" Delima memastikan.

"Kamu tuli?" kata Nyonya besar marah.

Delima menggeleng. "Bukannya kopi kurang baik bagi kesehatan untuk usia Nyonya?."

"Heh!" bentak Nyonya besar dengan mata yang melotot. Delima hanya diam tidak menyahut. Mungkin ia salah berucap.

"Aku tidak tua! Aku masih sehat! Aku pasti berumur panjang! Aku masih bisa makan dan minum apa saja. Racun sekalipun bisa masuk ke dalam tubuhku." Katanya dengan nada yang melemah.

"Baik saya akan buatkan" Delima segera keluar dan menuju dapur. Untung saja di sana ia bertemu dengan Sopian. Lalu bertanya pada pria itu.

"Memangnya boleh Nyonya minum kopi?."

"Tentu saja tidak boleh!."

"Itu bagaimana Nyonya minta kopi?."

"Kemarin-kemarin enggak ada minta kopi."

Delima mengangkat bahunya tinggi.

"Aku coba buat teh aja" Delima berinisiatif. Lalu mulai membuatnya.

"Mas Sopian mau teh juga?." Delima menawarkan.

"Aku tidak ngeteh, ini udah buat kopi." Sopian mengangkat gelas besar berisi kopi.

"Aku mau teh" sahut seseorang dari meja makan.

"Teh Mas Adil sudah aku buat, ini teh nya" perempuan muda membawa segelas teh yang memang biasa diminum Adil. Menaruhnya di depan Adil dan wanita itu pun berdiri tepat di samping Adil.

"Enggak apa-apa kamu tetap buat juga." Perintah Adil yang tidak bisa ditolak Delima karena tatapan mata tajamnya.

Wanita yang berdiri itu menatap tidak suka pada Delima saat menaruh teh buatannya di depan Adil. Lalu Delima berjalan lagi menuju kamar Nyonya rumah.

"Biarkan wanita itu bekerja, Wati!. Kamu juga bekerja jangan hanya memerintah orang aja." Kata Adil pada Wati tanpa melihat wajahnya. Sesekali ia harus tegas pada pelayan itu.

Wati menggeram kesal, bisa-bisanya ia di suruh bekerja. Padahal ia Nyonya rumah menurutnya sendiri. Karena cita-cita Wati ingin menjadi istri dari Adil. Seorang pebisnis handal yang memiliki rumah ini. Biasanya ia hanya diminta untuk mengawasi.

Dengan langkah gontai ia meninggalkan meja makan, mulai bekerja sesuai perintah Adil. Adil langsung meneguk perlahan teh buatan Delima dan rasanya jauh lebih enak dari buatan Wati. Ia pun segera menghabiskannya.

Di dalam kamar, teh hangat yang tadi dibuat Delima tidak sampai ke perut Nyonya rumah. Justru teh itu mengguyur rambut kepala Delima. Karena posisi Delima yang berada di dekat Nyonya rumah dan lebih pendek. Alhasil rambut kepala Delima basah dan ia harus segera berganti pakaian. Untungnya ia diberi seragam yang banyak oleh Sopian. Delima segera bergegas keluar setelah membersihkan tumpahan teh dan tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

Bugh

"Awww...." jerit Delima jatuh ke atas lantai.

Adil menatap Delima dari posisinya berdiri.

"Kenapa rambutmu basah?" tanyanya.

Delima perlahan bangkit, mengangkat wajahnya saat sudah berdiri di depan Adil.

"Kena tumpah air teh" jawab Delima.

"Ngaco...mana ada teh tumpah sampai ke kepala?" Adil tersenyum

Delima terdiam.

"Nenekku yang melakukannya?."

"Apa?" pura-pura Delima tak mengerti.

"Ini diguyur sama nenekku?" Adil menyentuh rambut basah Delima.

Delima hanya diam.

Dari lantai atas Wati melihat pemandangan yang membuatnya sangat marah. Tangannya pun mengepal kuat dengan kaki yang dihentakan di atas lantai. Ia harus segera mengeluarkan Delima sebelum menjadi ancaman besar.

Delima dan Adil sama-sama berjalan namun ke arah yang berbeda setelah suasana canggung diantara mereka. Delima segera membersihkan diri lalu mengganti seragam. Sedang Adil cepat-cepat menuju mobil, ia sudah terlambat untuk menghadiri meeting pagi ini. Senyum bahagia terlihat jelas dari wajah Adil, pria itu masuk ke dalam mobil sambil mengenakan kacamata hitam.

Sementara di dapur, Wati sedang menegur Sopian karena membawa Delima.

"Mas Sopian tahu aku tidak suka ada saingan di sini, masih aja bawa orang untuk menjaga Nyonya."

"Kamu memang bisa menjaga Nyonya?."

"Hah, kalau bisa pasti Mas Adil enggak akan mencari orang buat merawat Nyonya." Sopian menertawakan Wati.

"Mana bisa kamu, Wat. Yang ada kamu muntah-muntah saat Bersih-bersih kotoran Nyonya." Kini Sopian mengejek Wati lalu ia menghabiskan kopi yang tadi dibuatnya sebelum ia taruh di tempat pencucian piring.

Delima mengecek ke dapur, apa ada yang bisa dimakan Nyonya rumah karena sejak pagi belum ada yang masuk ke dalam perutnya. Sekarang sudah lewat juga makan malam.

Ada brokoli kukus dan telur rebus, nasi putih lauknya ikan sarden. Itu makanan sehat yang direkomendasi oleh dokter. Sopian juga sudah memberitahunya secara mendetail. Delima membawanya dalam nampan besar.

"Kamu mau membunuhku juga?" kata Nyonya rumah dengan mata melotot setelah mencoba mengunyah salah satu makanan yang dibawa Delima.

"Ini yang bisa makan Nyonya makan untuk kesehatan Nyonya" Delima menyahut.

"Cih! Mana ada penjahat mengaku mau membunuh?."

Prang

Nampan berisi makanan jatuh ke lantai karena di buang Nyonya rumah. Makanan semua berserakan, bercampur dengan pecahan kaca. Delima hanya mampu menghela napas panjang sambil terus membersihkan lantai. Setelahnya baru lah Delima keluar. Sesampainya di dapur, Delima mencicipi makanannya dan semuanya sangat asin. Pantas saja Nyonya rumah tidak mau makan.

Kenapa rasanya begini?.

Pengalaman pertama Delima bekerja di rumah itu sungguh luar biasa. Namun masih ia bisa lewati dengan senyum. Meski ia merasa gagal karena Nyonya rumah belum ada makan dari tangannya.

Saat ini sudah pukul sebelas malam saat Adil tiba di rumah. Tentu saja sudah kebiasaan Wati menyambut kepulangan pria tampan itu.

"Bagaimana nenekku?" tanya Adil sambil berlalu ke lantai kedua yang diikuti oleh Wati.

"Delima lebih parah dari orang yang sebelumnya, masa Nyonya enggak ada makan sama sekali tapi Delima sudah tidur enak." Adu Wati yang memang tidak salah.

"Ada apa lagi?" tanya Adil sambil membuka pintu kamar namun menghentikan langkahnya. Menunggu Wati untuk bicara lagi.

"Delima tidak becus menjaga Nyonya, jadi lebih baik dipecat saja. Kalau perlu tidak usah diberi ongkos pulang." Wati menjelek-jelekkan Delima.

"Ok, terima kasih. Sekarang kamu boleh pergi." Seperti biasa, Wati mendapatkan pengusiran setiap kali sudah berada di depan pintu kamar Adil. Padahal ia sangat berharap kalau pria itu akan membawanya masuk dan menjadi penghangat kamar Adil.

Lebih dulu Adil masuk ke dalam kamar, sebab Wati masih betah berdiri di depan kamarnya. Adil duduk di tepi ranjang sambil membuka dasi lalu kemejanya.

Tiba-tiba saja sebuah senyum terbit dari bibir Adil kala mengingat rambut Delima yang basah karena siraman air teh. Belum lagi ketulusan yang terpancar dari sorot matanya yang sendu. Boleh juga mentalnya, pikir Adil sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!