NovelToon NovelToon
Kebebasan Berahasia

Kebebasan Berahasia

Status: tamat
Genre:Tamat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa / Suami ideal / Office Romance
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Jojo ans

Kanesa Alfira, yang baru saja mengambil keputusan berani untuk mengundurkan diri dari Tano Group setelah enam tahun dedikasi dan kerja keras, merencanakan liburan sebagai penutup perjalanan kariernya. Dia memilih pulau Komodo sebagai destinasi selama dua minggu untuk mereguk kebebasan dan ketenangan. Namun, nasib seolah bermain-main dengannya ketika liburan tersebut justru mempertemukannya dengan mantan suami dan mantan bosnya, Refaldi Tano. Kejadian tak terduga mulai mewarnai masa liburannya, termasuk kabar mengejutkan tentang kehamilan yang mulai berkembang di rahimnya. Situasi semakin rumit dan kacau ketika Kanesa menyadari kenyataan pahit bahwa dia ternyata belum pernah bercerai secara resmi dengan Refaldi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jojo ans, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 5

Setelah berdebat dengan pikiranku selama 2 hari penuh, akhirnya kuputuskan untuk pergi. Setidaknya aku menghargai undangan itu serta menghargai keluarga dari mantan suamiku. Biar bagaimanapun kami pernah hidup dalam satu-kesatuan.

Aku memakai Halter Dress berwarna navi yang dua hari lalu dikirimkan Gisha, sementara kakiku dibalut Ankle Strap Heels berwarna putih gading. Aku sibuk memasukan beberapa barang ke dalam sling bag sebelum

akhirnya ponselku berbunyi. "Mbak Nesa, jadi kan datangnya?"

Terdengar suara Gisha diseberan sana. Dari nada bicaranya aku dapat menebak bahwa perempuan itu panik kalau sampai aku tidak datang.

"Datang kok dek, mhak udah siap-siap mau keluar apartemen," balasku. "Oh ya udah. Gisha beneran panik, karena mikir kalau Mbak Nesa nggak datang."

"Tenang aja, 20 menit lagi Mbak sampai di sana." Setelah itu sambungan terputus dan aku bergegas berangkat ke hotel tempat pertunangan itu

dilangsungkan.

Sampai di hotel, satu hal yang ku sadari bahwa gaun yang kugunakan ternyata sama warna dengan yang sementara keluarga Tano kenakan, Dalam hati aku terus mengumpat dan menyesali ke datanganku di sini.

Aku nampak seperti perempuan tidak tahu malu yang seolah-olah masih mengharapkan tempat di dalam keluarga Tano. Rasanya aku ingin lari dari tempat ini dan pergi menguburkan diri. "Nes, kamu datang?"

Dari arah kiri, ku lihat Mami Deasy mulai menghampiriku. Ingin menghindar namun sudah tidak bisa dan dapat dipastikan setelah ini aku

pasti terjebak dengan keluarga Tano. "Eh lya Tante," sahurku. Ku lihat Mami Deasy mendelik tidak suka.

"Udah sombong ya sekarang. panggilannya malah Tante," cibirnya.

Aku menatap dengan tidak enak hati.

"Nggak enak panggil Mami, sementara

aku bukan lagi menantu keluarga

Tano," balasku jujur.

"Nggak, pokoknya tetap panggil Mami."

Mami Deasy tetap berkeras hati memaksaku memanggilnya dengan

sebutan yang dia inginkan. Sementara

akhirnya aku memilih lebih baik

mengalah dari pada persoalannya

semakin panjang.

"Iya deh Mi," balasku.

"Eh Nesa," teriak beberapa ibu-ibu yang kutahu adalah teman arisan Mami "Halo tante-tante."

"Setelah cerai tambah cantik ya," goda salah satu dari mereka. "Kalau belum punya pengganti Adi, hubungin tante ya. Tante slap kok jadi

calon mertua kamu," goda yang lain

dan kali ini aku ikut tertawa.

Mereka ini bisa saja ya, menggodaku

seperti itu bahkan di depan mantan mertuaku segala. "Nggak bisa, Nesa tidak bisa jadi menantu kalian," teriak Mami tidak terima.

Entah kenapa sekarang aku merasa

sangat bangga diperebutkan para

emak. Sejujurnya aku sendiri

menyadari akan potensiku untuk

menjadi calon menantu idaman. Bukan hangga tapi karena nyatanya seperti itu, balıkan saat aku masih berstatus menantu keluarga Tano, ada beberapa ibu-ibu yang menawarkanku untuk menjadi menantu kedua

mereka. Aneh memang.

"Widih posesifnya, padahal udah

bukan menantu Lho Des," timpal

seorang ibu dengan tubuh sedikit berisi Sementara mami terlihat tidak peduli dengan ejekan itu. Wanita itu malah

menyeretku mendekati Gisha dan

Daru. "Benar kata mami kan, kalau Mbakmu bakalan datang," pamer Mami di depan Gisha sementara aku hanya

tersenyum canggung.

"Mbak Nes."

Gisha langsung menghambur dalam

pelukanku. Aku lupa kapan terakhir kami bertemu, kayaknya sebulan yang lalu.

Setelah berbincang-bincang beberapa

saat, aku pamit sebentar untuk

mengambil minum.

"Nes, kamu datang?"

Tiba-tiba kurasakan tepukan di

pundakku, ternyata Mas Gibran.

"Ya, memenuhi undangan," jawabku

sekenanya.

"Menuhin undangan sekalian silaturahmi dengan keluarga mantan suami, iya nggak Mhak Nes," seru Deon

yang berada tepat di belakang Mas

Gibran

Bocah satu ini, mulutnya ingin sekali

kujahit.

"Jangan gitu Yon, mbak Nesa tuh datang sembari mengatakan pada dunia bahwa dia sudah move on," sahut Gina. "Betul sekali Gin," imbuhku dengan

senyum merekah.

Setidaknya Gina tidak ikut meledekku.

Pesta berlangsung meriah, saat ini

sedang dansa pasangan. Aku menjauh

dari sana setelah menyadari bahwa

aku tidak memiliki pasangan. Oh lebih

tepatnya aku janda tanpa anak

Ngomong-ngomong tentang anak,

pernikahan 2 tahunku bersama Mas

Adi, sudah pernah menghasilkan

bayi dalam rahimku. Namun hanya

bertahan selama 5 minggu, aku

keguguran, sehari setelah aku tahu

tentang perselingkuhan Mas Adi

dengan sekretarisnya.

Ah sudahlah, membicarakan hal itu

membuatku seakan membuka luka

lama.

Aku berdiri di dekat balkon hotel

sembari memegang gelas berisi es

madu lemon.

"Aku pikir kamu nggak bakalan

datang," sahut seseorang yang

suaranya sudah sangat ku kenal

"Saya menghargai orang yang

mengundang saya," balasku tanpa

menoleh.

Sejujurnya aku merasa lega karena

setelah dari malam tidur bersama itu

Mas Adi sudah tidak lagi merecoki

kehidupanku, termasuk hal biasa yang

dia lalukan seperti mengirimiku pesan

setiap hari.

Lelaki itu seolah menepati janjinya

untuk tidak mengangguku lagi.

"Ya, Aku tahu," balas Mas Adi dengan

nada yang cenderung datar.

Tak lama berselang aku pamit dari

hadapannya, melangkah mendekati

Gisha dan Daru untuk berpamitan

pulang. Gisha ingin menahanku lebih

lama namun aku beralasan besok

penerbanganku untuk pergi liburan

adalah pagi hari dan aku sama sekali

belum packing.

"Mbak pamit pulang ya Gis, Daru.

Mbak mau pamit sama mami dan papi

tapi mereka lagi sibuk dengan tamu.

deh kayaknya."

"Ya udah, sering-sering datang ke

rumah ya Mbak."

Ada nada sedih yang terselip

dalam ucapan Gisha, aku mengerti

perasaannya.

"Tya, tenang aja," balasku ragu.

Padahal setelah ini aku berencana

untuk tidak lagi kontak dengan

keluarga Tano. Namun aku tidak dapat

menjamin ke depannya.

Setelah itu aku benar-benar keluar

dari hotel, menuju mobilku yang

sementara terparkir di ujung sana.

"Kamu nyetir sendiri?"

Aku hampir mengumpat karena

terkejut dengan suara itu.

"Iya," balasku kesal.

Mas Adi ini memang kayak hantu, di

mana-mana ada dan muncul tiba-tiba.

"Aku antar sampai di mobil kamu,"

ucapnya.

Sementara aku hanya mengangkat

kening bingung. Ada apa dengan

sikapnya itu? Aku bukanlah orang

yang buta arah, lagipula dari jarakku

sekarang sampai di mohil hanya

sekitar 50 meter. Akan sangat aneh

kalau sampai dia datang menemani.

"Nggak usah Pak." tolakku.

"Aku udah bukan bos kamu dan

Akujuga bukan bapak kamu,"

koreksinya.

Aku langsung mendengus ketika

mendengarnya.

"Terserahlah," teriakku kesal,

Aku tak ingin memulai perdebatan.

Setelahnya aku melangkah cepat,

berharap segera sampai di mobil dan

pergi dari sini serta terbebas dari

orang gila ini.

"Nyetirnya jangan ngebut," titahnya.

Aku memutar bola mata malas.

"Udah tahu saya pak."

Aku semakin gondok saat lelaki itu tak

jua bergerak dari posisinya sementara

Aku harus memundurkan mobil.

Aku membunyikan klakson mobil,

berharap agar dia segera menghindar.

Diklason beberapa kali, dia masih tetap

kukuh untuk berdiri di sana

"Pak, minggir dong saya mau undur,"

pintahku sembari membuka pintu

depan mohil.

"Kamu ada yang ketinggalan," serunya.

sembari mengangkat jepit putih aksen

bunga yang harusnya berada di atas

kepalaku.

Dengan sangat gondok aku keluar

menghampirinya namun bukannya

memberikan jepitan itu, Mas Adi

malah menjepit poni rambutku yang

sudah menjuntai.

"Selamat Malam Fira," bisiknya.

Sementara aku hanya terdiam bahkan

setelah lelaki itu melangkah pergi. Mas

Adi sudah gila?

Lelaki sinting itu malah mendaratkan

bibirnya di atas keningku.

Coba kalian jelaskan apa yang

sebenarnya terjadi tadi?

1
Kakashi Hatake
Seru banget, thor harus cepat update lagi dong!
Jojo ans: baik, besok aku update ya😇❤️
total 1 replies
Yami CB
Ada apa thor, kok masih lama update? Aku berharap cerita ini tidak berhenti sampai di tengah jalan.
Jojo ans: besok update kok😇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!