*Untuk mengerti alurnya di sarankan membaca terlebih dahulu Nightmare system sampai selesai*
Kisah seorang pemuda yang memiliki cita cita untuk menjadi seorang atlet mma, terpaksa harus meninggalkan cita citanya karena dia harus bekerja menghidupi ketiga adiknya dan dirinya sendiri akibat ayahnya menghilang. Di usia 10 tahun, dia mengalami sebuah kejadian yang membuatnya mengalami amnesia ringan dan tidak sadar dirinya pernah menolong sesuatu yang sekarang kembali membantu dia menyelesaikan masalah yang sedang di hadapinya.
Genre : Fantasi, fiksi, action, comedy, drama, super heroes, mystery.
Mohon tinggalkan jejak ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Tengah malam, ketika ketiga adiknya sudah tidur, Ardo yang tidak bisa tidur, turun ke bawah, dia mengambil segelas air dan meminumnya, kemudian dia duduk di sofa ruang tengahnya yang gelap. Ardo kembali merenung, dia menoleh ke halaman belakang dan melihat sebuah pohon beringin besar yang rindang berdiri tegak di halamannya. Ardo tersenyum dan pikirannya melayang ke masa lalu, ketika dirinya masih berusia 10 tahun. “Bzzzzz....krssssss,”
“Ayo, cepet hahaha,”
Ardo yang masih kecil memanjat sebuah pohon beringin yang besar kemudian berdiri di dahannya, dia melihat seorang gadis dengan wajah di arsir oleh garis hitam sedang bersusah payah memanjat ke atas,
“Tunggu aku dong,” ujar sang gadis berteriak.
“Ayo dong....aku udah duluan nih,” teriak Ardo menyemangati gadis itu.
Dengan sekuat tenaga dan susah payah, akhirnya sang gadis kecil sampai tepat di bawah Ardo, langsung saja Ardo jongkok kemudian duduk di dahan dan menarik tangan gadis itu sampai gadis itu berhasil naik dan menimpa dirinya di atas dahan. Keduanya tertawa dengan riang, sambil saling berpelukan.
“Kak ikut kak,” terdengar teriakan dari bawah pohon.
Ardo dan sang gadis melihat ke bawah, mereka melihat Adel yang masih kecil dan Andin yang juga masih kecil berada di bawah. Kemudian dia melihat papa dan mamanya yang menggendong bayi Anisa sedang duduk bersama sepasang suami istri yang sepertinya teman mereka di sebuah taman menggunakan tikar. Ardo kembali melihat Adel dan Andin,
“Kalian ga boleh naik,” teriak Ardo.
“Yaaaaaah,” teriak Adel dan Andin dengan wajah cemberut.
Melihat wajah kedua adiknya cemberut, Ardo malah berdiri dan meledek kedua adiknya, dia menarik tangan sang gadis supaya berdiri kemudian menari nari di atas dahan berdua sambil meledek Adel dan Andin yang semakin cemberut. Ardo dan gadis kecil yang bersamanya terlihat ceria tertawa tawa, kemudian ingatannya terhenti dan kepalanya tiba tiba menjadi sakit sekali “bzzzz...krsssss.” Ardo masih terus melihat pohon beringin besar di halaman belakangnya sambil memegang kepalanya.
“Liat pohon itu jadi inget, tapi gue yakin bukan pohon di belakang yang gue panjat, gadis itu namanya siapa ya ? seinget gue rasanya gue emang punya temen cewe yang sangat akrab ama gue waktu kecil, tapi kenapa kepala gue sakit kalau teringat tentang dia dan tentang waktu itu, lagipula waktu itu dimana ya ? gue ga inget sama sekali,” ujar Ardo tersenyum.
Kemudian dia menoleh melihat kotak besi yang ada di depannya, wajahnya mulai berubah, dia menunduk dengan kening di topang kedua tangannya. Dia menatap kotak besi di depannya,
“Gue harus pertahankan rumah ini, rumah ini tidak boleh di sita atau di jual, gue dan ade ade harus tetap di rumah ini,” ujar Ardo dalam hati.
Dia kembali mengambil gantungan kunci di dalam kotak dan melihatnya lagi sambil merebahkan belakang kepalanya di sandaran sofa. Ardo mulai mengantuk dan akhirnya tangannya pun jatuh di sofa sambil memegang gantungan kunci itu karena dia tertidur. “Uoong...uoong,” kristal yang berada di tangan Ardo mulai berkedip dan mengeluarkan gelombang yang beresonansi dengan pohon beringin di halaman belakang yang terlihat bergerak gerak. Kedipan kristal semakin cepat dan akhirnya berhenti, suasana kembali menjadi hening.
“Bwooong,” sebuah portal muncul di batang pohon beringin besar yang ada di halaman belakang rumah. Sebuah kaki wanita berhak tinggi keluar dari dalam, dua buah tangan memegang sisi kanan dan kiri portal, seorang wanita keluar dari dalam portal, wanita itu memiliki kulit berwarna hijau seperti daun, memiliki rambut panjang dari daun, bermata kuning, sepasang tanduk seperti dahan beranting di kepalanya dan memakai pakaian layaknya seorang dewi.
Wanita itu berjalan ke arah rumah, dia menembus pintu kaca dan tirai yang menutupi, kemudian wanita itu berdiri tepat di depan Ardo yang sedang tertidur dengan kristal di tangannya. Dia melirik melihat kristal di tangan Ardo dan kemudian duduk di sebelah Ardo. Tangan wanita itu terangkat dan memegang kepala Ardo, dia memejamkan matanya dan menggangguk anggukkan kepalanya.
“Rupanya begitu....baiklah, aku sudah menemukan mu penolong ku, sekarang gantian aku yang mengabdi pada mu dan menolong mu,” ujar sang wanita sambil tersenyum dan memegang pipi Ardo.
Sang wanita kembali berdiri di hadapan Ardo, dia merentangkan tangannya dan wajahnya menengadah ke atas, tiba tiba tubuhnya di selimuti cahaya hijau bersamaan dengan tubuh Ardo yang juga di selimuti dengan cahaya hijau.
[Protector system activated]
[Scanning host (menghitung 100%) completed]
[Host registration
Name : Ardo Prasetyo.
Age : 21.
Pyshical ability : Excellent.
Mind ability : Good.
Body appearence : Good.
Registration completed.]
[Preparing quest module.....completed]
[Recontruction host body.....completed]
[Preparing reward system....completed]
[Registration reward 10.000.000 IDR]
Setelah selesai, wanita itu kembali menurunkan tangannya, dia berbalik dan berjalan keluar dari ruangan kemudian menghilang masuk ke dalam dahan pohon besar di halaman belakang.
******
Pagi pagi, Ardo terbangun, kemudian dia membuka matanya, dia melihat dirinya duduk di ruang tengah, Ardo melihat keluar dan cahaya matahari sudah mulai muncul, “tridid...tridid...tridid,” alarm di smartphonenya pun berbunyi, Ardo langsung mematikan alarmnya karena dia sudah bangun lebih dulu.
“Huh....gue ketiduran di sofa semalem,” ujar Ardo dalam hati.
Ketika dia ingin bagun berdiri, “kresk,” tangannya terasa menyentuh sesuatu, dia menoleh dan melihat sebuah amplop yang terbuka berada di sampingnya. Dia mengambil amplopnya dan melihat kalau amplop itu berisi uang tunai berwarna merah bergambar presiden pertama dan wakilnya dalam jumlah yang banyak.
“Hah...duit siapa ini ?” tanya Ardo bingung.
Dia menaruh amplop di meja, kemudian dia melihat tangan sebelahnya yang memegang gantungan kunci kristal, mata Ardo membulat karena fosil yang seharusnya berada di dalam kristal menghilang menyisakan kristalnya saja.
“Kok...fosilnya ilang ? kenapa bisa ? kristalnya ga berlubang kan ?” tanya Ardo sambil mengamati kristalnya.
Ardo mulai menggaruk garuk kepalanya walau tidak gatal karena bingung, “drap...drap...drap,” terdengar suara langkah kaki turun dari atas, Ardo menoleh melihat Adel yang sepertinya baru bangun turun ke bawah. Setelah mengambil minum di dapur, Adel menghampiri Ardo dan melihat amplop berisi uang di meja,
“Kak, duit siapa tuh ?” tanya Adel.
“Ga tau, tadi aku bangun duit ini sudah ada di samping ku, trus...masa fosilnya hilang, coba deh lihat,” jawab Ardo sambil memperlihatkan kristal yang di pegangnya.
Adel mengamati kristalnya dan mengambilnya dari tangan Ardo, setelah melihat ternyata fosilnya hilang,
“Kok bisa ilang ?” tanya Adel bingung.
“Ya itu dia, ga tau, trus ini duit juga dateng darimana ga ketahuan, mayan banyak lagi, kalau buat cicilan sih memang ga cukup, tapi buat bayar sekolah kamu, Andin dan Anisa cukup,” jawab Ardo.
“Ih...itu duit ga tau dateng darimana, ya jangan di pake dulu lah,” ujar Adel.
Tiba tiba, “bwuuung,” sebuah layar hologram berwarna kuning muncul di hadapan wajah Ardo, langsung saja Ardo yang kaget mundur ke belakang dengan kencang sampai membuat Adel bingung,
“Kenapa lagi kak ?” tanya Adel.
“Kamu liat ga Del ?” tanya Ardo menunjuk ke depan wajahnya.
“Liat apa ?” tanya Adel bingung.
“Ini ada layar muncul di depan muka ku, tiba tiba, liat ga,” ujar Ardo mempertegas menunjuk layar di depan wajahnya.
“Hah....coba bentar,” ujar Adel.
Bukannya melihat layar yang di tunjuk Ardo, Adel memegang kening Ardo dan kemudian memegang keningnya sendiri,
“Ga panas, kamu ga sakit kan kak ?” tanya Adel bingung.
“Apaan sih, ini jelas jelas ada di depan ku,” teriak Ardo bingung.
“Aku ga liat apa apa, sumpah,” ujar Adel.
Ardo tertegun, dia menoleh melihat layarnya, ternyata di layar ada tulisan “selamat anda mendapat reward registrasi sebesar 10.000.000 IDR, reward sudah di kirimkan, silahkan di terima,” Ardo membuka amplopnya dan menghitung jumlah uang di dalam amplop, ternyata jumlahnya persis dengan jumlah yang di sebutkan di layar.
“Kenapa kak ?” tanya Adel bingung melihat tingkah laku Ardo.
“Ini...duit ku Del, menurut yang di katakan layar ini,” jawab Ardo menunjuk layarnya dan menoleh melihat Adel.
“Hah...aduh kak, aku tahu kakak pusing, papa hilang, rumah terancam hilang dan kita semua terancam putus sekolah, tapi tolong kak, jangan berkhayal dan kembali ke dunia nyata, kalau kakak begini, aku, Andin dan Anisa gimana,” ujar Adel mengoceh.
“I..iya maaf Del,” ujar Ardo menunduk.
“Udah, sekarang kakak ga usah kemana mana, istirahat, libur dulu, lepasin beban pikiran kakak, kalau perlu aku temenin, aku juga ga sekolah,” ujar Adel.
“Jangan...aku ga apa apa, kamu sekolah aja,” ujar Ardo.
“Bener nih, tapi kakak janji ya, jangan kemana mana,” ujar Adel.
“Iya...iya...aku janji,” balas Ardo.
“Jangan sentuh duit itu kak, nanti aku pulang sekolah baru kita diskusikan lagi,” ujar Adel.
“Aku tau, aku simpan uangnya di kotak saja,” balas Ardo.
Adel langsung berdiri dan berjalan naik ke atas untuk mandi dan bersiap siap berangkat ke sekolah. Setelah memastikan Adel naik ke atas, Ardo kembali melihat layar yang belum hilang dari depan wajahnya. Dia mencubit pipinya dan menampar pipinya,
“Gue udah bangun dan kaga mimpi, ini layar beneran ada di depan muka gue,” ujar Ardo dalam hati.
[Tentu saja, layar itu hanya kamu yang bisa melihatnya, namaku Beringin, aku akan membantumu.]
Ardo kaget karena mendengar suara seorang wanita di kepalanya, dia langsung berdiri dan mencari di sekelilingnya sambil memasang kuda kudanya. Dia menoleh ke arah pohon besar di taman belakang dan melihat dahan pohon yang turun kemudian naik lagi.