NovelToon NovelToon
Between Blood, Sin, And Sacrifice

Between Blood, Sin, And Sacrifice

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Dunia Lain
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Carolline Fenita

Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.

Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.

Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4 - Pietra Che Salta

Kembali dari kediaman istana, Duke Cornwall menunduk. Wajahnya gelap ketika mengulurkan lengan ke depan. Kertas dekrit kekaisaran tadi ia berikan pada ayah kandungnya. Ketika Count Arthur membaca isinya, ekspresinya menjadi rumit. Putranya dipanggil dalam rangka penangguhan wilayah sengketa.

"Jelaskan semuanya dengan detail," pinta Count Arthur pada putranya.

"Penangguhan ini melibatkan bangsawan Bussel, Moonstone, Schariac, dan Zen. Masing masing dari mereka mengutus perwakilan untuk melakukan perjalanan bersama sejumlah pangeran kekaisaran."

"Khusus bagi klan kita, kaisar menawarkan pilihan. Aku mewakili keluarga kita, atau ayah yang ditunjuk menjadi bagian dari ekspedisi. Tentu saja aku tahu bila tawaran ini tetap berujung pada akhir yang sama, hanya siapa yang mengikuti yang berbeda."

Count Arthur masih mendengarkan, kedua ayah anak itu saling berdiskusi langkah mana yang terbaik. Mereka berdua tahu, bahwa peristiwa ini akan dijadikan sebagai batu lompatan dan merekalah bidak dalam catur tersebut.

"Apakah ada hal lain yang belum kau sampaikan?"

*****

"Kak, aku merasa tidak enak dengan dekrit ini. Sepertinya pertarungan sesama pangeran mulai sengit, kudengar ada kabar burung bahwa kaisar lama sakit keras."

Marquess Drevan mengetukkan jarinya ke permukaan meja, kondisi kaisar ia lebih dari sekadar tahu. Pada pertemuan kemarin, kondisi tubuhnya masih sehat bugar. Perjalanan ini mewajibkan utusan 1 perwakilan dari masing masing 4 klan bangsawan yang menjadi kunci kiblat kaisar selanjutnya bila sewaktu waktu kaisar sekarang wafat.

Bangsawan Zen dan Schariac merupakan golongan netral. Sedangkan Moonstone pendukung pangeran mahkota, dan Bussel pendukung pangeran keempat.

"Aku berharap semua berjalan dengan semestinya," jawab Marquess Drevan dengan ragu.

"Sebaiknya kau sekarang berkemas, ketika aku memenuhi panggilan dekrit, kau berangkat ke kampung halaman kita. Sembunyi dulu hingga kondisi politik berangsur tenang."

"Tidak, lebih baik aku ikut. Berada di lokasi yang dekat dengan umpan merupakan tempat teraman. Aku pergi ke tempat lain pun bisa jadi diburu oleh para antek antek milik pangeran," tolak Andrient mentah mentah.

"Bagaimana dengan pertunanganmu?" Marquess Drevan menyugar rambut pirangnya untuk keempat kali.

Andrient merasa gusar, ia baru teringat dengan keinginannya saat itu untuk mengajak Rosella menjadi istrinya. Hampir seminggu ia tidak datang, semoga Rose tidak menungguinya. Tunggu sebentar.

"Tiga bangsawan selain kita, siapa saja kak?"

Wajah anak sulung dari aristokrat Moonstone menggelap. "Bussel, Schariac, dan keluarga tunanganmu terlibat, Zen."

Wajah Andrient pun ikut terdistorsi, pemikiran yang seharusnya ia tepis dari awal diskusi malah menjadi sebuah kenyataan.

"Aku menduga Duke Cornwall pasti diutus untuk mewakili bangsawan Zen dalam rangka penangguhan Belize. Mungkin pun jika bukan dia, Duke Cornwall akan tetap rela mewakilkan dirinya ke dalam tugas itu," lontar Marquess Drevan.

Marquess Drevan menghela nafas lemah, pasti adiknya merasa gusar. "Lakukan sebisamu, bila terjadi masalah segera panggil. Aku tetap berada di rumah. Bila kau tetap memutuskan untuk ikut, beritahukan setidaknya sebulan sebelum ekspedisi dimulai."

Andrient sepakat dengan kakaknya. Bagaimanapun kakaknya telah mencicipi asam garam kehidupan, ia yang memimpin keberlangsungan aristokrat ini hingga tetap berdiri stabil. Baik dengan kehadiran maupun tidak adanya kehadiran ayah mereka, Marquess Drevan sukses menunaikan kewajibannya dengan menjadi tulang punggung sedari usianya berada di kisaran 12 tahun.

Tekanan dan luka yang diterima Evan, ia tahu betul. Tuntutan dari ayahnya dulu, malah menjadi titik tumpu lelaki tersebut ketika musibah melanda. Apabila Andrient bertukar posisi dengan saudara tuanya ini, ia tidak akan kuat menghadapinya. Bisa jadi ia memilih melarikan diri sejauh mungkin dan berakhir menjadi gelandangan.

Dengan kesadaran penuh, Andrient tiba di kediaman Zen. Ketika ayah anak itu menyadari kehadiran Andrient, pria itu segera membungkukkan dirinya.

"Marquess Andrient menyampaikan salam pada Count," ucapnya.

"Kau sudah datang." Rose menyadari bahwa Marquess Andrient datang lagi ke tempatnya. Ia mendekat ke Andrient, namun dihadang oleh lengan ayahnya. "Ayah, aku ingin menagih janji kertas warna buatannya."

Count Arthur berdeham kecil, sedangkan putrinya terkejut setelah mendengarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh ayahnya sendiri selanjutnya. "Mari kita berbicara di dalam saja."

Jika tadi Marquess Andrient berdiskusi dengan kakaknya terkait permasalahan dekrit kerajaan, sekarang ia dengan keluarga Zen tengah mendiskusikan pertunangan. Rose sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi, akan tetapi ia tidak tahu pria tersebut terlalu gegabah. Gadis itu pun memberikan jawabannya.

"Sebenarnya saya sudah memikirkannya, saya tidak berminat menjalin hubungan terlebih pernikahan," simpul Rose.

"Apakah putri bersedia memberitahuku alasan keputusanmu?" Sebenarnya penolakan sudah pasti ia terima. Gadis mana yang ingin dipersunting oleh orang yang terpisah bertahun lamanya dan kembali tiba tiba?

"Ekhem..." Rose tersenyum simpul.

"Ada tiga alasan untuk keputusanku. Pertama, aku merasa diriku belum siap. Umurku memang sudah matang, akan tetapi aku sendiri cukup mempertimbangkan hubungan yang lebih jauh."

Marquess Andrient mengangguk seolah tengah menyalakan lampu hijau untuk kebebasan berbicara Miss Rose, "Kemudian?"

Miss Rose menarik nafasnya dalam sebelum mengutarakan alasan yang tersisa. Ia mengucapkannya dalam susunan yang rapi dan nada yang penuh oleh penekanan. "Kedua, interaksi kita berdua lebih kuanggap sebagai sahabat dekat saja–tidak lebih dari itu. Lalu yang paling terakhir, maaf bila aku menyinggungmu, terselip keraguan untuk menghabiskan hidup denganmu terutama melihat sikapmu sekarang yang terlalu sembrono.."

"Kau bahkan tidak menepati janjimu dengan baik dan benar untuk satu permainan, bagaimana dengan perkara yang lebih serius kelak?" Menampar wajah sang pelamar dengan pertanyaan retoris, Rose sendiri tertegun saat hal seperti itu terlanjur keluar dari bibirnya.

Andromeda dan Count Arthur membelalakkan kedua matanya, ucapan gadis itu dapat berbalik menikamnya sebab terkesan merendahkan pelamarnya. Sedangkan si pelamar hanya mengibaskan tangannya dengan santai.

"Tidak masalah. Aku menghargai kejujuranmu," tukasnya dan menutup niat awalnya secara total untuk gadis di depan matanya.

"Maafkan aku pula karena tidak mampu menepati janji yang telah kulontarkan saat itu."

Meneguk ludah terlalu kuat, Rose merasakan kerongkongannya mengeriting. Karena merasa sedikit canggung, Miss Rose memilih untuk keluar dan bermain di taman saja. "Jangan dipikirkan. Aku pamit dahulu, silahkan lanjutkan pembicaraan kalian." Tidak lupa ia berlari ke arah sang ayah dan mengecup pipinya sesaat. Mengabaikan kakaknya sendiri.

Usai gadis itu tidak lagi tampak batang hidungnya, raut santai yang dipasang di wajah Andrient berubah menjadi sebaliknya, penuh keseriusan.

Topik tentunya ia alihkan karena masalah pertunangannya sudah menemui titik akhir. Tidak ada yang harus diungkit atau diangkat ke dalam dialog ini.

Dengan beberapa patah dialog saja, Marquess Andrient sukses memutarnya dengan pertanyaan mengenai dekrit kerajaan. "Maaf tuan Count, sejujurnya kedatangan saya disini bukan hanya soal ini saja. Apa pendapat anda mengenai dekrit yang dikeluarkan baru baru ini?"

1
Tini Timmy
strategi yang bagus
Tini Timmy
seru" nih scene ini
Tini Timmy
racun apa tuh/Frown/
Bening Hijau
3 iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terima kasihh
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kaka
Tini Timmy
lanjut kakak
iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terimakasih untuk dukungannya 😁
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kakak
Lei.
iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih untuk dukungannyaa
total 1 replies
Tini Timmy
semangat nulisnya kk
Cherlys_lyn: siappp 😁
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ada iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihh 🥰
total 1 replies
Bening Hijau
ngeri2 sedap chapter ini
Tini Timmy
semangat nulisnya /Smile/
Cherlys_lyn: terima kasih yaa 🥰
total 1 replies
Lei.
2 iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih atas dukungannyaa 🥰
total 1 replies
ona
terkejut terjungkal terpungkur
ona
bener itu bener
ona
WOYYY PANGERAN KEDUA KEJAM BANGET BJIR NGAPAIN DAH ITU GUE KESEL
Cherlys_lyn: ini baru permulaan, nanti akan disuguhkan adegan yang lebih menjadi-jadi dibanding hari ini 💀💀
total 1 replies
ona
bjir eve ngapain dah
Bening Hijau
ini cerita kehidupan rose sebelum mengulang waktu, kah
Cherlys_lyn: Benar sekali, jadi di bab 18 Rose baru mulai diingatkan secara perlahan oleh anak pemberi permen ☺️
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ini ada 3 iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihhh
total 1 replies
Tini Timmy
menarik /Smile/
lanjut kk
Cherlys_lyn: okeee, terima kasih ya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!