Warning!!!
Selamat berhalu dan membayangkan karakter pemeran ya... 😘
Di sebuah desa terpencil, hiduplah seorang gadis bernama Vina, yang dikenal sebagai gadis bar bar namun memiliki paras yang cantik. Ia tumbuh menjadi gadis yang keras kepala dan penuh semangat, dengan sikap yang tak kenal takut dan tak mudah diatur. Namun, kehidupan Vina berubah drastis ketika keluarganya terjerat hutang besar yang tak mampu mereka lunasi.
Untuk menyelamatkan keluarga dari kehancuran finansial, orang tua Vina memaksanya menikah dengan seorang pemuda kaya raya bernama Nathan. Nathan adalah putra tunggal dari keluarga terpandang yang memiliki harta melimpah. Meski tampan dan menawan, ada kelainan di dirinya dan sering bertingkah seperti banci. Tingkah lakunya yang lembut dan gemulai membuat banyak orang terkejut, termasuk Vina.
Bagaimana kisahnya? Yuk kita mulai...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Pewaris sah
Masih dalam tahap penataan rumah, keesokan harinya, Vina dan Nathan sibuk membenahi perabotan. Debu masih melayang-layang di udara, dan suara bising dari palu serta bor mendominasi suasana.
Namun, tiba-tiba, salah satu asisten rumah tangga memberi tahu mereka bahwa ada dua orang tamu berpenampilan rapi yang mengunjungi rumah baru mereka.
Vina dan Nathan bertukar pandang kebingungan karena mereka tidak ada janji dengan siapapun. "Nathan, bukankah kita baru saja pindah? Siapa tamu pertama kita itu?," tanya Vina sambil menuruni tangga.
"Kok nanya aku sih, aku juga kan nggak tahu, kita lihat aja nanti," jawab Nathan dengan ceria.
Ketika mereka tiba di ruang tamu, mereka melihat dua orang berjas hitam sedang duduk menunggu. Melihat Nathan dan Vina, mereka pun berdiri dengan sikap formal.
"Selamat siang, Pak Nathan," sapa mereka serentak.
"Selamat siang," balas Nathan, menoleh ke arah Vina dengan pandangan bertanya, meski tanpa kata.
"Bapak-bapak ini siapa?," tanya Vina ramah, menatap keduanya bergantian.
"Perkenalkan, saya Broto," ucap yang lebih tua, berperawakan tinggi dan berwibawa. "Dan saya Dodi," lanjut yang lebih muda, tampak lebih enerjik.
"Kami adalah utusan dari perusahaan," lanjut Broto, "kami ingin menyampaikan kabar penting terkait perusahaan keluarga Anda."
Nathan mengerutkan kening karena merasa ada yang ganjil. "Perusahaan? Apa yang terjadi?."
"Pak Nathan," Dodi mengambil alih, "sejak meninggalnya Pak Hartono, perusahaan mengalami kekosongan kepemimpinan yang signifikan, dewan direksi sepakat bahwa Anda yang seharusnya menggantikan posisi tersebut."
Vina terkejut, dan Nathan pun tampak kaget. "Aku? Tapi aku tidak punya pengalaman dalam mengelola perusahaan sebesar itu," ucapnya dengan suara yang bergetar.
"Kami memahami keraguan Anda," kata Broto dengan tenang. "Namun, Anda adalah ahli waris sah dan satu-satunya yang dapat mempertahankan stabilitas perusahaan, dewan direksi akan mendukung penuh secara Anda," tuturnya.
Vina menatap Nathan dan mencoba memberikan dukungan melalui pandangannya. "Nathan, mungkin ini saatnya kamu mengambil peran besar dalam hidupmu, aku akan mendukungmu sepenuhnya."
Nathan menghela napas panjang dan masih merasa tidak yakin. "Baiklah, tapi aku butuh waktu untuk berpikir, ini adalah keputusan besar," ujarnya merasa bingung.
"Tentu, kami mengerti," jawab Dodi. "Kami akan memberikan Anda waktu, tetapi kami harap Anda dapat memberikan jawaban secepatnya, masa depan perusahaan bergantung pada Anda, Pak Nathan."
Setelah Broto dan Dodi pamit, Nathan langsung terduduk di sofa dan merasa tidak bertenaga sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya. "Vina, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, ini terlalu mendadak."
Vina duduk di sebelahnya lalu memegang bahunya. "Nathan, kamu bisa melakukannya, aku tahu ini menakutkan, tapi kamu punya kemampuan dan kita akan belajar bersama, ini mungkin tantangan besar, tapi aku yakin kamu bisa menghadapinya."
Nathan menatap Vina dan merasa sedikit tenang dengan dukungannya. "Terima kasih, Vina, aku akan mencoba, demi kita dan masa depan."
Hari itu, keputusan besar mulai diambil, dan tantangan baru terbentang di hadapan mereka. Walaupun enggan, tapi itu adalah tanggung jawab Nathan sebagai pemilik sah perusahaan.
Kini, Vina memperhatikan Nathan yang sedang makan siang dengan anggun seperti biasanya. Meskipun sikapnya sudah mulai berubah, pakaian Nathan masih sering kali mencerminkan gaya feminin yang sudah lama melekat padanya.
Hal ini membuat Vina merasa bahwa sudah saatnya untuk mempersiapkan Nathan secara lebih serius, termasuk dari aspek penampilannya.
"Nathan, hari ini kita akan berbelanja," seru Vina sambil beranjak menuju kamar dan mengambil tas dompetnya.
Nathan yang masih belum menyelesaikan makanannya, hanya bisa melanjutkan makan sambil memandangi Vina yang terlihat sibuk memikirkan sesuatu. Dia mengunyah dengan pelan dan merasa sedikit bingung dengan rencana Vina yang tiba-tiba.
"Emang kita mau belanja apa?," tanya Nathan sambil meneguk air minumnya.
"Makeover," jawab Vina seraya mengangkat kedua alisnya, memberikan kesan serius namun penuh semangat.
Nathan menelan sisa makanannya dengan susah payah. "Makeover? Maksud kamu, aku perlu berubah total?."
Vina mengangguk. "Iya, Nathan, kamu akan memimpin perusahaan besar, penampilan juga penting, kamu butuh pakaian yang sesuai dengan peranmu, tidak hanya itu, kita juga perlu memperbaiki beberapa kebiasaan."
Nathan menghela napas panjang sambil menatap Vina dengan rasa bingung dan ketidakpastian. "Baiklah, Vina, aku ikut saja," ucapnya pasrah dan hanya setuju pada rencana Vina.
***