"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Obat penenang
"Mama ...."
Devita tersenyum sinis pada wajah pucat Bella. Menantunya itu terlihat shock melihat kedatangan nya.
"Kenapa Bella? Pil apa yang di maksud Leo?"
"B-bukan pil apa-apa, Ma."
Saking gugupnya, Bella sampai meremas tangannya yang melepuh.
"Awww!"
"Sudah tahu sakit. Kenapa di sentuh?" Leo menarik tangan Bella. Mulutnya reflek meniup tangan mungil itu.
"Ck ... Ck ... Ck." Devita berdecak kagum.
"So sweet sekali ya. Kakak ipar dan adik ipar ini. Bahkan di tengah malam begini. Sama-sama terbangun."
Bella menarik tangannya cepat dari Leo lalu berdiri sedikit jauh. Itu membuat Leo menaikan sebelah alis. Gelagat Bella terlalu mudah di baca. Malah akan membuat orang semakin curiga.
"Mas Adam lapar, Ma. Dia minta Bella membuatkan makanan."
"Benarkah?"
Devita memindai Bella dengan mengelus dagunya sendiri.
"Dimana Adam nya? Jangan bilang kalian hanya berdua saja. Ck, bahaya Bella. Dia walau lumpuh bisa mengigit."
Deg!
Mendengar itu wajah Bella semakin kaku. Dia orang yang paling susah untuk bersandiwara. Leo di tempatnya melanjutkan kembali suapannya. Leo meneguk air putih dengan tenang.
"Setidaknya aku tidak menyusahkan orang lain seperti anakmu yang manja itu. Bisanya cuma kawin, tapi tidak bisa menghargai perempuan."
Leo memutar-mutar air putih dalam gelasnya.
"Jaga omonganmu Leo!"
Devita mengacungkan jarinya marah.
Sudut bibir Leo naik mengejek.
"Kak Leo." Bella menggeleng.
Ini masih malam. Akan menganggu orang lain, jika terjadi keributan. Bella tidak mau itu.
"Harusnya kata itu untuk dirimu. Jaga sikapmu atau kapan saja aku bisa menendang mu dari sini." kali ini, sorot mata Leo sangat tajam
Leo dan Devita memang musuh bebuyutan. Bahkan tak sering wanita ular itu meracuni makanan Leo dan menyabotase obat yang selalu Leo konsumsi untuk kesembuhannya.
Devita tertawa. Ancaman Leo seakan tak berarti baginya, karena Devita mempunyai kartu as Leo.
"Uuu ... Takut? Sayangnya, saya ular banyak bisanya. Jadi saya tidak akan takut sama kecoa seperti kamu."
"Coba saja," tantang Leo. Dia juga punya kartu as Devita.
"Sedang saya coba dan kali ini, sekali dayung, tiga lalat akan mati."
Lutut Bella bergetar mendengarnya. Bella sangat takut, apa yang dia dan Leo lakukan semalam akan diketahui mertuanya itu.
"Bella!" seru Adam datang dengan wajah marahnya menyorot Bella. Ulu hati Adam bahkan sampai perih namun Bella tak kunjung muncul. Leo dan Adam saling memberikan tatapan permusuhan.
"Oh, pantas! Lo lama. Ternyata asyik-asyik berduaan dengan lumpuh ini. Apa lo suka sama dia Bella?" Adam melotot garang pada istrinya itu.
"Bukan begitu mas."
Kemarahan Adam adalah sesuatu yang paling Bella takutkan.
"Terus ngapain lo lama-lama disini, hah?!"
"Maaf mas ... tadi tangan Bella ketumpahan kuah mie."
Adam mengelus bibir bawah Bella dengan jempolnya sensual. Leo memalingkan wajah melihat itu. Tanpa tahu Adam tersenyum sinis padanya.
"Mana sini gue lihat."
Bella takut-takut menyerahkan tangannya. Namun hal yang tidak terduga. Adam menekan luka Bella itu. Jelas saja Bella berteriak namun Adam membekap mulut Bella.
Devita sangat menikmati tontonan itu.
"Hmmm!"
"Ini akibat kalo lo membangkang. Sakit bukan?"
Bella mengangguk, airmata mengalir di pipinya. Perih luar biasa.
"Lepaskan Bella!" ucap Leo dengan rahangnya mengeras. Ia tidak terima perlakuan Adam pada Bella.
Sayang sekali, ia tidak bisa berjalan. Jika bisa, akan Leo balas sepuluh kali lipat sakit Bella di tubuh Adam.
"Gue peringati! Jangan ikut campur atau dia semakin gue siksa."
Kemarahan Leo sudah di ambang batas. Tongkat bisbol yang tadi dia bawa dari kamar. Leo hentakan di tulang kering Adam.
"Awww! bangsat!" umpat Adam memegang kakinya kesakitan.
Leo tidak main-main memukulnya.
Terlepas dari Adam. Bella segera berlari ke sudut sambil mengelus tangannya yang bertambah sakit. Bella menangis tanpa suara.
'Ya Tuhan, mas Adam, tidak pernah berubah,' Bella mulai lelah.
Devita mendekat, melayangkan tangannya di udara namun dengan sigap Leo menangkapnya.
"Lepas!"
Leo semakin mengeratkan remasan nya.
"Adam tolong mama," panggil Devita membuat Adam berusaha berdiri dengan kaki pincang mendekati keduanya.
"Lumpuh, beraninya lo dengan ibu gue! Lepas! Atau gue patahin tangan lo itu."
"Coba lepaskan sendiri." Leo tersenyum miring.
Adam kian mendekat. Leo malah mendorong tubuh Devita hingga belakang kepala Devita menghantam dahi Adam.
"Aduh!"
"AWww!"
Jerit keduanya terduduk kasar di lantai. Leo mendekati Bella yang akan menghampiri Adam. Terlihat Bella khawatir pada suaminya tersebut.
"Kak, awas. Aku ingin menolong mas Adam."
Namun Leo selalu menghalangi dengan kursi rodanya.
"Kenapa kau peduli? Dia menyakitimu," kata Leo tak mengerti pada Bella.
"Benar tapi tak seharusnya kakak membalas mereka. Apalagi mama, dia ibumu kak. Dosa besar."
Napas Leo seketika memburu. Bella mundur perlahan karena Leo maju ke arahnya sampai Bella terhimpit antara kulkas dan dirinya.
"Ibuku hanya satu dan aku paling benci digurui. Urus suamimu. Dasar wanita bodoh!"
Leo menjauh membawa kemarahan dihatinya. Padahal Leo hanya ingin membantu Bella, tapi nyatanya wanita itu terlalu bodoh.
"Kak, bukan begitu maksudku," seru Bella namun di hiraukan Leo. Bella menatap punggung lebar Leo yang memasuki lift dengan rasa bersalah.
Pagi harinya.
Revan masuk ke kamar Leo membawa seorang maid. Leo berada di balkon kamarnya tengah berjemur, tertangkap mata Revan memperhatikan seorang wanita di bawah sana tengah menanam bunga.
Bella.
"Permisi Tuan. Saya membawa orang yang Tuan maksud."
Leo menatap sekali lagi Bella lalu masuk ke kamarnya tanpa kata. Revan setia mengekor.
Maid itu terlihat menunduk dengan tangan dinginnya saling meremas.
"Katakan," kata Leo datar.
Maid itu tanpa disuruh, berlutut di kaki Leo. Ia mulai menangis dilanda ketakutan.
"Maafkan saya tuan. Maaf ... Tolong jangan pecat saya."
Klik!
Mata maid bernama Rani itu melotot. Leo menekan moncong dingin pistolnya di kening Rani. Wajah Leo terlihat sangat menyeramkan. Revan berdiri tegap di pojok. Kekejaman Leo adalah hal biasa untuknya setelah 5 tahun menjadi pengawal Leo.
"Jujur atau pistol ini akan membuat lubang di kepalamu."
Rani menelan ludahnya kasar. Ia mengangguk cepat.
"Ceritakan."
Rani mengingat kejadian semalam. Devita tiba-tiba memasuki kamarnya sambil melempar segepok uang. Devita menyuruh Rani untuk memberikan obat berbentuk bubuk di minuman Leo yang selalu seorang maid buatkan. Rani memberi maid itu obat sakit perut hingga Rani lah yang mengantar minuman Leo. Disitu Rani menjalankan rencana Devita.
Tangan Leo mengepal erat.
Dor!
Rani berteriak namun ia heran karena tidak merasakan apapun membuatnya membuka mata.
Vas bunga di meja Leo hancur berkeping-keping.
Revan melihat itu segera menyuruh Rani keluar.
"Pergi cepat," usir Revan.
Leo akan mengamuk seperti nya. Rani berlari ketakutan keluar.
Bella menghentikan pergerakan tangannya mendengar keributan dari kamar Leo. Balkon yang terbuka membuat suara itu jelas Bella dengar karena jarak lumayan dekat.
"Suara apa itu? Apa yang terjadi di kamar kak Leo?"
Bella tidak menyangka Leo ada di mansion. Biasanya, Leo pagi-pagi sekali sudah berangkat ke kantor. Padahal Adam dan Liam sudah berangkat sedangkan Devita juga ikut keluar.
Dor!
Bella berjangkit kaget. Apalagi terdengar teriakan Leo.
"Ya tuhan, kak Leo!"
Bella membuang topinya sembarangan lalu berlari tergesa masuk ke mansion. Bella berlari menaiki tangga semakin cepat. Sesampainya di depan kamar Leo yang tidak terkunci, Bella langsung saja masuk. Mata Bella terbelalak lebar.
"Kak Leo!"
Leo di atas kursi rodanya menghancurkan berbagai barang, termasuk kaca lemarinya terbelah sebagian. Kamar Leo berubah mandi kaca. Bella berlari, beruntung kaca tidak menembus kakinya. Leo mulai kesetanan.
"Kak berhenti!"
Bella mendekap erat Leo namun tangan laki-laki itu tetap bergerak menghancurkan barang tergapai tangannya.
"Pergi!" bentak Leo bergema.
Bella kewalahan, Revan di pojok hanya menjadi penonton membuat Bella menegurnya sikapnya itu.
" Kak Revan, kenapa kau hanya diam?! Tolong bantu aku menenangkan kak Leo."
"Maaf Nona. Itu akan membuat Tuan semakin mengamuk. Lebih baik Nona keluar. Tuan akan tenang sendirinya."
Bella mengerjab tak percaya. Barang di kamar Leo sebagian sudah tak berbentuk.
"Setidaknya dicoba dulu, Kak. Kak Leo bisa menyakiti dirinya sendiri," protes Bella tak setuju.
Melihat kediaman Revan, Bella kebingungan sendiri. Leo bahkan berusaha mendorong dirinya.
"Keluar Bella! Beraninya kau masuk tanpa izin!"
"Kak, sadar kak. Kau bisa menyakiti diri sendiri," tegur Bella nyaris menangis.
Kata itu berhasil membuat Leo menatapnya.
"Apa kau peduli padaku?"
Wajah Leo mendekat ke wajah Bella yang mundur.
"Tentu aku sangat perduli. Kak Leo adalah kakak suamiku."
Entah kenapa, Leo sekarang membenci kata-kata itu. Tangannya di belakang kepala Bella mendorong wajah adik iparnya itu semakin dekat dengan wajahnya.
"Kak, kakak mau apa?"
"Tenangkan aku, Bella."
"Tenang kan bagaimana?" bingung Bella.
Kilas balik kejadian semalam melintas di kepala Bella membuatnya berpikir yang tidak-tidak.
"Begini."
Cup!
Leo mempertemukan bibir keduanya.
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️