🏆Juara Satu Fiksi Modern Jalur Kreatif
Bagaimana jadinya, jika seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun, harus di penjara hingga 12 tahun lamanya?
Padahal pemuda itu tidak pernah melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan kepada orang orang yang menuduhnya. Dia di Fitnah saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Atas kasus pembunuhan seorang pemuda yang tak lain adalah teman satu kelasnya.
Lalu apa yang selanjutnya pria bernama Jo itu lakukan? Setelah dinyatakan bebas dari hukuman yang dia jalani? Mampukah Jo menemukan para dalang yang sudah memfitnah nya dengan sangat keji?
Dan nilah perjuangan Jo.Yang Dinobatkan sebagai seorang mantan Narapidana yang melekat sampai akhir hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilham risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jo Di Grebek Petugas Kepolisian
Tok.... Tok... Tok..
Ibu Siti yang baru saja selesai menyuapi putri nya sarapan pagi, terlonjak kaget saat mendengar suara pintu rumahnya diketuk oleh seseorang.
Dia langsung menatap ke wajah Nadia, yang terlihat masih sangat syok, atas kejadian yang menimpa dirinya kemarin. Begitu juga dengan Jo. Pria tampan yang terkenal genius itu, kini telah berubah menjadi laki-laki pendiam dan berekspresi sedih dengan tatapan yang kosong.
Jo hanya duduk di atas ranjang miliknya sambil memeluk kedua lututnya rapat. Sungguh, hati orang tua mana yang tidak hancur melihat kedua anaknya menjadi berubah seperti itu.
Hingga tak lama, ibu Siti tersadar dari lamunannya kala mendengar kembali suara ketukan pintu yang semakin keras terdengar. Lalu dengan cepat bu Siti membuka pintu rumahnya yang terbuat dari triplek lusuh tersebut.
"Iya sebentar." ucap ibu Siti sambil menyeka air mata yang sempat membasahi pipinya.
Dan setelah pintu terbuka sempurna, betapa terkejut nya bu Siti, kala melihat tiga orang petugas kepolisian berdiri tegak di hadapan dirinya. Di iringi dengan para warga yang sudah berkumpul di halaman rumah sederhana milik nya.
Jantung ibu Siti tersentak kaget, dia benar-benar terkejut melihat apa yang ada di depan matanya saat ini.
"Pak Polisi...!" seru bu Siti membulatkan bibirnya sempurna.
"Selamat pagi. Apakah benar ini rumah bapak Imran?" tanya pak polisi memasang wajah dingin.
"Iya benar pak. Dan saya adalah istrinya bapak Imran. Kalau boleh tahu, ada keperluan apa ya pak mencari suami saya?"
"Kami datang kemari bukan untuk bertemu dengan pak Imran. Tapi kedatangan kami ke rumah ibu karena melakukan tugas kami, menangkap putra pak Imran yang bernama Jo."
Jeduarrrrr........
Bagaikan tersambar petir di siang bolong, tubuh ibu Siti langsung lemas seketika. Jantungnya hampir mau copot, dan darahnya seakan berhenti mengalir.
Tatapan mata bu Siti berubah berkaca kaca. Bagaimana mungkin, ketakutan yang di ucapkan oleh putranya kini benar-benar menjadi nyata? Lalu apa yang harus mereka lakukan saat ini?
"Pak...! Tapi apa kesalahan dari putra saya? Putra saya tidak melakukan kesalahan apapun?" tanya ibu Siti meneteskan bulir bening yang tidak dapat berhenti.
"Semua pembelaan bisa ibu jelaskan di kantor kepolisian nanti, tapi sekarang kami harus segera menangkap pemuda bernama Jo. Kami harap kerja sama nya untuk para keluarga tersangka."
Lalu ketiga petugas kepolisian itupun menerobos masuk ke dalam rumah. Mereka semua bergegas mencari keberadaan Jo, hingga tak lama langkah kaki mereka tertuju kearah kamar, yang di mana kamar itu adalah kamar yang Jo tempati saat ini.
Melihat gerakan para petugas kepolisian, ibu Siti menjerit histeris, dia berusaha menghentikan langkah kaki para petugas yang hendak memasuki kamar putranya.
"Pak...! Hentikan, aku mohon. Jangan tangkap putraku. Dia tidak bersalah pak, dia hanya di fitnah."
"Jangan coba coba menghalangi pekerjaan kami bu. Atau kami akan menambah hukuman yang berat untuk tersangka."
Lalu beberapa warga ikut masuk memegang tubuh bu Siti yang sudah menjerit-jerit histeris. Sedangkan Jo yang mendengar suara jeritan dari ibunya, terlonjak kaget dan tersadar dari lamunannya.
"Ibu....!" teriak Jo turun dari atas ranjang.
Namun, belum sempat jari jari tangannya menyentuh pintu kamar, Tiba-tiba saja Jo dikejutkan oleh kehadiran para petugas kepolisian yang sudah menendang pintu secara paksa.
"Angkat tangan....!" bentak para petugas itu, sambil mengarahkan pistol ke arah Jo.
Jo yang memang masih dalam keadaan syok, langsung berusaha melarikan diri. Dia bergegas menjerit dan berusaha keluar dari jendela kayu yang ada di dalam kamarnya.
"Tidak...! Tolong jangan tangkap aku, aku tidak bersalah, aku tidak bersalah....!"
"Kalian, cepat tangkap tersangka itu. Jangan biarkan dia kabur."
"Baik komandan!"
Dengan cepat, petugas kepolisian berlari menangkap kedua tangan Jo. Merasakan lengan tangannya di tarik paksa, membuat Jo semakin histeris berusaha memberontak.
Sungguh, batinnya seakan terguncang. Dia yang harusnya sedang menikmati masa masa indah kelulusan SMA, malah kini dijadikan tersangka dan akan mendekam di dalam penjara.
Rasanya, jiwa dan raga Jo menjadi hancur luluh lantak. Dia seperti pemuda yang kehilangan arah dan tujuan.
Belum lagi suara jeritan lirih dari ibu dan adiknya Nadia. Yang berusaha membela dirinya, Jo bahkan sudah tidak mampu menangis lagi, rasanya dia benar-benar membenci kehidupan nya yang sangat menyakitkan dan tidak ada keadilan."
"Hiks.. hiks.... hiks..... Pak, aku mohon, lepaskan kakakku, dia tidak bersalah pak! " pinta Nadia mengatupkan kedua tangannya.
Begitu juga dengan ibu Siti, wanita paruh baya itu langsung berlutut di depan para petugas kepolisian, tapi tetap saja, apa yang mereka lakukan tidak memperngaruhi para polisi tersebut.
Hingga tak lama, datanglah pak Imran yang baru saja selesai mencari barang bekas. Dan betapa terkejut nya pak Imran. Kala melihat apa yang terjadi kepada seluruh keluarga nya.
"Pak...! Ada apa ini? Kenapa kalian menangkap putra saya!" bentak pak Imran mengeluarkan suara lantang.
"Bapak tidak bisa mengganggu pekerjaan kami. Kalau memang bapak merasa putra bapak tidak bersalah, maka bapak bisa menjelaskannya di kantor kepolisian. Sekarang kami akan membawa tersangka menuju ke sekolah SMA Dharma Wangsa, dia harus meme pertanggungjawaban apa yang sudah dia lakukan." jawab pak polisi itu memasang wajah tegas.
masuk ke dalam mobil milik mereka.. Jo akan di bawa ke TKP yang ada di sekolah SMA Dharma Wangsa.
Pak Imran terdiam membisu melihat kepergian putranya, lalu ibu Siti dan Nadia langsung luruh di dalam pelukan pria paruh baya tersebut.
"Pak, selamat putra kita pak, aku mohon..!"
"Pak, selamatkan Kak Jo. Dia tidak bersalah pak, dia hanya di fitnah."
Sungguh, air mata tidak dapat terbendung lagi, kali ini pak Imran benar benar merasa menjadi orang yang tidak berguna. Sedangkan para warga yang melihat kesedihan keluarga miskin itu, juga ikut meneteskan air mata.
Mereka semua mengetahui, seperti keluarga pak Imran, dan mereka yakin, bahwa Jo putra dari Pak Imran tidak bersalah.
"Pak Imran. Kami semua turut prihatin, atas apa yang telah menimpa putra bapak. Kami percaya jika nak Jo bukanlah seorang pembunuh."
Mendengar ucapan dari para tetangga nya, membuat pak Imran menjadi sedikit bersemangat. Akhirnya ada juga yang percaya dengan apa yang mereka katakan.
"Apakah itu artinya kalian semua percaya kepada keluarga ku?"
"Tentu kami percaya. Sekarang, susul putra bapak dan bela dia pak. Kalian tidak boleh menyerah."
"Baik, Baik Pak. terimakasih sudah mendukung kami."
Setelah itu pak Imran dan juga kedua wanita yang ada di samping nya, langsung bergegas pergi menuju ke sekolah SMA Dharma Wangsa, mereka harus membela Jo, di depan semua pihak sekolah yang akan menyudutkan putranya.
Sedangkan Jo, dia sudah tiba di lokasi tempat kejadian perkara. Seluruh siswa dan siswi yang melihat Jo langsung bersorak keras sambil berteriak lantang.
"Jo pembunuh..!"
"Jo pembunuh...!"
"Jo pembunuh..!"
padahal sebelumnya diakan udah yakin pasti org tuanya bakal mengenalinya