Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Antara dua pilihan
Zayn duduk di ruang kerjanya di pabrik, merenungkan kejadian tadi di gudang. Perkataan Nenek Parwati tentang Kinanti sebagai calon istrinya masih terngiang-ngiang. Meski ia merasa neneknya sering kali bicara seenaknya, ada sesuatu dalam hati Zayn yang tidak bisa ia abaikan.
"Apa maksud nenek dengan itu semua?" gumam Zayn, memijat pelipisnya.
Ia tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu yang berbeda dari Kinanti. Gadis itu sederhana, tapi memiliki pesona alami yang membuatnya selalu ingin tahu lebih banyak. Setiap kali melihat Kinanti, Zayn merasa jantungnya berdebar lebih kencang, meski ia berusaha menyangkalnya.
Namun, pikiran Zayn beralih ke Hellen, mantan kekasihnya yang kini sedang menempuh pendidikan di Australia. Ia masih menyimpan banyak kenangan indah bersama Hellen. Bagaimana jika Hellen kembali ke hidupnya? Ia pernah berpikir bahwa Hellen adalah satu-satunya wanita yang ingin ia nikahi.
Zayn menghela napas panjang, menatap keluar jendela kantornya. "Apa yang sebenarnya aku rasakan? Hellen... atau Kinan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Hati Zayn kini bimbang. Di satu sisi, ada perasaan baru yang tumbuh untuk Kinanti—perasaan yang belum ia definisikan sebagai cinta atau hanya ketertarikan sesaat. Namun, di sisi lain, ada Hellen, yang masih memegang sebagian hatinya, meskipun mereka telah lama berpisah.
Di tempat lain
Kinanti masih berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kata-kata Nenek Parwati tadi membuatnya bingung. "Calon istri Zayn?" pikirnya dengan perasaan campur aduk.
Ia tahu posisinya. Zayn adalah bosnya, pria yang berstatus jauh di atasnya. Meski Zayn kadang memperlihatkan sisi lembut, Kinanti tidak pernah berpikir akan ada hubungan lebih dari sekadar atasan dan bawahan.
Namun, ada sesuatu dalam hati kecilnya yang tidak bisa ia abaikan. Mungkin karena perhatian Zayn yang belakangan ini semakin sering ia rasakan.
"Ah, tidak mungkin," gumam Kinanti sambil menggeleng, mencoba menepis pikiran itu.
Namun, baik Zayn maupun Kinanti tidak menyadari bahwa takdir sedang merancang sesuatu yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.
Malam itu, suasana di rumah sederhana keluarga Kinanti terasa begitu hangat. Ibunya mengetuk pintu kamar Kinanti dengan lembut, membangunkannya dari lamunan.
"Kinanti, ayo makan malam. Semua sudah siap," panggil sang ibu dengan nada lembut.
"Iya bu,"
Kinanti bergegas meninggalkan tempat tidurnya, melipat selimut dan bergabung di meja makan bersama keluarganya. Di meja sederhana itu, hidangan tidak mewah, tetapi cinta dan kebersamaan terasa melimpah.
Ayahnya masih terlihat sedikit lemah setelah keluar dari rumah sakit, tetapi ia tersenyum, menikmati kebersamaan itu.
"Bagaimana kabar ayah, sudah membaik?"Kinan mengelus tangan sang ayah.
"Alhamdulillah nak, ayah semakin baik, tinggal pemulihan saja." Sang ayah tersenyum.
Di sudut meja, adik Kinanti terlihat sedang menjahit tas sekolahnya yang robek. Tangannya yang kecil berusaha keras memasukkan jarum ke lubang kecil kain tas yang sudah usang. Melihat itu, hati Kinanti terasa terenyuh. Ia tahu betapa keras keluarganya berjuang untuk bertahan hidup.
“Besok kakak belikan tas baru, ya. Biar nggak perlu dijahit lagi,” kata Kinanti dengan lembut, menyentuh pundak adiknya.
Adiknya menoleh dengan mata berbinar. "Serius, Kak? Tapi nggak apa-apa kok, ini masih bisa dipakai," jawabnya sambil tersenyum kecil.
Kinanti mengangguk, berjanji dalam hati untuk segera memesankan tas baru secara online agar lebih mudah dan cepat. Ia merasa memiliki tanggung jawab besar untuk membuat hidup keluarganya lebih baik.
"Alhamdulillah, Kirana akhirnya punya tas baru."
Setelah makan malam selesai, mereka duduk sejenak di ruang keluarga, mengobrol ringan tentang hari-hari mereka. Meski sederhana, kehangatan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Kinanti memandang keluarganya dengan rasa syukur. Ia tahu bahwa apapun yang ia lakukan, tujuannya selalu untuk kebahagiaan mereka. Dalam diam, ia berdoa agar diberi kekuatan untuk terus berjuang demi mereka.
"Terimakasih, Alhamdulillah ya Allah, engkau berikan kebahagiaan pada kami."
Malam itu berakhir dengan senyuman kecil di wajah setiap anggota keluarga, meski di baliknya, ada perjuangan yang tidak pernah berhenti.
Kirana, adik Kinanti yang duduk di bangku SMA kelas 12, begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba desain produk yang diadakan oleh sebuah perusahaan ternama. Lomba itu bukan hanya soal penghargaan, tetapi juga menjadi tiket untuk mendapatkan beasiswa kuliah di Australia—sebuah kesempatan besar yang diimpikan Kirana sejak lama.
Kinanti, sebagai kakak yang selalu mendukung penuh keluarganya, memberikan semangat dan dorongan moral kepada Kirana. “Kakak yakin kamu bisa, Ran. Karya kamu selalu luar biasa, apalagi kalau kamu benar-benar fokus,” ujar Kinanti sambil mengelus kepala adiknya dengan penuh kasih.
Kirana tersenyum penuh semangat. "Terima kasih, Kak. Aku nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku mau membuktikan kalau aku juga bisa sukses," jawabnya sambil memperlihatkan sketsa desain yang sedang ia kerjakan.
Setiap malam, Kirana terlihat sibuk di meja belajarnya, menggambar dan merancang desain terbaik yang bisa ia hasilkan. Kinanti, meski sibuk bekerja, selalu menyempatkan waktu untuk melihat perkembangan karya adiknya. Kadang ia membawa secangkir teh hangat atau camilan kecil untuk menemani Kirana yang larut dalam pekerjaannya.
“Kamu perlu istirahat juga, Ran. Jangan sampai kesehatanmu terganggu,” kata Kinanti suatu malam.
“Sebentar lagi selesai, Kak. Aku ingin hasilnya sempurna,” jawab Kirana dengan senyum penuh keyakinan.
" Bener ya , jangan bohong, kesehatan itu lebih penting daripada apapun."
Di balik layar, Kinanti juga berusaha membantu Kirana dengan mencari referensi tambahan dan bahkan mencoba menghubungi beberapa kenalannya untuk mendapatkan tips terkait desain produk. Dukungan itu membuat Kirana semakin percaya diri.
Saat hari pengumuman lomba semakin dekat, suasana di rumah menjadi lebih tegang namun penuh harapan.
Kinanti dan seluruh keluarga terus mendoakan yang terbaik untuk Kirana, berharap gadis itu bisa menggapai mimpinya dan membawa kebanggaan bagi keluarga mereka.
Pagi itu, setelah Kinanti berangkat bekerja, suasana rumah kembali tenang. Sang ibu sedang membereskan rumah, sementara Kirana sibuk menyiapkan perlengkapan sekolahnya. Namun, tak lama berselang, suara kendaraan besar berhenti di depan rumah, diikuti oleh deru mesin mobil mewah yang membuat perhatian semua tetangga langsung tertuju ke arah rumah sederhana keluarga Kinanti.
Sebuah mobil pick-up berhenti, membawa beberapa hantaran berupa keranjang buah, bunga, dan kotak besar berisi barang-barang mewah. Tak jauh dari itu, sebuah mobil mewah berwarna hitam juga terparkir di depan halaman rumah. Seorang pria berseragam rapi turun dari mobil tersebut, membawa sebuah amplop yang terlihat seperti surat resmi.
Kirana yang baru saja keluar dari pintu rumah tampak terkejut. “Bu, ada apa ini? Kok ada banyak hantaran?” tanyanya bingung sambil melihat isi pick-up yang sudah mulai diturunkan oleh beberapa pekerja.
Sang ibu keluar dengan wajah penuh kebingungan, berusaha memahami apa yang sedang terjadi. Tetangga-tetangga pun mulai berkerumun di sekitar halaman rumah, berbisik-bisik penasaran.
Pria berseragam itu menghampiri ibu Kinanti dan menyerahkan amplop. “Permisi, Bu. Ini ada titipan dari Tuan Zayn untuk keluarga Kinanti,” katanya dengan sopan.
“Zayn? Siapa itu?” Sang ibu bertanya dengan nada bingung.
“Beliau bos Kinanti, Bu. Semua ini sebagai bentuk perhatian dari beliau. Harap diterima,” jawab pria itu sambil tersenyum.
Mendengar nama Zayn, sang ibu sedikit terkejut, sementara Kirana tampak tercengang. Barang-barang itu terlihat sangat mahal dan tidak biasa. Ada peralatan rumah tangga, beberapa pakaian eksklusif, dan bahkan perhiasan sederhana.
Tetangga mulai berspekulasi, membahas hubungan antara Kinanti dan pria yang disebut Zayn. “Wah, ini pasti calon suaminya. Kaya sekali!” bisik seorang tetangga dengan nada iri.
Sang ibu tampak ragu-ragu untuk menerima, namun karena desakan dari pengantar, ia akhirnya mengizinkan barang-barang tersebut diletakkan di ruang tamu.
“Semua ini terlalu mewah untuk kami...” gumam sang ibu dengan hati yang masih campur aduk antara terkejut dan bingung.
Sementara itu, Kirana hanya bisa memandang heran, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini dan bagaimana reaksi Kinanti nanti ketika pulang dan melihat kejadian tak terduga ini.
"Bagaimana ya reaksi ka Kinan nanti."gumam Kirana dan dia berangkat sekolah dengan sepedanya."Ayah ,ibu, Kirana berangkat dulu."
di awal minggu depan mulai pindah ke kantor pusat... ternyata mbulettt
di awal nenek lastri.. sekarang nenek parwati.. 😇😇😇
nyong mandan bingung kiye...