Bismillahirrohmanirohim.
Blur
Ulya sedang seorang gadis muslimah yang sedang menunggu dokter memeriksa ibunya dengan rawat wajah khawatir. Tapi disaat dia sedang terus berdoa untuk keselamatan sang ibu tiba-tiba dia melihat seorang bocah sekitar berumur 4 tahun jatuh tak jauh dari tempatnya berada.
Ulya segera membantu anak itu, siapa sangka setelah bertemu Ulya, bocah itu tidak ingin berpisah dengan Ulya. Anak kecil itu ingin mengikuti Ulya.
"Jadilah pengasuh Aditya, saya akan menyanggupi semua syarat yang kamu mau. Baru pertama saya melihat Aditya bisa dekat dengan orang asing apalagi perempuan. Saya sangat meminta tolong sekali, Ulya agar kamu meneriam tawaran saya." Raditya Kasa Hans.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Bismillahirohmanirohim.
...Seorang tidak pernah tahu kapan ajal akan menjumpai dirinya. Maka selama berada dimuka bumi ini, mari kita selalu berbuat kebaikan dan menjalkan perintah-Nya, untuk bekal kelak....
Ceklek!
Disaat Ulya sedang berbincang bersama kakak dan mamanya tiba-tiba saja ada orang yang membuka pintu kamar rawat ibu Rida orang tersebut langsung menyebut nama Ulya, sehingga membuat semua orang di dalam kamar rawat ibu Risa menoleh pada sumber suara.
"Ulya-" Hans menggantung ucapannya saat melihat 3 orang di dalam kamar rawat ibu Rida. Direktur rumah sakit Harapan Bangsa itu mengutuk dirinya sendiri karena telah ceroboh.
"Maaf." Sesal Hans.
Ulya, Fahri dan ibu Rida dapat melihat raut khawatir dari wajah tampan pria yang kini masih tetap berdiri di depan pintu kamar rawat ibu Rida. Bukan hanyar raut wajah khawatir yang Ulya lihat, tapi juga malu karena sudah ceroboh seperti sekarang ini.
"Ada apa, pak Hans. mengapa muka bapak terlihat khawatir, apakah terjadi sesuatu?" tanya Ulya yang sudah penasaran.
Ulya yakin sekali ada sesuatu yang telah terjadi, kalau tidak mana mungkin Hans bisa berada di kamar rawat mamanya saat ini.
"Lia, nggak sopan ya." Tegur Fahri membuat Ulya hanya bisa nyengir saja. Lalu Fahri beralih menyuruh Hans masuk lebih dulu.
"Masuklah direktur Hans, jika ada sesuatu yang ingin anda sampaikan."
Perkataan Fahri membuat Ulya membulat kan, kedua bola matanya sempurna, dia baru tahu dari abangnya kalau Hans seorang direktur. Entah Fahri tahu dari mana status Hans, tapi kalau sering mengikuti berita di beberapa stasiun tv pasti orang-orang tahu siapa Hans. Fahri juga mengikuti akun sosial media Hans.
Mendapat izin dari orang yang ada di dalam kamar rawat ibu Rida, Hans langsung masuk dan menyampaikan pada Ulya apa yang telah terjadi. Saat ini otak Hans dipenuhi Aditya yang menghilang entah kemana.
"Tolong bantu saja mencari Aditya, dia tidak ada di kamarnya!"
Deg!
"Inalilaihi." Ulya tersentak kagat, apalagi dia yang paling terakhir menemui Aditya.
"Beberapa orang telah mencari disekitar rumah sakit, tapi mereka tidak dapat menemukan keberadaan Aditya."
Sebelum berbicara pada Ulya, Hans sempat menyapa ramah ibu Rida dan Fahri.
"Fahri, Lia. Bantu tuan Hans agar bisa segera menemukan anaknya." Suruh ibu Rida angkat bicara.
"Tapi mama, siapa-"
"Kamu tenang saja Fahri, disini ada suster yang akan menjaga mama, lagipula kalian akan mencari Aditya disekitar rumah sakit lebih dulu. Cari dengan benar, harus ketemu." Ibu Rida langsung memotong perkatan putranya.
"Terima kasih, ibu Rida. Maaf sudah menyusahkan kalian semua." Sesal Hans.
"Tidak apa tuan Hans, sekarang segera cari anak tuan."
"Baik bu, tapi sebelum itu tolong panggil saja saya Hans."
"Tentu."
"Ayo!" Akhirnya Fahri yang mengajak Ulya dan Hans pergi untuk mencari keberadaan Aditya yang sekarang entah dia berada dimana.
Pastinya Aditya saat ini ada disuatu tempat, di rumah sakit tersebut tapi tidak banyak orang yang mengetahui tempatnya.
"Kita berpencar saja." Usul Ulya pada dua laki-laki yang kini berada di sebelah kanannya.
"Boleh berpencar, tapi inget dek. Balik dalam keadaan semula."
"Hahahaha!"
Ulya tertawa renyah mendengar penuturan abangnya. Sedangkan Hans yang baru saja melihat tawa Ulya seperti merasakan kenyamanan, bahkan sejenak rasa khawatirnya tidak terlalu berlebihan. Dia jadi yakin saat ini Aditya pasti baik-baik saja, walaupun begitu Hans belum bisa tenang kalau belum melihat Aditya secara langsung di depan matanya.
"Memang nanti Lia balik dalam keadaan compang-camping apa bang." Fahri mendengus kesal oleh adiknya.
"Kita berpencar!" Hans segera menyetujui usulan Ulya.
"Lia duluan cari di tempat lain." Pamitnya pada Fahri dan Hans.
Kini hanya tinggal Fahri bersama Hans yang masih berada didekat taman. Fahri menepuk pundak Hans pelan membuat empuhnya menoleh.
"Anak tuan Hans, pasti akan segera ditemukan." Fahri berkata sambil tersenyum untuk memberi semangat pada Hans.
"Terima kasih sudah mau membantu saya. Tolong jangan panggil saya tuan Hans, anda boleh memanggil saya Hans saja."
"Baiklah Hans, ayo kita berpencar." Keduanya segera berpisah, Fahri ke sebelah kiri bagian depan rumah sakit.
Hans pergi mencari ke sebelah kanan, bagian tengah-tengah rumah sakit yang tersambung sampai ke rooftop rumah sakit.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seorang anak laki-laki tengah menikmati angin yang berembus di atas rooftop rumah sakit, dia sepertinya sangat menikmati angin yang menghebus di wajahnya secara lembut, tak terusik dengan keadaan sekitar. Sesekali kedua bola matanya terbuka dan menatap pemandangan lurus ke depan dari atas rooftop rumah sakit.
Huh!
Anak laki-laki masih berumur 4 tahun itu menghembuskan nafas kasar. Tidak ada orang yang tahu hal apa yang sedang dia pikirkan. Wajahnya yang sangat mengemaskan membuat dirinya semakin tampan, walaupun sedang cemberut.
"Ya Allah, apa Aditya akan cegera mati?" pertanyaan yang keluar dari mulut Aditya pasti membuat siapapun akan merasa sedih.
Betul sekali, anak kecil itu adalah Aditya Kasa, dia sedang menikmati pemandangan dari rooftop rumah sakit. Aditya ingin selalu melihat dunia setiap harinya, maka dari itu dia tak pernah betah berada di dalam kamar rawatnya.
"Aditya belum ingin mati, Ya Allah. Baru beberapa hari ini Aditya bica meracakan ceperti bercama daddy dan mommy. Kata dokter penyakit Aditya culit untuk disembuhkan apalagi cudah cakit sejak kecil. Lalu apakah benar Aditya akan benar-benar mati dengan cepat!" Tatapan Aditya lurus ke depan.
Tidak tahu, dia paham atau tidak dengan ucapannya sendiri. Bisa-bisanya bocah 4 tahun membahas masalah kematian.
"Kalau Aditya pergi kacihan daddy dan mbak Lia pacti mereka cedih. Kalau operaci apa penyakit Aditya akan sembuh."
Deg!
Air mata Ulya sudah jatuh sedari tadi, sejak berapa menit yang lalu dia sudah berdiri tepat di belakang Aditya, kala Ulya akan menghampiri bocah yang dikhawatirkan hampir semua para pekerja di rumah sakit tersebut mengucapkan kata-kata yang tak Ulya sangka, gadis berhijab syar'i warna maron tersebut mengurangkan niatnya untuk menghampiri Aditya. Dia ingin tahu lebih dulu apa yang akan Aditya katakan.
Tiba-tiba saja kaki Ulya terasa lemas mendengar penuturan Aditya, dia mengingat momen sekarang ini, dimana Ulya pernah mengalami hal sama sebelumnya. Ketika sang ibu kecelakaan.
"Aditya." Panggil Ulya dengan suara serak miliknya. Ulya juga tidak tahu apa yang membuatnya menangis mungkin kata-kata Aditya barusan.
"Mbak Lia."
Ulya berusaha untuk tetap tersenyum, walaupun saat ini dia sedang menangis.
"Sini."
"Mbak Lia, kok bica tahu Aditya di rooftop."
Langsung saja Ulya memeluk Aditya sampai dirinya tidak menjawab pertanyaan bocah tampan ini.
"Mbak Lia, kok nangis?" kaget Aditya.
"Mbak Lia, nggak papa kok. Aditya sejak kapan berada di rooftoop. hemm?"
"Mungkin cekitar 1 jam yang lalu."
"Kamu, tahu kalau daddy dan beberapa orang mencari keberadan, Aditya?"
"Tahu mbak!" jawabnya enteng saja.
Memang sudah biasa Aditya membuat seisi rumah sakit gaduh, karena bocah itu selalu saja menghilang bak di telan bumi.
"Lain kali tidak boleh seperti ini lagi, oke."
Sebuah anggukan dari Aditya membuat Hans yang sudah berada di rooftop tak lama setelah Ulya tiba menghebuskan nafas lega, dia sempat mendengar obrolan Aditya dan Ulya. Tapi yang membuat Hans bertanya-tanya Ulya seperti sedang menangis.
'Ada apa, dengan gadis ini?' Hans bertanya-tanya pada diri sendiri.