Karena takut dipenjara dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, Kaisar Mahaputra terpaksa menikahi seorang gadis belia yang menjadi buta karena ulahnya.
Sabia Raysha ialah gadis yang percaya pada cerita-cerita Disney dan yakin bila pangeran negeri dongeng akan datang untuk mempersuntingnya, dia sangat bahagia saat mengetahui bila yang menabraknya adalah lelaki tampan dan calon CEO di perusahaan properti Mahaputra Group.
Menikah dengan gadis ababil yang asing sementara ia sudah memiliki kekasih seorang supermodel membuat Kaisar tersiksa. Dia mengacuhkan Sabia dan membuat hidup gadis itu seperti di neraka. Namun siapa sangka, perhatian dari adik iparnya membuat Sabia semakin betah tinggal bersama keluarga Mahaputra.
“Menikahimu adalah bencana terbesar dalam hidupku, Bia!” -Kaisar-
“Ternyata kamu bukanlah pangeran negeri dongeng yang selama ini aku impikan, kamu hanyalah penyihir jahat yang tidak bisa menghargai cinta dan ketulusan.” -Sabia-
**********
Hai, Bestie! Jangan lupa klik ❤️ dan like agar author semakin semangat update dan berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misteri Tentangmu
Siang atau malam tak ada bedanya lagi bagi Sabia. Sejak divonis buta beberapa hari yang lalu, pelan-pelan Sabia mulai membiasakan diri mengasah indranya yang lain. Ia mulai bisa membedakan siang dan malam dari suhu udara dan bunyi di sekitar. Seandainya ponselnya masih ada, mungkin Sabia tak perlu kerepotan untuk mencari tahu jam berapa sekarang, namun sejak kecelakaan itu ponselnya raib entah ke mana.
Tok tok tok.
Sabia tersentak, respon tubuhnya memerintahkan kepala Sabia menoleh ke asal sang suara.
"Non, ini Bik Yati," terdengar suara asing yang baru kali ini Sabia dengar. "Boleh Bibik masuk?" timpalnya.
"Masuk aja, Bik!" perintah Sabia.
Pintu pun dibuka, Bik Yati datang dengan membawa nampan berisi makan malam untuk Sabia.
"Saya disuruh Nyonya buat bawakan makan malam Non Sabia ke sini," terang Bibik sembari meletakkan nampan itu di meja nakas di samping ranjang Sabia.
"Terima kasih banyak, Bik. Tapi saya belum lapar." Sabia berusaha menarik ujung bibirnya dengan susah payah, suasana hatinya sedang tidak baik. Ia mulai gelisah dan kesepian.
"Non, dari siang Non Sabia belum makan apa-apa. Apa perlu Bibik suapi? Ngomong aja gapapa Non, jangan sungkan sama Bibik!" Bik Yati memaksa Nona mudanya.
"Saya cuma pengen jalan-jalan keluar kamar, Bibik bisa bantu angkat saya ke kursi roda dan bawa saya ke taman?" pinta Sabia mengiba.
"T- tapi Non—"
"Saya akan makan di sana, gimana?" sela Sabia mencari ide agar Bik Yati tak menolak.
Sambil menghela dan menghembuskan napas berat, akhirnya Bik Yati mengangguk dengan terpaksa. "Ya sudah, tapi Non janji harus makan, ya?!"
Sabia mengangguk cepat, ia mengulurkan tangannya pada Bik Yati yang sedang berada di sisi kanan tubuhnya. Insting dan nalurinya yang mulai tajam mengatakan hal itu.
Bik Yati tertegun melihat tingkah Sabia yang seperti orang normal, seolah Sabia tahu dan melihat di mana posisi dia sedang berdiri. Tapi saat mengawasi tatapan Sabia yang kosong tanpa ekspresi, seketika pemikiran Bik Yati pudar. Dengan sangat hati-hati, Bik Yati membantu Sabia berpindah dari ranjang ke kursi roda. Kondisi kakinya yang retak dan masih di gips membuat Sabia belum bisa bergerak bebas. Meski sudah berumur tapi tubuh Bik Yati lumayan kekar untuk ukuran tubuh seorang wanita. Dia pun masih enerjik dan kuat mengangkat Sabia seorang diri.
Dengan mengendap-endap, Bik Yati mendorong kursi roda Sabia menuju halaman belakang rumah yang berhadapan langsung dengan kolam renang dan gazebo. Setelah sampai di taman tak jauh dari kolam, Bik Yati mengunci kursi roda Sabia agar tak bergerak dan ijin kembali ke kamar gadis itu untuk mengambil nampan yang berisi makan malam.
Tak lama, Bik Yati kembali ke halaman belakang dengan tergopoh-gopoh sembari tolah toleh ke kanan dan ke kiri, khawatir ketahuan oleh Nyonya Besar kediaman Mahaputra.
"Non, yuk, makan!" Bik Yati dengan cekatan dan telaten menyuapi Sabia hingga nasi di piring habis tak bersisa hanya dalam hitungan 10 menit.
"Ngapain kalian di sini?"
"Eh ayam mati, ayamnya siapa? Ayamnya saya, ayam goreng!" Bik Yati sontak berteriak latah karena kaget. Latahnya panjang dan berirama seperti iklan ayam goreng.
Sabia yang sempat kaget mulai menajamkan pendengarannya dengan waspada, suara Hari yang sedang tertawa sepertinya berada tak jauh darinya.
"Tuan Hari, ih! Bikin Bibik pengen loncat aja!" sungut Bik Yati seraya meletakkan kembali piring di nampan, untung saja tadi dia tak reflek melempar piring itu ke arah tuan mudanya!
Hari tertawa, dia paling suka menggoda Bik Yati yang latah dan suka membanyol.
"Loncat aja nggak papa kali, Bik! Kali aja bisa ikut lomba loncat indah!"
"Iya kalo badan Bibik seksi, kaya Non Sabia gini! Lah badan udah kaya gentong beranak gini gimana mau ikut loncat indah, yang ada kolamnya kabur duluan sebelum Bibik nyebur!"
"Hahaha ..." tawa Hari kembali pecah. Bik Yati selalu bisa membuatnya tertawa.
Sabia yang mendengar lelucon Bik Yati pun terkekeh kecil. Padahal suara Bik Yati terdengar tegas dan tak bersahabat, namun ternyata dia lucu juga, Sabia membatin dalam hati.
"Eh, Non Sabia tertawa. Baru ini Bibik lihat ekspresi Non Bia berubah. Cantik loh Non kalo ketawa, ya kan, Tuan?!" Bik Yati menoleh pada Hari yang berdiri tak jauh darinya.
Hari yang masih tertawa lebar sontak terdiam saat Bik Yati memanggil namanya, ia melirik Sabia yang masih menyunggingkan senyum malu-malu di wajahnya.
"Tuh, Tuan Hari aja sampai terpukau!" solot Bik Yati lagi, ia memperhatikan wajah Tuan mudanya yang merona merah saat menatap senyuman di wajah Sabia.
Hari terbelalak, ia membuang muka dan jadi serba salah. Sabia yang mendengar gurauan Bik Yati sontak melenyapkan senyumnya. Apa-apa'an terpesona pada Kakak Iparnya sendiri?! Apa Hari sudah gila?!
"Tuan, titip Non Sabia sebentar ya! Saya mau nyuci piring ini dulu sama beresin meja makan!" Tanpa menunggu jawaban dari Hari, Bik Yati sudah lebih dulu berdiri dan meninggalkan dua manusia yang masih belum saling mengenal itu di taman.
Hening sesaat, Sabia memaku di kursi rodanya tanpa tahu harus berbuat apa. Oh, andai saja dia bisa kabur! Betapa kakunya berdiam diri begini dengan orang asing!!
"Berapa usiamu??" tanya Hari sembari duduk di gazebo. Kursi roda Sabia berada tepat di sebelahnya.
Sabia menghela dan menghembuskan napasnya gugup. "19 tahun," sahutnya lirih.
"Huh? Serius?!" Hari terbelalak tak percaya. Berarti selisih usia Sabia dan Kaisar cukup jauh!
"Emang harusnya berapa? 40 tahun?" cecar Sabia dongkol. Apa wajahnya terlalu tua untuk gadis berusia 19 tahun? Yang benar saja, bahkan suara Hari terdengar mirip Papanya Kaisar! Pasti usia mereka selisih tak jauh.
"Aku pikir masih 12 tahun, hahaha ..." Hari mencoba mencairkan suasana. Buset, Kakak iparnya galak juga ternyata ...
"Kamu sendiri berapa?! Pasti lebih tua dari aku!"
"Oh, jelas. Usiaku 25 tahun sejak bulan ini. Minggu lalu pas Kak Kaisar menabrakmu adalah hari ulang tahunku betewe," jelas Hari sendu.
Sabia terbungkam. Hari di mana seharusnya dirayakan dengan meriah pasti jadi kacau balau karena kecelakaan itu.
"Kamu berhutang satu momen kebahagian padaku, Kak Bia. Karena kecelakaan kalian, aku jadi harus merayakan momen pertambahan usiaku sendirian."
"Dih, apa peduliku! Minta tanggung jawab aja sana sama Kakakmu, kan dia yang sudah mencelakaiku." Sabia bersungut dengan wajah terlipat kesal.
Hari terkekeh, menggoda gadis belia ternyata seru juga. Galak-galak menggemaskan!
"Omong-omong soal Kakakku, bukankah kalian harusnya berduaan di momen-momen seperti ini? Pengantin baru kok malah nyepi sendirian di taman!"
"Emangnya kalo pengantin baru nggak boleh sendirian?" sela Sabia heran, sejak kapan peraturan seperti itu berlaku?
"Bukan nggak boleh, sih. Cuma mengherankan saja. Harusnya kalian sedang ehem-ehem di dalam kamar, ini malah kaya orang berantem nyepi sendirian!"
"Ehem-ehem??" Sabia mengerutkan keningnya bingung. Ia yang masih polos dan lugu mulai bingung dengan arah pembicaraan Hari.
Hari terkikik, apakah Kakak Iparnya ini baru menetas dari telur? Kenapa dia polos sekali! Dapat dari mana si Kaisar itu manusia keluaran terbaru macam begini?
"Iya, ehem-ehem! Emangnya kalian belom pernah?"
Sabia menggeleng. Sudah dua hari ini dia menikah namun mereka tak pernah berkomunikasi, kecuali saat saling menyapa usai ijab kabul kala itu.
"Ehem-ehem itu apa?" tanya Sabia polos.
Hari terbelalak, ia mengawasi mimik wajah Sabia yang memang penasaran dengan istilah itu.
"Hmmm, apa ya? Istilah kerennya sih, bermain jarum!"
"Jarum?" Bola mata Sabia membulat, Hari yang memperhatikan itu sontak berkeringat dingin karena kembali terpesona.
"Iya, jarum! Kamu tanyakan sendiri saja sama Kak Kai nanti begitu dia datang!" Hari membuang muka, wajahnya pasti memerah karena membayangkan yang tidak-tidak!
"Gimana bisa bertanya, dia sendiri nggak pernah mengajakku bicara!" keluh Sabia sedih.
"Oh ya?"
Sabia mengangguk beberapa kali, membuatnya semakin terlihat menggemaskan seperti bayi. Andai bukan Kakak Iparnya, mungkin Hari akan menggigit pipi Bia saking gemasnya!
"Kaisar itu pelit bicara, ya? Atau mungkin aku aja yang terlihat nggak menarik untuk diajak ngobrol?"
"Nggak, kok. Aku suka mengobrol denganmu, Kak Bia. Kak Kai memang susah beradaptasi dengan orang baru, nanti juga dia pasti luluh dan dekat denganmu. Bersabar saja."
..
..
..
..
Nyatanya, di tempat berbeda di lantai 35. Suara dessahan napas dan erangan tertahan bergantian mendominasi permainan panas di atas ranjang itu. Kaisar sedang menikmati himpitan hangat dari inti Patricia yang naik turun di atas tubuhnya.
Sejak satu jam yang lalu, penyatuan itu seolah menjadi pelampisan rindu di antara keduanya. Pertengkaran yang dua minggu sebelumnya mengganggu hubungan asmara keduanya, pernikahan Kaisar yang memutar balikkan kehidupannya seolah tak lagi berarti ketika dua insan itu telah dikuasai nafsu.
"I love you, Pat!" bisik Kaisar lembut seraya mencium pundak Patricia yang basah oleh keringat setelah permainan mereka berakhir.
Kaisar menoleh pada jam di atas nakas, jam 12 malam. Ia merengkuh tubuh seksi Patricia ke dalam pelukannya dan mulai memejamkan mata. Ia lelah ...
coba klo ga sakit apa mau di puk puk
cuma taunya marah kan bang koi bang koi pulang" mlh sakit 🤣🤣🤣
Kai ini cari mslh aja ada yg halal
tp cinta mo lawan kah😍