Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan di Bawah Langit Malam
Malam itu, di markas geng, semua orang berkumpul. Suasana tidak sepanas biasanya. Tidak ada suara mesin motor yang meraung atau perdebatan antar anggota. Mereka hanya duduk mengelilingi api unggun kecil di tengah lapangan, menikmati keheningan yang jarang terjadi.
Darren berdiri di depan semua orang, menarik napas dalam. Malam ini, dia akan mengatakan sesuatu yang selama ini dia pendam. Dia menoleh ke Skaya, yang duduk di antara anggota gengnya sendiri. Matanya menatap Darren dengan sorot penuh pertanyaan.
"SKAYA APRILIA SIREGAR." Suara Darren terdengar tenang, tapi penuh ketegasan. Semua orang langsung diam, fokus pada apa yang akan dia katakan.
Skaya mengangkat alis. "Kenapa?"
Darren menatapnya dalam-dalam. Tidak ada lagi kebingungan, tidak ada lagi keraguan. "Selama ini gue selalu menutup diri. Selalu menghindar, selalu berpikir kalau gak ada gunanya deket sama siapa pun. Tapi lo…" Dia menelan ludah. "Lo datang dan nge-hancurin semua pertahanan gue."
Skaya membeku. Matanya sedikit melebar, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Lo keras kepala, gak pernah nyerah. Bahkan waktu gue dorong lo pergi, lo tetep balik lagi." Darren menghela napas, lalu tersenyum kecil. "Gue gak tahu kapan tepatnya perasaan ini mulai muncul, tapi satu hal yang gue tahu.... Gue gak mau lagi pura-pura gak ngerasain ini."
Seluruh geng terdiam. Beberapa saling bertukar pandang, tapi tidak ada yang berani mengganggu momen ini.
Skaya menggigit bibirnya. "Darren...."
Daren melangkah lebih dekat. "Gue sayang sama lo, Skaya."
Jantung Skaya seperti berhenti berdetak sejenak. Semua orang menahan napas. Bahkan api unggun di tengah mereka seolah ikut menunggu jawaban.
Skaya menatap mata Darren, mencari kebohongan di dalamnya. Tapi dia tidak menemukan apa pun, hanya ketulusan. Dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi kata-kata tidak keluar. Jadi, dia memilih cara lain. Dengan langkah pelan, dia mendekati Darren.... Dan memeluknya erat.
Seluruh geng langsung bersorak. Beberapa bahkan bertepuk tangan, menertawakan bagaimana akhirnya dua orang paling keras kepala di tempat itu berhenti menyangkal satu sama lain.
Darren tersenyum kecil, membalas pelukan Skaya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia merasa tenang. Dan malam itu, di bawah langit malam yang penuh bintang, akhirnya dia menemukan rumahnya.
-------
Malam yang Hanya Milik Mereka Berdua
Setelah sorakan dan godaan dari teman-teman mereka mereda, Darren menarik tangan Skaya, membawanya pergi dari keramaian.
Mereka berjalan ke bukit kecil di belakang markas, tempat di mana langit malam terbentang luas, dipenuhi bintang yang berkelap-kelip.
Skaya berdiri dengan tangan di saku jaketnya, menatap langit. "Lo yakin gak salah ngomong tadi, Darren?" tanyanya dengan nada menggoda.
Darren, yang berdiri di sampingnya, hanya mendengus pelan. "Kalo gue salah ngomong, lo udah ninggalin gue di depan anak-anak tadi."
Skaya tertawa kecil. "Gue emang keras kepala, tapi bukan berarti gue gak bisa ngerasain sesuatu, Darren."
Dia berbalik menatap laki-laki itu. Sorot matanya lebih lembut dari biasanya. "Gue juga suka sama lo." Skaya menatapnya lama, seolah ingin memastikan bahwa itu nyata.
"Lo serius?" tanyanya pelan. Skaya mengangguk. "Gue gak main-main, Darren."
Hening menyelimuti mereka. Hanya suara angin malam yang berbisik di antara pepohonan.
Lalu, dengan hati-hati, Darren mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Skaya. Sentuhan itu begitu pelan, seolah dia takut Skaya akan menghilang jika dia terlalu kasar.
"Gue udah lama nunggu lo bilang itu," bisiknya.
Skaya tersenyum, lalu tanpa ragu, dia bersandar ke dada Darren. Napas laki-laki itu sedikit tercekat, tapi kemudian dia melingkarkan tangannya di sekitar tubuh Skaya, memeluknya erat.
Di bawah langit malam, mereka hanya berdiri di sana, tanpa kata-kata, hanya menikmati kehadiran satu sama lain. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Darren merasa bahwa dia tidak sendirian lagi.
------
Janji di Bawah Bintang
Pelukan mereka bertahan lama, seolah dunia mengizinkan waktu berhenti sejenak hanya untuk mereka.
Skaya menutup matanya, menikmati detak jantung Darren yang terdengar stabil di dadanya. "Darren…" gumamnya pelan.
"Hmm?" Darren menjawab tanpa melepaskan pelukannya.
Skaya menarik napas dalam, lalu mengangkat wajahnya sedikit, menatap mata laki-laki itu dari jarak yang begitu dekat. "Setelah semua yang kita lalui, lo masih mau bareng gue?"
Darren menatapnya lama, lalu mengusap rambutnya dengan lembut. "Gue gak pernah sebodoh itu buat ngelepasin lo, Sky."
Senyuman kecil terukir di bibir Skaya. "Lo tahu kan, hidup gue gak pernah tenang? Gue anak motor, punya musuh, dan mungkin di masa depan masih bakal ada bahaya yang ngikutin gue."
Darren terkekeh. "Lo pikir hidup gue lebih tenang dari lo? Kita sama aja, Sky."
Skaya menatapnya, mencari sesuatu di matanya. "Kita bakal baik-baik aja, kan?"
Darren menatap langit sebentar, lalu kembali menatap Skaya. "Kita bakal ngelewatin semuanya bareng-bareng."
Skaya tersenyum kecil. Lalu, tanpa peringatan, dia berdiri berjinjit dan mengecup pipi Darren dengan cepat.
Darren membeku. Mata lebarnya menatap Skaya yang sudah menjauh sambil tertawa kecil. "Gue duluan, Darren," katanya dengan nada menggoda.
Darren sempat terdiam, tapi kemudian smirknya muncul. "Lo berani main kayak gini sama gue?"
Dan dalam hitungan detik, dia menarik Skaya lebih dekat dan mengecup keningnya lama. Skaya terdiam, jantungnya berdebar begitu kencang.
"Sekarang kita impas," bisik Darren dengan suara serak tepat di telinganya.
Wajah Skaya merona. "Darren!"
Laki-laki itu tertawa kecil dan menariknya kembali ke dalam pelukannya. Malam itu, di bawah taburan bintang, mereka tidak butuh kata-kata lagi. Karena tanpa janji pun, mereka tahu.... Mereka akan tetap berjalan bersama.
-------
Bahan Ejekan Seumur Hidup
Saat mereka kembali ke markas, suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Terlalu sunyi. Lalu....
"WOYYY!!!" Sekelompok suara pecah bersamaan. Anak-anak geng langsung berdiri, menyoraki mereka dengan wajah penuh kemenangan.
"AKHIRNYA!" seru Arya sambil menepuk jidatnya. "Gue kira lo berdua bakal butuh satu dekade lagi buat jadian!"
Damar menyilangkan tangan di dadanya dengan ekspresi penuh arti. "Jadi selama ini lo dingin sama cewek-cewek, tapi langsung luluh sama Skaya, ya?"
"Cih, menye-menye banget, Bos," celetuk Dito sambil pura-pura muntah.
Darren melotot tajam. "Lo semua masih pengen hidup, kan?" Tapi bukannya takut, justru suara tawa makin pecah.
"Ya ampun, tadi kita ngintip dikit, loh!" ujar Rama - bukan saudara kembarnya, tapi salah satu anak geng. "Darren yang dingin dan tak tersentuh… berubah jadi cowok romantis!"
Skaya menatap Darren dengan seringai. "Jadi lo romantis, Ren?"
Darren mendesah panjang dan mengusap wajahnya. "Gue nyesel balik ke sini."
"GAK ADA PENYESALAN, BOS!" seru mereka kompak.
Salah satu anggota geng Skaya, Nadine, ikut maju dengan tangan di pinggang. "Lo tau gak, Skaya? Lo baru aja ngalahin ratusan cewek yang ngecengin Darren bertahun-tahun!"
Darren mengangkat bahu. "Ya mau gimana? Dia gak bisa nolak gue."
Sorakan makin pecah. Darren, yang sudah diambang batas kesabaran, mengacak rambutnya dengan frustasi. "Lo semua KEBANYAKAN BACOT!" Tapi semua orang tetap ketawa.
Karena malam ini, mereka akhirnya punya bahan ejekan seumur hidup untuk sang ketua geng. Dan untuk pertama kalinya, Darren tidak keberatan dengan itu.
------
Traktiran Sang Ketua Geng
Setelah puas menyoraki Darren dan Skaya, tiba-tiba Arya berdebar keras, menarik perhatian semua orang.
"Oke, oke, cukup. Sekarang waktunya pembahasan yang lebih serius."
Semua langsung diam, mengira Arya akan membahas sesuatu yang penting. Lalu dia tersenyum lebar. "DARREN HARUS TRAKTIR KITA MAKAN!"
"BETUL!!" teriak semua orang serempak.
Darren yang sedang minum air langsung tersedak. "Hah?! Kenapa gue harus traktir?!"
Damar menepuk pundaknya dengan ekspresi sok bijak. "Lo udah resmi jadian sama Skaya, bos. Itu momen bersejarah. Traktiran wajib."
"Iya, iya! Ini perayaan perdamaian antara geng kita juga!" timpal Nadine dari geng Skaya.
Skaya yang berdiri di sebelah Darren hanya nyengir. "Atau lo gak sanggup, Ren?"
Mata Darren menyipit ke arahnya. "Lo sengaja mancing gue, ya?"
Skaya mengangkat bahu. "Mungkin."
Darren mendesah panjang, lalu melirik anak buahnya. "Gue nyesel punya temen-temen kayak lo semua."
Dito menyeringai. "Tapi lo tetep sayang sama kita, kan?"
Darren melotot tajam, tapi akhirnya menyerah. "Oke, oke. Gue traktir, tapi jangan pada pesan yang mahal-mahal!"
"WOOHOOO!!"
Mereka akhirnya pergi ke tempat makan langganan geng, sebuah warung makan sederhana tapi porsinya besar dan rasanya luar biasa.
Malam itu, mereka makan bersama, bercanda, dan menikmati kebersamaan yang langka. Perbedaan antara geng Darren dan geng Skaya perlahan memudar. Tidak ada lagi batasan, hanya tawa dan kebersamaan.
Di tengah keramaian, Darren menoleh ke Skaya yang duduk di sebelahnya.
"Lo bahagia?" tanyanya pelan.
Skaya menatapnya, tersenyum, lalu mengangguk. "Banget."
Darren mengulum senyum, lalu kembali fokus ke makanannya, sementara teman-teman mereka terus bercanda dan menggoda mereka berdua.
Malam itu, mereka bukan hanya merayakan cinta. Mereka merayakan persahabatan, keluarga, dan kebersamaan yang tidak tergantikan.