Pernikahan Brian Zaymusi tetap hangat bersama Zaira Bastany walau mereka belum dikaruniai anak selama 7 tahun pernikahan.
Lalu suatu waktu, Brian diterpa dilema. Masa lalu yang sudah ia kubur harus tergali lantaran ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya yang semakin membuatnya berdebar.
Entah bagaimana, Cinta pertamanya, Rinnada, kembali hadir dengan cinta yang begitu besar menawarkan anak untuk mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HangOut
"Dokter lagi apa disini?" Senyum lebarnya memberi tanda bahwa ia senang melihat Zaira. Belum dijawab, ia menimpali "Oh, dokter. Apakah anda akan.... " Nada menggantung kalimatnya.
"Suami saya bekerja disini". Zaira tahu Nada sengaja menggantung ucapannya tadi supaya Zaira memberi penjelasan tentang keberadaannya di kantor pengacara.
"Oh astaga. Maafkan pikiran saya dokter. Kalau begitu, saya permisi dokter. Selamat sore". Nada tersenyum seraya berjalan melewati dokter Zaira dan Andre. Nada melirik Andre sebentar, memberikannya senyuman yang lebar.
"Apa kau mengenalnya, Ra?" Andre terus memandang perempuan yang berjalan ke arah mobil merah.
"Ya. Dia anak kepala Rumah sakit tempatku bekerja".
"Ayo, kemari". Andre berbelok ke lorong sebelah kanan. Pada ruangan paling ujung, Andre langsung membuka pintu. Melihat kedalam. " Tidak ada orang. Tunggulah di dalam, biar aku cari dia". Andre mempersilakan Zaira masuk.
"Sayang"
Andre dan Zaira melihat kebelakang. Brian berdiri di belakang.
"Kemana saja. Istrimu mencarimu."
"Aku baru buat kopi" Brian menunjuk kopi yang dipegangnya sebelah kiri.
"Ya sudah. Aku keruanganku dulu."
Selepas Andre pergi, Brian mengajak Zaira masuk. "Ada apa sayang?"
"Kamu sibuk ya? Sampai pesanku pun tidak di balas-balas".
"Ah, maaf sayang. Aku tidak lihat. Tadi Hp ku, aku letak di atas meja sedari tadi.". Brian meletakkan kopi dan mengambil Hp nya di atas meja.
Zaira berjalan ke arah meja di sebelah kanan ruangan. Membuka sebuah bingkai foto yang terbalik. Ia tahu foto apa itu. Tapi kenapa foto ini terbalik? Dibukanya foto itu, di tegakkan seperti biasanya. Foto yang sama seperti dilayar laptop Zaira tadi.
"Oh, kenapa terbalik ya?" Brian malah bertanya. "Mungkin tertiup angin, sayang."
Memang meja itu tepat di depan jendela kaca yang terbuka lebar.
Zaira membalikkan badannya dan bertanya."Mas, kamu sudah makan?"
"Aku baru saja makan, sayang. Tadi siang aku tak sempat makan."
Zaira mengangguk lambat. Ada yang menganggu pikirannya saat ini.
"Baiklah, aku balik dulu." Ucap Zaira sambil beranjak pergi.
"Tunggu, kita pulang sama saja, sayang. Sebentar, aku bereskan ini dulu". Brian menahan lengan Zaira yang sejak tadi di lipatnya.
"Aku bawa mobil, Mas. Aku balik ke rumah sakit. Ada jadwal operasi malam ini".
Brian mengangguk lambat.
Zaira menyunggingkan sedikit senyuman dan berjalan ke arah pintu.
"Sayang." Brian mendekat. Membalikkan pelan tubuh Zaira dan memeluknya. "Maafkan aku, ya. Karena tidak baca pesanmu". Brian mengusap rambut Zaira yang di gulungnya. "Lain kali aku akan cepat balas pesanmu seperti biasa. Tapi serius, hari ini aku benar-benar tidak lihat Hp ku. Jadi..."
Zaira melepaskan pelukannya. "Mas, ini bukan masalah".
"Baiklah. Aku tunggu dirumah". Brian mengecup dahi istrinya. "Hati-hati sayang".
Zaira menutup pintu. Tangannya masih menggenggam disitu. 'Benar-benar tidak keluar mengantarku' pikirnya.
Ia berjalan menuju mobil putih miliknya, hingga mobil itu menghilang, Brian pun menutup gorden jendela kacanya.
*****
Operasi di percepat sore ini. Zaira yang menerima telpon di mobil langsung menancap gasnya.
Setelah operasi, Zaira terduduk lesu di kursinya. Ia memandang Hp nya yang bergetar di atas meja.
"Halo"
"Ra, operasimu jam berapa selesai?" Suara Hani di seberang.
"Sudah selesai. Di percepat karena kondisi pasien. Ada apa?"
"Ya ampun, lesu sekali. Ayo, ikut kami". Suara Hani bersemangat.
"Ayo, Ra. Sudah lama,kan, kita bekerja. Sekaranglah Quality Timeeee". Suara Revi menyambar telinga. Zaira merenggangkan posisi Hp dari kupingnya.
"Kirim Lokasi. Nanti aku kesana"
"YEAAAY". Suara dua orang bahagia diseberang.
'Hah.. kekanakan sekali' batinnya.
Zaira membuka fitur chat suaminya. Mengetik sesuatu...
'Mas, aku pergi sebentar dengan Hani. Operasiku sudah selesai'
Zaira berpikir sebentar.
Lalu menghapus pesannya dan menyimpan Hp nya ke dalam tas. Tak perlu izin kali ini. Pikirnya.
Entah kenapa hari ini pikirannya sedikit berantakan. Mungkin bermain dengan Revi dan Hani diluar bisa sedikit menyembuhkan pikiran, batinnya.
******
Mereka bertiga berjalan di lantai berkilauan karena sorot banyaknya lampu sebuah Mall.
"Hahaha duh, akhirnya aku menginjak Mall dari sekian lamaaaa" Revi merentangkan tangannya dan berteriak bahagia. Orang-orang disekitar melirik.
"Dasar gila. Bukannya 2 minggu lalu kau baru belanja disini?" Hani mendorong Revi supaya menjauh. Malu karena kelakuan anehnya.
"Benarkah? Bukannya itu setengah tahun yang lalu, ya?" Revi mendekat lagi. Revi memang suka berjalan-jalan, berbelanja, dan menghabiskan uang suaminya. Uangnya? Tentu saja disimpannya sendiri.
Bertemu dengan orang-orang yang mempunyai tekanan dalam hidup terkadang membuat Revi ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Itulah sebabnya setelah bekerja ia menyempatkan menghibur dirinya sendiri.
Dia dan suaminya menjalani pernikahan jarak jauh. Dia menolak ikut dengan suaminya yang seorang pebisnis di Singapura. Ia dan suaminya sempat bersitegang lantaran Revi yang menolak mundur dari pekerjaannya. Akhirnya, suaminya mengalah. Mereka memutuskan berhubungan jarak jauh. Kadang Revi yang mengambil cuti dan menemui suaminya, atau sebaliknya.
Mereka berhenti di sebuah toko pakaian. Zaira ikut melihat-lihat. Karena memang sudah lama sekali ia tidak berbelanja.
Zaira memilih beberapa dress dan setelan. Begitu juga Revi yang tak kalah heboh keluar masuk ruang ganti.
"Tidak di coba dulu?" Tanya Hani yang melihat Zaira langsung ke kasir.
"Ini sudah seukuran"
Hah.. Zaira memang tipe perempuan yang tak mau ribet.
"Ayooo, kita serbu toko sepatuu" Revi setengah berteriak dan berlari kecil ke arah toko sepatu disebelahnya.
Kedua temannya hanya menggelengkan kepalanya.
Setelah lelah berbelanja, mereka memilih resto yang akan mereka kunjungi.
"Kita ke foodcourt atas saja, yuk. Biar bebas pilih sesuai selera masing-masing" Revi memberi usul. Yang lain setuju.
Meja mereka sudah penuh dengan makanan dan minuman.
"Ah, Zaira. Bisa aku minta tolong? Sausku ketinggalan di sana". Hani menunjuk salah satu stand makanan tak jauh dari tempat mereka. Karena tangan Hani sudah penuh saus, ia meminta tolong Zaira.
Saat beranjak, Zaira hampir menabrak seseorang dengan nampan makanan di tangannya.
"Oh. Hampir. Astaga, maafkan sa...". Kalimat Zaira menggantung sesaat setelah melihat siapa orang yang hampir dia tabrak.
"Ah, dokter rupanya. Hampir saja." Bibir yang selalu meyinggingkan senyuman kini berada tepat di hadapan Zaira lagi.
"Dokter makan sama siapa?" Ia melirik dibelakang Zaira. "Apakah mereka dokter di rumah sakit juga?" Tanya Nada.
"Benar".
"Halo, Salam kenal, dokter-dokter". Nada tersenyum hingga membuat matanya menyipit.
"Oh, anda apakah anak dokter Winda?" Revi menyeletuk dari ujung meja
"Dokter mengenal saya?"
"Saya hanya melihat anda bersama dokter Winda tadi pagi."
"Maaf dokter, saya tidak bisa berjabat tangan". Nada mengangkat sedikit nampan di tangannya. "Baiklah, dokter, saya duluan ya. Pacar saya sedang menunggu disana." Nada melirik arah dimana ia duduk.
Zaira melihat ke arah pandangan Nada. Tidak terlihat karena terlalu dibelakang dan tertutup Stand makanan.
Nada berlalu meninggalkan dokter-dokter yang sejenak terdiam.
Bersambung....
cow gk tahu diuntung