Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembawa Sial
"Kamu haid?" Bisik Erkan tepat di telinga Lisa. Refleks Lisa pun berbalik.
Deg!
Jantungnya seperti mau copot karena jarak wajah mereka begitu dekat. Karena kaget, Erkan pun mundur beberapa langkah.
"Tembus." Gumam lelaki itu yang masih bisa dipahami oleh Lisa. Sontak pipi Lisa pun semakin merona.
"Terima kasih." Karena sangat malu, Lisa pun langsung membayar barang belanjaannya dan bergegas pergi.
"Lah, kenapa si Neng Lisa? Kok lari terbirit-birit gitu." Tanya Buk Een yang tidak tahu menahu soal 'tembus' yang memalukan itu.
"Mungkin buru-buru, Buk. Ini uangnya, ambil aja kembaliannya." Erkan pun memberikan uang pecahan dua puluh ribu.
"Makasih Mas."
"Sama-sama, Buk." Erkan pun melanjutkan perjalaannya. Sebenarnya Erkan sama sekali tidak berniat untuk membeli susu kaleng. Karena jalanan di ujung sana buntu, jadi Erkan pun memutar haluan. Namun saat di depan warung, ia tidak sengaja melihat rok yang Lisa kenakan kotor seperti kena noda darah. Bahkan noda itu tidak sedikit. Karena itu ia mencoba menegur gadis itu jangan sampai malu karena banyak yang melihatnya. Dia gak tau saja, hanya mendapat teguran darinya Lisa sudah sangat malu. Malunya itu seperti kepergok nyuri sama orang satu kampung.
Di rumahnya, Lisa terus menggerutu.
"Kok bisa tembus sih? Padahal dari tadi aku tuh sengaja gak duduk. Lagian biasanya juga hari pertama gak sebanyak ini. Apa jangan-jangan karena aku lihat ketampanan Pak Erkan ya? Makanya hormonnya berubah?" Lisa tampak berpikir keras.
"Ih... mana ada seperti itu? Kok aku baru sadar ya? Setiap kali ketemu dia, pasti aku sial. Apa jangan-jangan dia itu pembawa sial? Ck, gak boleh mikir buruk gitu, Lisa. Bodo ah, mending aku bersih-bersih dari pada mikirin duda itu." Lisa pun masuk ke kamar mandi dengan perasaan kesal.
****
Keesokan harinya....
Saat ini Lisa sudah terlihat cantik dengan kebaya hitam yang mencetak jelas tubuh seksinya. Dan membiarkan rambutnya tergerai indah. Pagi ini satu keluarga akan menghadiri undangan pernikahan salah satu warga.
"Mamah!" Panggilnya. Tidak lama Mamah Endang pun datang ke kamarnya.
"Naon atuh Neng teriak-teriak wae."
"Di mana jepitan rambut Eneng yang punya SMA dulu? Yang Eneng beli di toko Pak Haji." Tanya Lisa sambil mengobrak-abrik isi laci.
"Lah... Mamah mana tahu. Kan kamu yang simpen, lagian buat apa nyari barang yang udah lama?"
"Jepitannya masih bagus, Mamah. Sekarang lagi ngetrend lagi."
"Udah pake aja yang ada, gak usah cari yang gak ada. Ribet banget kamu mah."
"Ih... si Mamah mah, orang itu barang berharga juga. Ya udah hayuk, udah beres semua kan?"
"Udah, tinggal nunggu kamu aja yang kelamaan."
Lisa pun nyengir tanpa dosa. "Ayok, Eneng udah siap dihalalin." Candanya seraya menggandeng tangan sang Mamah.
"Duh... sekali aja gak becanda gak bisa kayaknya." Keluh Mamah yang langsung memboyong Lisa keluar.
"Pagi menjelang siang Aa jelek." Sapa Lisa pada Aa tercinta yang sebenarnya sangat tampan dengan kemeja batik.
"Dih... kayak situ cantik aja. Molornya aja ngences."
Lisa mendengus kesal. "Bodo, woee."
"Ck, kok pada ribut sih. Ayok berangkat. Kasian daging rendangnya udah pada nunggu di santap." Abah ikut menimbrungi.
"Si Aa yang salah, Bah. Eneng mah dari tadi diem aja."
Asep terkejut mendengarnya perkataan adiknya. "Lah... perasaan dia yang mulai duluan, kok jadi aku yang disalahin. Aneh si Eneng mah, untung adek kandung. Mun lain mah udah di masukin empang." Omelnya.
Lisa yang masih bisa mendengar itu pun menjulurkan bibirnya dan langsung keluar dari rumah.
Saat sampai di depan gerbang. Mereka pun berpapasan dengan Erkan dan Rayden yang juga sudah terlihat rapi.
"Wah... mau kondangan juga ya?" Sapa Mamah.
Lisa yang masih ingat kejadian kemarin pun memalingkan wajahnya dari Erkan. Rasa malu itu masih belum hilang sepenuhnya.
"Iya, Buk. Solanya dapat undangan juga." Jawab Erkan sempat melirik Lisa. Namun itu tidak berlangsung lama karena takut ketahuan.
"Ya udah atuh hayuk kita berangkat sama-sama." Ajak Mamah.
"Mari, Pak Erkan. Jangan sungkan." Kali ini Abah pun ikut menimpali.
"Iya, Pak."
"Papa, aku mau sama Kakak cantik." Rayden langsung berlari mendekati Lisa. Bahkan anak itu langsung menautkan jemari kecilnya di antara jari-jari lentik Lisa.
Lisa tersenyum manis. "Ganteng benget sih."
Rayden mendongak sambil tersenyum manis. "Kakak juga cantik, Ray suka."
Semua orang tertawa mendengarnya.
"Udah atuh hayuk, nanti keburu habis rendangnya." Ajak Aa Asep berjalan paling depan.
"A, jangan lupa jemput Teh Devi dulu."
"Gak usah, udah janjian di tempat acara. Tadi Aa udah minta dia buat jagain bangku."
"Lah, pake dijagain segala. Emangnya itu bangku bakal lari?" Celetuk Lisa.
"Kamu mah gak tau aja bangku di sini mah punya banyak kaki." Sahut Asep mempercepat langkahnya.
"Emang iya, Mah?" Tanya Lisa terlihat serius.
"Lah... ucapan Aa kamu kok malah di denger. Udah fokus lihat jalan, tar keinjak taik kucing." Jawab Mamah sekenanya.
"Ih si Mamah mah malah doain yang enggak-enggak."
Hanya butuh waktu lima menit mereka pun tiba di tempat acara. Mereka pun disambut ramah oleh pemilik acara.
"Udah sana kalian masuk, Abah di sini nyambut tamu undangan." Ujar Abah.
"Ya udah, Mamah masuk ya Bah."
"Iya."
Lisa, Mamah, Rayden dan Erkan pun masuk ke tenda. Tempat itu masih agak sepi karena belum banyak tamu yang datang. Mempelai pria diperkirakan baru datang setengah jam lagi.
"Neng, Mamah ke dalam dulu ya? Mau nyapa Ibu-ibu yang lain."
"Iya, Mah." Jawab Lisa tersenyum ramah. Dan sekarang hanya ada dirinya, Erkan dan Rayden di sana.
"Wah, udah kayak keluarga kecil aja ini Pak Erkan sama Neng Lisa. Mana bajunya coupelan lagi." Celetuk salah seorang Ibu-ibu sambil terkekeh geli.
Mendengar itu refleks Lisa pun melihat ke arah Erkan. Meneliti penampilan lelaki itu.
Ya ampun, kenapa aku gak sadar kalau batik yang dia pake sama kayak rok aku sih? Aduh... kok bisa kebetulan gini sih? Gak mungkin juga jodoh kan? Tapi kalau jodoh aku kayak gini, auto sianida. Siap nikah sana duda. Lisa terkekeh dalam hati.
Bukan hanya Erkan yang memakai batik itu, ternyata Rayden juga memakai motif yang sama.
"Iya nih, gak nyangka kalian teh pasangan. Kiraian mah Pak Erkan cuma kebetulan tinggal di depan rumah Pak Kades. Ternyata menjalin hubungan sama Neng Lisa. Selamat ya, kapan mau nikahnya?"
Eh?
"Maaf, Buk. Kami cuma kebetulan aja gak sengaja pake baju yang hampir mirip. Saya dan Lisa tidak punya hubungan apa-apa." Jelas Erkan tidak ingin menyulitkan Lisa. Padahal dalam lubuk hatinya yang terdalam ia berharap Lisa benar-benar jodohnya.
Tanpa Erkan sadari, Lisa terlihat kecewa dengan jawabannya itu. "Iya ibu-ibu, lagian mana mungkin saya pacaran sama Pak Erkan. Kami aja baru ketemu kemarin. Iya kan, Pak?"
Erkan menoleh. "Ya."
"Lah... kirain emang bener punya hubungan. Padahal kalau iya pun gak papa. Cocok banget soalnya, Neng Lisa cantik dan Pak Erkan ganteng. Serasi pokoknya mah."
"Hehe... maaf ya Buk. Kami permisi dulu, perut udah keroncongan soalnya belum sarapan." Pamit Lisa tidak mau terlibat jauh dengan obrolan absurd ibu-ibu itu.
"Oh enya silakan, Neng. Duh... si kecil meni kasep pisan nya."
Lisa pun cepat-cepat membawa Rayden menjauh dari ibu-ibu itu. Sedangkan Erkan memilih bergabung dengan bapak-bapak kampung.
"Ray mau makan apa?" Tanya Lisa.
"Ray mau nasi sama ayam aja, Kak." Jawan Rayden sambil menunjuk ayam goreng.
"Ya udah, Ray duduk dulu. Nanti Kakak ambilin ya."
"Iya." Dengan patuh Rayden pun duduk di kursi. Dan tidak perlu lama Lisa pun sudah kembali dengan dua buah piring di tangannya.
"Mau minum es buah gak?" Tanya Lisa seraya meletakkan piring nasinya di atas kursi.
"Mau."
"Tungguin nasi Kakak ya? Kakak ambil minum dulu."
"Iya." Rayden mengangguk patuh. Mereka terlihat sangat akrab dan membuat gadis lain yang melihat itu iri. Pasalnya banyak dari mereka yang mencoba mendekati Rayden, namun anak itu selalu saja menolak.
Setelah mengambil minuman, Lisa pun duduk di sebelah Rayden. Melihat Rayden yang kesulitan memotong daging, Lisa pun langsung menawarkan diri untuk menyuapinya.
"Sini Kakak yang suapin." Lisa meletakkan piringnya di kursi kosong. Lalu meraih piring dari tangan Rayden. Dan dengan telaten ia menyuapi anak itu.
Tanpa Lisa sadari, Erkan tersenyum tipis melihat kemesraan mereka. Baginya sangat sulit menemukan momen seperti sekarang ini, karena Rayden itu sangat pemilih dan sulit berteman dengan orang baru. Namun entah kenapa sejak dirinya membawa Rayden tinggal di desa. Anak itu lebih sering berbaur. Meski pun Rayden hanya dekat dengan kelurga Lisa. Setidaknya ada perubahan besar dalam diri anaknya.