Awalnya aku percaya kalau cinta akan hadir ketika laki laki dan wanita terbiasa bersama. Namun, itu semua ternyata hanya khayalan yang kubaca dari novel novel romantis yang memenuhi kamar tidurku.
Nyatanya, bertetangga bahkan satu sekolah hingga kuliah, tidak membuatnya merasakan jatuh cinta sedikit saja padaku.
"Aku pergi karena aku yakin sudah ada seseorang untuk menjagamu selamanya," ucap Kimberly.
"Sebaiknya kita berdua tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin Viera terluka dan menderita karena melihatmu."
Secara bersamaan, Kimberly harus meninggalkan cinta dan kehilangan persahabatan. Namun, demi kebahagiaan mereka, yang adalah tanpa dirinya, ia akan melakukannya.
"Tak ada yang tersisa bagiku di sini, selamat tinggal."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU SUDAH SELESAI
Hari ini adalah hari dimana ujian untuk masuk Universitas Intercon diadakan. Pagi pagi Kimberly sudah siap dengan sebuah buku yang sudah melekat sejak kemarin di tangannya. Ia sudah memantapkan hati untuk masuk ke Universitas Intercon ini karena William sudah lebih dulu diterima lewat jalur prestasi.
"Apa kamu sudah siap, sayang?" tanya Alan.
"Sudah Pi. Justru aku sedang menunggu Papi."
"Kamu sudah membawa semuanya?"
"Alat tulis, kartu peserta, minum, sudah lengkap semua," jawab Kimberly.
"Kalau begitu, ayo kita berangkat. Lebih baik kita sampai lebih dulu daripada terlambat," ajak Alan.
"Baik, Pi. Mi, aku berangkat dulu ya," pamit Kimberly pada Megan.
"Hati hati sayang. Jangan lupa kamu harus fokus dan awali dengan doa ya," pesan Megan.
"Okay, Mi."
Alan mengantarkan Kimberly sampai di pintu gerbang.
"Sampai sini saja, Pi. Nggak ada mobil yang masuk soalnya," pinta Kimberly.
"Baiklah, sayang. Nanti telepon Papi kalau sudah selesai ya, Papi akan jemput kamu lagi."
"Siap, Pi," Kimberly mengecup pipi Alan, "Bye!"
*****
"An, lo kebagian jaga kelas mana?" tanya Hansel.
"Kelas yang ada di dekat ruang dosen," jawab Anthony.
Universitas Intercon membayar para mahasiswanya yang terpilih untuk menjadi pengawas dalam ujian masuk. Hal ini dilakukan setiap tahun untuk mempererat hubungan antar mahasiswa dan juga melatih tanggung jawab.
"Lihat, itu Viera. Dia adik kelas di sekolah gue dulu. Dia masuk kesini juga ternyata," ucap Hansel.
"Sudah nostalgilanya," ucap Anthony sambil menepuk bahu Hansel, "Ayo kita siap siap ke kelas. Teman teman yang lain sepertinya sudah stand by."
"Baiklah. Gue beresin ini dulu," Hansel merapikan kertas kertas yang akan dibawanya, kemudian berjalan mengikuti Anthony.
Suara bel terdengar. Bel ini hanya dibunyikan saat ujian seperti saat ini. Jika nanti sudah memulai perkuliahan, para mahasiswa akan masuk kelas dengan jadwal yang sudah ditentukan tanpa harus diingatkan dengan bel.
Anthony masuk ke dalam kelas. Ia berdiri di depan kelas dengan menggunakan kemeja, serta jaket almamaternya.
"Siapkan alat tulis dan kartu peserta kalian di atas meja, kemudian letakkan tas di samping meja kalian," perintah Anthony.
Mereka mengerjakan perintah Anthony, sementara Anthony sedang mempersiapkan kertas ujian yang akan mereka kerjakan. Anthony melihat satu persatu peserta ujian kali ini dari sebelah kiri hingga ke kanan.
Anthony mulai membagikan kertas ujian tersebut satu persatu. Ia melakukannya agar tak ada yang protes bahwa mereka tidak mendapatkan lembar kerja secara lengkap.
Setelah selesai, Anthony kembali berdiri di depan sambil memegang sisa lembar kerja yang tidak terpakai.
"Apa kalian sudah mendapatkan semua lembar kerja? Periksa lebih dahulu sebelum mulai. Jumlahnya ada 6. Jika nanti kurang, maka saya tidak akan menambahkan," ucap Anthony.
Anthony mempersilakan mereka untuk mulai mengerjakan setelah ada bunyi bel yang kedua tanda waktu ujian dimulai. Anthony sendiri duduk di sebuah kursi sambil memperhatikan para peserta ujian.
Sejak tadi, matanya tak luput melihat seorang gadis yang sangat mencuri perhatiannya. Gadis itu duduk di kursi paling belakang, dengan rambut dicepol, ia terlihat sangat serius mengerjakan lembar demi lembar.
Ujian berlangsung sekitar 3 jam, dan terdiri dari 2 mata ujian yang dinilai.
"Waktu tinggal 30 menit lagi. Bagi yang sudah selesai, bisa mengumpulkannya di meja depan dan diperbolehkan untuk meninggalkan ruangan," ucap Anthony.
Satu persatu peserta ujian keluar dari ruangan. Semakin mendekati batas waktu, peserta tinggal sedikit. 10 menit terakhir, semua peserta sudah keluar, tinggal seorang gadis yang duduk di kursi belakang yang masih serius membolak balikkan kertas ujiannya.
Anthony terus memperhatikan wajah gadis itu, sambil sesekali tersenyum karena melihat perubahan raut wajah gadis itu ketika melihat salah satu soal yang tertera membuatnya bingung. Salah satu tangan menopang kepalanya, dan sebelah tangannya yang lain memegang pulpen sambil mencoret coret di sebuah kertas kosong.
Anthony berjalan mendekatinya, kemudian berdiri di sampingnya. Keberadaannya sama sekali tidak dihiraukan oleh gadis itu.
"Tenang ... tarik nafas dan buang perlahan. Baca sekali lagi, dan pikirkan baik baik," ucap Anthony di telinga gadis itu.
Gadis itu menoleh ke arah Anthony, yang membuat jarak wajah mereka menjadi dekat. Mereka bisa merasakan hembusan nafas masing masing.
Gadis itu tersenyum, "Terima kasih, Kak," yang langsung membuat hati Anthony terasa begitu hangat.
Ia pun akhirnya berjalan kembali ke depan, dan merapikan lembar ujian yang sudah dikumpulkan oleh peserta yang lain, untuk menetralkan detak jantungnya yang tidak menentu.
"Kak, aku sudah selesai. Terima kasih," ucapnya sambil menyodorkan lembaran lembaran kertas ujian yang sudah ia kerjakan.
Anthony menerima lembaran kertas tersebut, sementara gadis itu melangkah keluar dari ruang ujian.
"Kimberly Harisson," ucap Anthony sambil membaca nama yang tertera di kanan atas lembar ujian tersebut.