🌹🌹🌹🌹
Karena ingin terlepas dari jerat kemiskinan, Sena dan Felli memutuskan untuk menjual kesucianya. Melewati 1 malam penuh Dosa.
"Fel, pokoknya aku mau yang seperti Om Rudi, walaupun sudah tua tapi masih terlihat tampan," pinta Sena sang adik sepupu.
Felli terkekeh.
"Ada yang mau menggunakan jasamu saja sudah untung, hahaha," akhirnya Felli tertawa terbahak.
21+
✍🏻 revisi typo 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MY SUGAR 5 - Tanda Merah
Jangan Lupa Vote dan Komen.
Happy Reading 😘
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah mendapat persetujuan Sena, Hanan kembali mengikis jarak. Kembali menurunkan wajahnya dan menyesapi leher sang wanita, terus turun sampai Sena menahan kepalanya.
"Jangan," pinta Sena dan Hanan menurut, walau kecewa namun entah kenapa ia malah merasa bahagia.
"Baiklah Sensen, tidak lanjut," jawab Hanan dengan terkekeh, lalu mengecup sekilas bibir Sena dan mulai membenahi baju sang gadis.
"Tanda merah ini adalah tanda kamu jadi baby ku, saat sudah hilang aku akan membuatnya lagi," goda Hanan sambil menunjuk tanda merah itu, tanda yang berada tepat di daging empuk dada Sena.
Gadis yang baru memasuki usia 20 tahunan ini hanya menurut, seolah kini Hanan adalah pusat hidupnya. Mungkin bagi Hanan, Sena hanyalah seorang sugar baby. Tapi bagi Sena, Hanan lebih dari sekedar teman kencan.
Bukan hanya tentang kesuciannya, namun perlakuan lembut Hanan benar-benar membuatnya merasa nyaman.
Setelah dirasa rapi, Hanan mengajak Sena untuk keluar. Sena mengendap-ngendap seperti seorang maling, sedangkan Hanan berjalan dengan penuh percaya diri, seolah gedung ini adalah miliknya sendiri.
"Om, aku mau cari ibu Yoana dulu ya?" pamit Sena saat mereka sudah keluar dari ruangan itu.
Dengan terkekeh, Hanan menjawab, "Memangnya kamu tahu ruangan ibu Yoana?"
Pelan, Sena menggeleng, "Tidak," jawabnya kemudian.
"Sensen sensen," ucap Hanan dengan mengusap pucuk kepala Sena.
"Ikutlah denganku, aku akan mengantarmu ke ruangan ibu Yoana," ajak Hanan, tanpa persetujuan ia menarik tangan Sena agar mengikuti langkahnya.
Sedikit memberontak, Sena menarik tangannya. Merasa tak pantas, bergandengan tangan di kantor seperti ini.
"Nanti kalau ada orang, ini akan aku lepas," ucap Hanan sambil mengangkat tangannya yang sedang menggenggam jemari Sena.
Akhirnya, Sena hanya bisa menurut.
Berjalan, sambil bergandengan dengan jari yang saling bertautan.
Berdebar? tentu saja, jantung Sena rasanya ingin melompat.
Lama menyusuri gedung itu, tapi anehnya selama perjalanan mereka tidak bertemu dengan siapa pun. Bahkan saat masuk ke dalam lift, hanya diisi oleh mereka berdua.
Padahal tadi saat Sena bersama Yoana, banyak pula karyawan yang kulu kilir.
"Kok tidak ada orang ya Om? memangnya di lantai atas isinya apa?" tanya Sena heran.
"Di atas bagian manajemen, cuma orang yang punya jabatan yang naik ke atas sini," jelas Hanan dan Sena berOh ria.
"Om bagian apa?" tanya Sena lagi yang mulai penasaran, jika hanya karyawan biasa rasanya tidak mungkin, karena Hanan memiliki banyak uang, juga apartemen yang begitu mewah.
Menyadari itu, Sena langsung menarik tangannya kuat.
Jangan-jangan om Hanan atasanku? pikirnya lalu takut sendiri.
"Kenapa?" tanya Hanan bingung dan Sena hanya menggeleng kecil.
Rasanya kini ia benar-benar harus patuh pada Hanan, agar kehidupan pribadi dan dunia kerjanya tetap aman.
Tak berselang lama, lift itu.
Diujung sana, Sena dapat melihat Yoana. Buru-buru Sena mengambil jarak aman, bergeser agak jauh dari Hanan.
Tanpa sepengetahuan Sena, Hanan memberi kode pada Yoana untuk diam.
Kecil, Yoana mengangguk.
"Permisi Bu," sapa Sena sopan.
"Iya Sen, kamu tadi kemana? kan saya sudah bilang, tunggu," jelas Yoana bersikap biasa saja dan Hanan memperhatikan.
"Maaf Bu, tadi saya ada urusan sebentar," kilahnya mencari alasan dan Hanan terkekeh.
Sena yang mendengar kekehan itu reflek mencubit lengan Hanan dan memintanya untuk diam.
"Sstt!" pinta Sena begitu lugunya.
Baginya, Yoana adalah atasan mereka dan sangat tidak sopan tertawa didepannya.
Melihat itu, Hanan tak mampu lagi menahan tawanya. Ia tertawa lepas, sementara Yoana bersusah payah menahan tawa.
Baru kali ini ada yang berani cubit pak Hanan, batin Yoana merasa lucu.
"Om sstt, jangan tertawa, minta maaflah pada ibu Yoana," bisik Sena sambil menarik lengan Hanan.
"Maafkan saya Bu," ucap Hanan setelah susah payah meredam tawanya.
Sebelum menjawab, Yoana berdehem sejenak, " Iya Pak Hanan," jawab Yoana kemudian.
Dan Sena berdecak kesal, Tidak sopan! Batinnya dengan wajah cemberut.
"Sena, tanda tangani ini dan setelah itu kembalilah bekerja," titah Yoana sambil memberikan selembar berkas, bekas yang entah isinya apa, karena itu hanya alasan Hanan agar bisa memiliki waktu berdua dengan Sensen.
"Saya permisi Bu," pamit Sena dan Yoana mengangguk.
Diliriknya Hanan yang malah hanya terdiam.
"Kamu duluan saja, aku masih ada perlu dengan ibu Yoana," ucap Hanan dan Sena mengangguk paham.
Hanan dan Yoana memperhatikan kepergian Sena hingga benar-benar menghilang.
"Pindahkan Felli ke cabang di Palembang, lalu bersihkan apartemen di Pondok Indah," titah Hanan dan Yoana mengangguk patuh.
"Baik Pak," jawab Yoana mantap.
Lalu Hanan kembali berjalan menuju ruangannya sendiri, Ruangan Wakil Presiden Direktur.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam 4 sore, seluruh karyawan ExstraFood sudah berkemas untuk pulang. Sena dan Felli antusias mendatangi kos-kosannya dulu.
Meski terbilang cukup jauh, tapi mereka menikmatinya. Menaiki KRL dengan senyum yang riang, lalu pindah ke Busway.
"Telepon mamak dulu Fell, mereka pasti nunggu kabar kita," ucap Sena saat keduanya sudah memasuki kamar.
Kemarin malam, Sena sudah menghubungi ibu Kos dan sepakat untuk kembali menyewa kamar itu, tadi, mereka hanya tinggal meminta kunci.
"Iya Sen, tapi aku mau cuci muka dulu," jawab Felli dan Sena mengangguk.
Duduk dipinggir Ranjang, Sena menghubungi sang ibu, Sarni.
Di panggilan pertama, telepon itu langsung terhubung. Sarni begitu bahagia ketika menerima telepon sang anak.
"Bagaimana Sen, enak nggak kerja di sana? temen-temen mu yang baru baik-baik semua kan?" tanya Sarni bertubi.
Dan dengan senyuman, Sena menjelaskan semuanya.
"Mamak sebenarnya khawatir Sen, kamu kerja jauh sekali," lirih Sarni, sebagai seorang ibu tentu ia merasa cemas atas keadaan sang anak.
Bukan rahasia lagi, jika kehidupan di Jakarta begitu keras. Dan Sarni begitu khawatir.
"Mamak tenang saja, semua teman Sena baik kok. Kan ada Felli juga Mak disini," jawab Sena dengan perasaan yang begitu gundah.
"Kalau Mamak sedih-sedih gitu, aku jadi ikut sedih Mak," jujur Sena mengalihkan pembicaraan.
Diujung sana, Sarni tersenyum.
"Ya sudah, kamu mandi terus istirahat. Mamak percaya sama kamu Sen," terang Sarni dan membuat Sena bergeming.
Bahkan sudah begitu lama, Sena menghancurkan kepercayaan sang ibu.
"Iya Mak," jawab Sena lirih lalu memutuskan sambungan telepon itu.
Tangan kirinya bergerak naik, menyentuh dadanya yang penuh dengan tanda merah.
"Maafkan Sena Mak," gumamnya pelan.
Ia sudah terlanjur basah.
Drt drt drt
Ponselnya kembali bergetar, ada satu pesan masuk dari nomor baru.
Aku tunggu diluar, Hanan.
Tanpa pikir panjang, Sena langsung bergegas keluar. Dilihatnya ada 1 mobil mewah terparkir di depan gerbang kos kosannya.
Sena yakin itu adalah Hanan.
Dan benar saja, saat ia mendekat Hanan membuka setengah kacanya, lalu melambai meminta Sena untuk masuk.
"Ada apa Om?" tanya Sena saat sudah duduk di samping kursi kemudi.
Tanpa menjawab, Hanan langsung menarik tubuh Sena dan dipeluknya erat.
"Lain kali, pamit dulu padaku baru pulang," jelas Hanan.
Dan didalam pelukan itu, Sena tersenyum. Mendadak semua kegundahannya hilang seketika.
pdhl.mau baca gmn respon sanaf manta istrinya nikah lagi..sama.brondong pula😌
bonchap dong🤧
lagiam lu ngaku nadia ttp jadi istri lu karma 15 thn kemudian lu udah tuirr, miskin lagi. cw mana yg mau😏