Arka Fadhlan, seorang pakar kriptografi, menemukan potongan manuskrip kuno yang disebut Vyonich, teks misterius yang diyakini berasal dari peradaban yang telah lama menghilang. Berbagai pihak mulai memburunya—dari akademisi yang ingin mengungkap sejarah hingga organisasi rahasia yang percaya bahwa manuskrip itu menyimpan rahasia luar biasa.
Saat Arka mulai memecahkan kode dalam manuskrip, ia menemukan pola yang mengarah ke lokasi tersembunyi di berbagai penjuru dunia. Dibantu oleh Kiara, seorang arkeolog eksentrik, mereka memulai perjalanan berbahaya melintasi reruntuhan kuno dan menghadapi bahaya tak terduga.
Namun, semakin dalam mereka menggali, semakin banyak rahasia yang terungkap—termasuk kebenaran mengejutkan tentang asal-usul manusia dan kemungkinan adanya kekuatan yang telah lama terlupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENAWARAN ALDRICH
Hening menyelimuti ruangan bawah tanah itu. Arka, Kiara, Dr. Helena, dan Ezra berdiri tegang di hadapan Aldrich, pria yang menyebut dirinya sebagai Penjaga Orbis.
Di tangannya, Kunci Orbis masih berkilauan, memancarkan cahaya yang terasa hampir tidak wajar.
Aldrich menatap mereka dengan tajam. "Aku akan memberimu dua pilihan."
Ia melangkah mendekat, suaranya tenang tetapi penuh tekanan.
"Pilihan pertama: kalian pergi sekarang, melupakan Orbis, dan menjalani hidup kalian seperti biasa. Jika kalian memilih ini, aku akan memastikan kalian keluar dari sini dengan selamat."
Ezra mendengus. "Dan pilihan kedua?"
Aldrich tersenyum tipis.
"Kalian bekerja denganku. Membantu melindungi Orbis dari mereka yang ingin menyalahgunakannya."
Arka mengerutkan kening. "Dan siapa yang menentukan siapa yang pantas mengetahui rahasia Orbis? Kau?"
Aldrich tidak langsung menjawab.
Ia hanya memutar Kunci Orbis di tangannya, membiarkan cahaya anehnya berpendar di wajah mereka.
"Ada hal-hal di dunia ini yang lebih baik tetap tersembunyi, Arka. Aku pikir kau cukup pintar untuk menyadarinya."
Arka menatapnya dalam-dalam. Ia tahu Aldrich punya poin. Jika Orbis benar-benar menyimpan sesuatu yang begitu kuat, maka membiarkannya ditemukan oleh orang yang salah bisa menjadi bencana.
Namun, sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa Aldrich juga menyembunyikan sesuatu.
Kiara menatap Aldrich tajam. "Dan kalau kami menolak dua-duanya?"
Aldrich terkekeh. "Itu bukan pilihan yang bijak."
Dari belakangnya, para penjaga semakin mendekat, jari mereka siap di pelatuk senjata.
Suasana semakin tegang.
Arka, Kiara, dan Ezra saling berpandangan.
Apa yang harus mereka lakukan?
PEMBERONTAKAN DI DALAM MARKAS
Sebelum Arka bisa menjawab, tiba-tiba terdengar ledakan keras dari luar.
Suara alarm berbunyi di seluruh markas bawah tanah. Para penjaga langsung bereaksi, bergegas keluar dari ruangan.
Aldrich menyipitkan mata. "Apa yang terjadi?"
Dr. Helena memanfaatkan momen ini.
Dengan gerakan cepat, ia meraih pistol tersembunyi di sabuknya dan mengarahkannya ke Aldrich.
"Sepertinya kau kehilangan kendali, Aldrich." katanya dingin.
Aldrich menoleh dengan ekspresi datar. Ia tidak terlihat takut.
Namun, sebelum ia bisa berkata apa-apa, sebuah suara lain terdengar di radio salah satu penjaga.
"Tim utama telah masuk! Ulangi, kami telah menembus pertahanan mereka!"
Arka dan yang lainnya terkejut.
Tim utama?
Siapa yang menyerang tempat ini?
Aldrich tampak frustrasi. "Sial. Sepertinya kita punya tamu tak diundang."
Tanpa membuang waktu, ia melangkah mundur dan menekan sesuatu di pergelangan tangannya.
Pintu baja di belakangnya langsung tertutup, mengunci dirinya di ruangan lain.
Arka mengutuk. "Dia kabur!"
Kiara meraih Ezra. "Tidak ada waktu! Kita harus keluar dari sini sekarang!"
Ledakan lain mengguncang bangunan. Dari kejauhan, suara tembakan mulai terdengar.
Mereka tidak tahu siapa yang datang—tetapi satu hal yang jelas: mereka tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi.
KABUR KE PERMUKAAN
Arka, Kiara, Ezra, dan Dr. Helena berlari melewati lorong bawah tanah, mencari jalan keluar sebelum tempat itu runtuh.
Di sepanjang perjalanan, mereka melihat baku tembak antara penjaga Aldrich dan sekelompok pria bersenjata lain.
Ezra menatap salah satu pria bersenjata itu.
"Mereka bukan milik Aldrich… siapa mereka?"
Dr. Helena mengerutkan dahi. "Mungkin organisasi lain yang juga mengincar Orbis."
Arka tidak peduli siapa mereka. Yang terpenting sekarang adalah keluar dari sini hidup-hidup.
Akhirnya, mereka menemukan tangga batu yang mengarah ke atas.
Namun sebelum mereka bisa naik—
Seseorang berdiri di puncak tangga, menodongkan senjata ke arah mereka.
Seorang pria berwajah keras dengan mata tajam.
"Kalian yang membawa Manuskrip Vyonic, bukan?" suaranya dalam dan berwibawa.
Arka menelan ludah.
Mereka kini terjebak di antara dua pihak…
Dan tidak ada jalan mudah keluar dari sini.
MUSUH BARU
Arka, Kiara, Ezra, dan Dr. Helena berdiri tegang di dasar tangga batu. Pria berwajah keras yang menghadang mereka tampak berusia sekitar empat puluhan, mengenakan seragam taktis hitam dengan emblem berbentuk mata terbuka di lengan jaketnya.
Di belakang pria itu, beberapa anak buahnya bersiaga dengan senjata terangkat.
"Kalian yang membawa Manuskrip Vyonich, bukan?" suara pria itu terdengar tajam dan penuh otoritas.
Arka tidak langsung menjawab. Ia menatap emblem di lengan pria itu simbol yang tidak ia kenali.
Dr. Helena menyipitkan mata. "Siapa kalian?"
Pria itu tersenyum tipis. "Kami adalah Ordo Lux Veritatis. Jika kalian cukup pintar untuk sampai sejauh ini, pasti kalian pernah mendengar nama kami."
Ezra mengumpat pelan. "Sial. Mereka salah satu kelompok rahasia yang memburu teknologi kuno."
Kiara mencengkeram pistolnya lebih erat. "Jadi kalian sama seperti Aldrich?"
Pria itu tertawa kecil. "Aldrich hanyalah seorang penjaga tua yang berusaha menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Kami, di sisi lain, percaya bahwa kekuatan Orbis harus digunakan, bukan dikubur."
Arka merasakan hawa dingin menjalar di tulang punggungnya.
Ini buruk.
Jika Ordo Lux Veritatis benar-benar mengincar Manuskrip Vyonich dan Orbis, berarti mereka berencana menggunakan kekuatannya untuk sesuatu yang lebih berbahaya.
Pria itu menatap mereka satu per satu, lalu berbicara dengan nada yang lebih serius.
"Serahkan manuskrip itu. Atau kami akan mengambilnya dengan paksa."
Ezra menelan ludah. Mereka terjebak. Jika mereka menyerahkan manuskrip itu, mereka mungkin akan dibunuh setelahnya.
Tetapi jika mereka melawan…
Mereka kalah jumlah.
KEPUTUSAN TERAKHIR
Hening menyelimuti ruangan. Arka berpikir cepat.
Lalu, tiba-tiba—
BOOM!
Sebuah ledakan mengguncang lorong bawah tanah, membuat debu dan pecahan batu berjatuhan dari langit-langit.
Para anggota Ordo Lux Veritatis terhuyung. Kiara langsung bergerak cepat—
DOR!
Ia menembak salah satu lampu di atas mereka, menciptakan kegelapan mendadak.
"LARI!" teriak Arka.
Tanpa membuang waktu, mereka langsung berlari menaiki tangga, mendorong tubuh mereka melewati para penjaga yang masih dalam keadaan linglung akibat ledakan tadi.
Ezra berusaha menahan rasa sakit di tubuhnya saat ia berlari secepat mungkin. Di belakang mereka, suara tembakan mulai terdengar lagi—Ordo Lux Veritatis mengejar mereka!
PELARIAN DI GURUN
Begitu mereka keluar dari lorong bawah tanah, langit malam menyambut mereka dengan dingin gurun Sahara.
Jip tua mereka masih terparkir di kejauhan.
"Ke mobil! Cepat!" Kiara berteriak.
Mereka berlari melewati pasir, sementara di belakang mereka, para anggota Ordo Lux Veritatis mulai keluar dari lorong, melepaskan tembakan ke arah mereka.
DOR! DOR! DOR!
Peluru berdesing di udara, menghantam pasir di sekitar mereka.
Arka melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. Kiara dan Ezra melompat ke dalam jip, sementara Dr. Helena naik ke bagian belakang dengan cepat.
Mesin meraung—mereka melaju dengan kecepatan penuh!
Dari kejauhan, Arka bisa melihat beberapa kendaraan milik Ordo Lux Veritatis mulai mengejar mereka.
Ezra meraih senapan yang tersimpan di belakang kursi dan menoleh ke Kiara.
"Kita harus membuat mereka berhenti!"
Kiara mengangguk dan naik ke bagian belakang jip bersama Dr. Helena.
Mereka menyiapkan senjata, sementara Arka fokus menyetir di medan pasir yang sulit.
Perlombaan hidup dan mati baru saja dimulai.