Alaska Krisan dan Dionna Patrania terlibat dalam sebuah konspirasi bernama perjodohan.
Demi bisa hidup tenang tanpa campur tangan Mamanya, Alaska akhirnya menuruti keinginan mamanya untuk menikahi Dionna . Spesis wanita yang berbanding terbalik dengan kriteria wanita idaman Alaska.
Bagi Dionna, Alaska itu tidak bisa ditebak, sekarang dia malaikat sedetik kemudian berubah lagi jadi iblis.
Kalau kesetanan dia bisa mengeluarkan seribu ekspresi, kecepatan omelannyapun melebihi tiga ratus lima puluh kata permenit dengan muka datar sedatar tembok semen tiga roda.
Ini bukan cerita tentang orang ketiga.
Ini tentang kisah cinta Alaska dan Dionna yang
"manis, asem , asin = Alaska orangnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBucin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saran Mertua
"Itu.. itu.. Ma, Dionna semalam minta..." Dionna ingin memukul bibirnya, sekarang dia kehilangan kata-kata . Alaska juga hanya diam tak mau angkat bicara.
Melihat gelagat menantunya yang makin gugup, Elma jadi sembarang menyimpulkan. Seketika raut kejamnya berubah girang. Senyum diwajahnya menjadi lebar sekali namun begitu menghadap Alaska wajah itu berubah garang.
"Mama mengerti Dionna." Kata Elma tiba-tiba prihatin. Alaska langsung menoleh penuh tanya pada Dionna dan wanita itupun menggeleng tidak tahu apa maksud mertuanya.
"Alaska kenapa kamu tidak berikan apa yang Dionna inginkan semalam ?!" Alaska bingung harus menjawab apa, sedangkan dia tidak tahu apa yang Dionna inginkan. Baru kali ini otaknya lambat mencerna.
Semua ini karena Dionna yang selalu menambahkan micin yang banyak ketika memasak makanya sekarang berdampak pada keenceran otaknya yang kini lambat mencerna.
"Jawab Alaska ?! Mama kira kamu melakukan pekerjaanmu dengan benar setiap malam, tapi nyatanya lahan yang sudah tersedia tinggal di tanam malah kamu anggurin ! ".
"H-hah?" Alaska Shock hampir pingsan , ia ingin mengelus dadanya.
"Kalau kerjaan kamu gak becus gini kapan Dionna bisa hamil ?" Tanya Elma sinis.
Kemudian wanita setengah baya itu terduduk disofa lagi, pening memegangi kepalanya. Tak lama kembali ia menatap anak dan menantunya memberikan tatapan rasa bersalah.
"Kalau bisa dibicarakan baik-baik , tolong jangan sampai kalian pisah ranjang gini. " Ucap Elma yang kini menyesali tindakannya yang selama ini terus mendesak kedua anaknya segera memberi mereka cucu.
"Mama minta maaf, karena desakan egois Mama sampai membebani kalian berdua. Sampai-sampai kalian bertengkar karena masalah itu." Ungkap Elma dengan wajah sedihnya.
"I-iya Ma, maaf juga karena Alaska belum bisa memenuhi keinginan Mama." Jawab Alaska mau tak mau.
Persidangan selesai sampai disana dengan putusan Alaska akan lebih rajin lagi menanam dilahan yang telah disediakan Dionna agar segera cepat panen.
"Mama belum pulang ? " Tanya Alaska karena Mamanya masih anteng duduk disofa ruang tamunya. Tidak ada tanda-tanda wanita itu akan meninggalkan rumahnya.
"Mama masih kangen sama Dionna, dirumah juga Mama gak ada teman buat cerita. Disini ada Dionna, asyik diajak gosip." Kemudian Elma melanjutkan gosipnya mengabaikan Alaska yang tak sabaran ingin mengusir Mamanya namun berdosa jika melakukannya.
"Mama pikir pas sudah nikah, wajah Alaska bisa berubah sedikit. Jadi agak ekspresif gitu, tapi ternyata sama saja." Kata Elma kembali membuka alur cerita tema Alaska.
"Iya Ma, wajahnya itu susah sekali dibuat ekspresif nanti kalau kesetanan saja baru dia bisa mengeluarkan seribu ekspresi."
Elma terkikik mendengar jawaban menantunya " Bawaan pabrik." Sedetik kemudian ia menggeleng kepalanya "Tidak, tidak, tidak, Itu bawaan Papanya." Elma tidak terima, sebab pabrik artinya ia juga terlibat.
"Alaska worth it kan dijadikan suami ?" Tanya Elma lagi memastikan, sepertinya ia jadi meragukan putranya karena kejadian tadi. "Mama khawatir anak Mama tidak worth it jadi suami. Nanti kamu yang sengsara Dionna."
"Alaska worth it Ma. Dia suami yang baik ." Andai saja Dionna bisa mengeluarkan unek-uneknya tanpa harus menutup-nutupi. Mama mertuanya memang agak cerewet , tapi Dionna memaklumimya sebagai perempuan yang sama-sama cerewet.
"Alaska memang banyak menuntut dalam hal apapun, tapi dia sungguh bodoh dalam hal percintaan . Alaska itu tidak ada romantis-romantisnya." Kata Elma dan Dionna langsung membenarkan.
Pembicaraan mereka jadi tambah panjang karena dapat topik baru. Sambil melanjutkan menggosip Elma dan Dionna sudah berpindah didapur hendak memasak untuk makan siang nanti.
"Ma, kira-kira gimana caranya buat Alaska makin cinta sama Dionna ?" Dionna terpaksa menambahkan kata 'makin' karena kalau kata itu tidak digunakan akan terdengar aneh ditelinga Mamanya.
Demi menjaga harkat dan martabatnya Dionnapun berbohong untuk kebaikan rumah tangganya. Dionna harus mengkonsultasikan cara menghadapi Alaska yang tidak berperasaan dan berperikemanusiaan.
Elma sebagai wanita berpengalaman tentu paham maksud menantunya. Ia tersenyum lembut, tapi ada sorot gemas dan gregetan diwajahnya.
"Kalau Papanya Alaska itu awalnya orangnya gengsian, jarang sekali bilang kata cinta, puji mama cantikpun hampir tidak pernah tapi setelah diperkenalkan dengan rasa cemburu, beuh,, lucu sekali lihat dia mengamuk dan merajuk apalagi kalau dia kesal." Elma tertawa cekikikan "Tak ada siapapun yang bisa membujuknya kecuali Mama." lanjutnya dengan bangga . "Cuma Mama pawangnya."
Dionna ikut tertawa kecil , iri sekali mendengar cerita Mamanya dan tawa itu mengundang perhatian Alaska. Kehadiran Mamanya dirumah itu membuat jiwanya semakin lelah. Sedangkan menghadapi Dionna saja hidup Alaska berubah drastis, amazingly luar biasa dengan ekstra jengkel sebagai bumbunya apalagi ini ditambah kehadiran Mamanya.
"Dionna sudah pernah menggoda Alaska belum ? Tau tidak laki-laki itu imannya lemah, apalagi kalau digoda istri." Dionna menggeleng jujur setelah ia selesai mengiris wortel dan kentang. Ia mencuci sayuran itu, lalu meletakkan tak jauh dari kompor.
Untuk perbumbuannya sudah dibuat oleh Elma, mertuanya. Sekarang tinggal masak-memasak.
Mau digoda bagaimana coba ? baru jarak setengah meter saja , Alaska sudah protes seakan ingin menguliti Dionna.
"Coba deh, sekali-kali Dionna goda Alaska. Alaska itu tipe yang pasif, jadi Dionna yang harus proaktif. Hidup sama mereka mungkin akan datar-datar saja. Jadi kita yang harus aktif mencari atau ciptakan sesuatu biar kita juga betah dan terus bertahan." Elma mulai memasak diwajan. Aroma bumbu yang harum tercium menggoda.
Ucapan mertuanya hampir mirip dengan yang disarankan sahabatnya. Sepertinya Dionna sangat berharap banyak pada pernikahan ini sampai dia harus meminta saran sana sini demi rumah tangganya.
"Tapi dari semua itu bagian yang paling penting itu kalian berdua harus saling menyayangi sampai tua." Dionna mendesah, kelihatannya berat sekali. "Dionna tolong pegang dulu, Mama mau buang air."
Dionna menurut, sigap mengambil alih spatula dan Elma terbirit kekamar mandi. Dionna menuang air kewajan, sesaat sebelum seseorang berdiri disampingnya dengan wajah penuh selidik.
"Dari beribu alasan elite lainnya, kenapa kamu menggantung ucapanmu sampai Mama berpikiran kearah itu " Alaska tampaknya masih kesal dan dendam pada Dionna gara-gara ucapan asalnya yang ambigu dan multitafsir hingga Mamanya membelokkan ucapan Dionna.
"Mana ku tahu kalau Mama sampai berpikir kearah tanam menanam" Jawab Dionna menggerutu " Lagipula sudah bagus begitu, masalahnya jadi cepat selesainya. Jadi Mama terlihat tenang."
"Tapi gara-gara alasanmu itu, Mama jadi berpikir aku yang kurang effort." Kata Alaska tak terima sedang Dionna memalingkan wajahnya dengan sengaja, pusing mendengar ocehan Alaska.
"Kenyataannya begitu." Cibirnya namun didengar Alaska
"Kamu bilang apa tadi ?"
Dionna memberikan senyum yang memperlihatkan giginya yang berjejer rapi "Supnya sudah matang sayang."